SOSOK YANG TEGAK DI ATAS BATU BESAR DI TENGAH
SUNGAI BUKAN LAIN ADALAH LA TANDAI ALIAS HANTU
BARA KALIATUS. SEPASANG MATANYA MASING-MASING
MEMILKI DUA BOLA MATA BERWARNA MERAH SEPERTI
BARA MENYALA MENATAP ANGKER KE ARAH
LAKASIPO. SAAT ITU LAKASIPO MASIH DUDUK DI ATAS
PUNGGUNG LAEKAKIENAM KUDA TUNGGANGANNYA
YANG BERKAKI ENAM. SEMENTARA WIRO, NAGA
KUNING DAN SETAN NGOMPOL MASIH BERADA DALAM
GENGGAMAN TANGANNYA, BELUM SEMPAT DIMASUKKAN
KE DALAM KOCEK JERAMI.
"MAKHLUK APA ITU GERANGAN...." KATA NAGA
KUNING.
"KEPALANYA SEPERTI PENDUPAAN! ADA BARA
MENYALA!"
"LIHAT MATANYA!" NAGA KUNING BERUCAP.
"SETIAP MATA ADA DUA BOLA MATA!"
"YA, AKU JUGA SUDAH MELIHAT. JANGAN-JANGAN
MAKHLUK INI PUNYA EMPAT BIJI DI KANTONG MENYANNYA!"
KATA WIRO PULA SAMBIL TERTAWA CEKIKIKAN.
"KALIAN JANGAN BERGURAU SAJA!" MEMBENTAK
SETAN NGOMPOL. "AKU PUNYA FIRASAT BAHAYA
BESAR MENGANCAM LAKASIPO. BERARTI MENGANCAM
KITA BERTIGA!"
212
SEMUA HAK KARYA CIPTA CERITA INI ADALAH MILIK
ALMARHUM BASTIAN TITO
Wiro Sableng telah terdaftar pada Departemen
Kehakiman Republik Indonesia
Diektorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek di bawah
nomor 004245
Diketik ulang oleh Dewi Tiraikasih
Hanya untuk para pendekar semua pecinta Wiro
Sableng
http://cerita-silat.co.cc/
Email : 22111122@yahoo.com
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 3
ANG SURYA MASIH BELUM memperlihatkan
diri. Udara di penghujung malam itu masih
diremangi kegelapan. Angin dingin masih mencucuk
menembus kulit sampai ke tulang. Hampir
tak dapat dipercaya, dalam kegelapan seperti itu, di
kawah Gunung Latinggimeru berkelebat satu bayangan.
Gerakannya cepat, sulit ditangkap mata biasa.
Bayangan ini melompat dari satu gundukan batu ke
gundukan batu lainnya. Lalu sesekali kakinya
menendang dan "byaaarr!" Gundukan batu hancur
berarrtakan!
Batu-batu yang ada dalam kawah Gunung Latinggimeru
itu bukan batu biasa. Tapi adalah batu-batu yang
sejak ratusan tahun telah berubah menjadi bara merah
menyala dan tentunya panasnya bukan alang kepalang.
Jangankan untuk dipijak, berada cukup dekat saja
panasnya seolah mampu membakar seseorang. Apalagi
di dalam kawah terdapat cairan lahar merah mengepulkan
asap panas dan sesekali mencuatkan lidah api
sampai setinggi satu tombak! Namun sosok yang berkelebat
dari satu batu ke batu lainnya itu sama sekali
tidak mengalami cidera kedua kakinya. Kelebatan
tubuhnya yang mengeluarkan angin deras membuat
cairan lahar bergetar mengeluarkan riak se-olah mendidih.
Kalau sosok yang berkelebat di dalam kawah itu
bukan sebangsa hantu atau setan tetapi manusia adanya
maka pastilah dia memiliki ilmu kenukilan yang
luar biasa. .
Tepat ketika cahaya pertama kemunculan sang surya
mencuat di ufuk timur, satu bayangan hitam berkelebat
dari lamping kawah sebelah barat. Sesaat kemudian
bayangan ini tahu-tahu telah berdiri di atas satu gundukan
batu panas membara, rangkapkan tangan di atas
dada. Wajahnya yang aneh mengerikan sesaat menatap
pada orang yang masih berkelebat dari satu batu ke
batu lainnya.
Makhluk yang tegak di atas batu sambil rangkapkan
tangan di depan dada itu memiliki wajah luar biasa
aneh dan angkernya. Muka itu seperti muka seekor
burung gagak hitam. Hidung dan mulut jadi satu menyerupai
paruh. Sepasang mata kecil tajam memandang
tak berkesip ke arah orang yang masih saja
melompat dan menendang seolah tidak menyadari
kalau saat itu di dalam kawah dia tidak lagi sendirian.
Ini memberi kejelasan, betapapun tingginya ilmu kepandaian
orang pertama namun masih jauh berada di
bawah makhluk yang barusan datang. Buktinya dia
tidak tahu kehadiran makhluk yang bermuka burung
yang semakin terang sinar sang surya semakin jelas
bentuknya. Dia ternyata adalah seorang nenek aneh
mengenakan pakaian dedaunan kering yang diberi
jelaga hitam.
Kesunyian di dalam kawah Gunung Latinggimeru
itu tiba-tiba meledak oleh suara tawa si nenek bermuka
burung. Saat itulah bayangan yang sejak tadi berkelebat
kian kemari tiada henti menyadari kalau di dalam
kawah ada orang lain. Cepat dia membalikkan tubuh
dan siap menghantam dengan tangan kanannya.
"Seratus hari telah berlalu! Wahai Latandai! Aku
datang memenuhi perjanjian!" Si nenek berseru keras
membuat seantero kawah bergeletar.
"Nenek Hantu Santet Laknat!" orang di seberang sana
keluarkan ucapan lalu cepat-cepat berlutut di atas batu
panas. "Nenek, terima hormatku!"
SI nenek kembali tertawa mengekeh.
"Berdirilah wahai Latandai!"
Orang di atas batu merah membara segera berdiri
tapi cara tegaknya agak membungkuk pertanda dia
masih meneruskan sikap hormatnya pada si nenek
angker.
"Kulihat gerakan tubuh serta kekuatan kakimu telah
maju pesat Latandai! Aku senang! Sekarang, hari
perjanjian telah datang! Kau akan kuberikan ilmu kesaktian
yang selama ini kau inginkan! Apakah kau telah
siap menerimanya wahai Latandai?!"
"Wahai Nenek Hantu Santet Laknat. Aku Latandai
siap menerima ilmu apapun yang akan kau berikan
padaku!"
Si nenek tertawa melengking. "Ilmu Bara Setan
Penghancur Jagat akan segera kau dapatkan! Begitu
ilmu itu menjadi milikmu, maka otakmu ada dalam
otakku. Kau menjadi milikku. Artinya kau berada di
bawah kekuasaanku. Kau harus melakukan semua apa
yang aku kata dan perintahkan. Sekali kau berani
membangkang maka ilmu Bara Setan Penghancur
Jagat akan menghancurkan dirimu sendiri! Kau
mengerti dan paham Latandai?!"
"Aku mengerti. Aku paham wahai Nenek Hantu
Santet Laknat!"
Si nenek tertawa panjang. Di timur langit semakin
terang. "Berdiri lurus-lurus Latandai! Kepalkan dua
tanganmu dan letakkan di samping!"
Lelaki bernama Latandai lakukan apa yang dikatakan
si nenek. Tubuhnya tegak lurus-lurus di atas
batu merah panas. Dua tangan ditempelkan rapat-rapat
ke sisi kiri kanan.
"Kau sudah siap Latandai?!"
"Aku sudah siap Nek!"
"Sungguh?!"
"Sungguh Nek!"
"Ceburkan dirimu ke dalam laharl"
Latandai tersentak kaget mendengar perintah yang
tidak disangkanya itu.
"Nek...."
"Sekali lagi kau dirasuk ragu dan bimbangi Sekali
lagi kau berucap dan menolak berbuat! Maka wahai!
Cukup sampai di sini aku melihatmu! Kalau aku masih
sempat melihatmu maka aku hanya akan melihat rohmu
gentayangan antara langit dan bumi!"
Dinginlah tengkuk Latandai. Dia tahu si nenek tidak
bicara kosong. Dia sadar perempuan tua bermuka
burung gagak itu memiliki kemampuan untuk menghabisinya
semudah dia membalikkan telapak tangan!
Maka tanpa menunggu lebih lama Latandai melompat,
ceburkan diri ke dalam cairan lahar yang mendidih
panas di puncak Gunung Latinggimeru itu!
Sosok Latandai lenyap tenggelam di bawah permukaan
lahar. Di sebelah atas lahar mencuat memercikkan
lidah api. Sepasang mata Hantu Santet
Laknat memperhatikan dengan tajam. Mulutnya komatkamit
seperti merapal sesuatu. Lalu dia berteriak. "Kau
boleh keluar sekarang Latandai!"
Aneh! Walau berada di bawah permukaan lahar
panas dan tebal namun si nenek mampu mengiangkan
perintahnya ke telinga Latandai hingga lelaki itu mendengar
lalu serta meria melesat keluar dari dalam lahar
dan tegak kembali di atas batu panas membara.
Sekujur tubuhnya mengepulkan asap panas dan
berwarna merah seolah udang direbus.
Latandai merasakan sesuatu di atas kepalanya. Dia
meraba ke atas. Dia juga merasa ada kelainan pada
sepasang matanya, dia mengedip-ngedipkan beberapa
kali. Lalu ketika dia memandang ke dada dan perutnya
terkejutlah lelaki ini.
"Nekl Apa yang terjadi dengan diriku!"
Hantu Santet Laknat mendongak lalu tertawa panjang.
"Wahai Latandai! Mengapa kau harus terkejut apalagi
takut" ujar si nenek.
Tubuh Latandai bergeletar. Untuk beberapa saat
lamanya dia tidak bisa membuka mulut. Dia melihat
ada tumpukan batu-batu merah membara sebesar
ujung ibu jari kaki di dada dan di perutnya. Namun dia
tidak dapat melihat bagaimana saat itu telah terjadi
kelainan pada sepasang matanya. Bola matanya yang
sebelumnya hanya ada satu pada masing-masing mata
kini berubah menjadi dua dan berwarna merah seolah
terbuat dari bara! Dia bisa meraba tapi tidak melihat
bagaimana kepalanya seolah telah dibabat sebatas
kening lalu di atas kepala yang sebelumnya ada otak,
batok kepala dan rambut itu kini dipenuhi oleh tumpukan
batu-batu merah menyala!
"Latandai!" seru Hantu Santet Laknat! "Sekarang
kau telah memiliki ilmu kesaktian yang disebut Bara
Setan Penghancur Jagat!"
"Nek!" kejut Latandai sampai keluarkan seruan
tertahan saking tidak percayanya.
Hantu Santet Laknat kembali mengekeh. "Di tubuhmu,
mulai dari kepala sampai ke pusar kini terdapat
dua ratus bara api! Itu sebabnya mulai saat ini kau
kuberi nama Hantu Bara Kaliatus! Batu-batu bara itu
akan menjadi senjata yang ikut kemana kau pergi! Kau
akan melihat wahai Latandai! Sekali kau mencabut
bara itu dan menghantam lawan, sulit bagi musuh
untuk selamatkan diri dari Kematian! Di masing-masing
matamu kini ada dua bola mata berbentuk bara api.
Jika kau pentang dua matamu lebar-lebar dan hentakkan
rahangmu maka empat larik sinar merah sepanas
api neraka akan menebar maut! Kalau kau tidak
percaya silahkan coba. Palingkan matamu ke arah batu
besar di sebelah sana! Kau sanggup menghancurkan
batu itu dengan sinar bara setan yang ada pada dua
matamu!"
Latandai putar tubuhnya. Palingkan muka dan
sepasang matanya ke arah batu besar menyembul di
permukaan kawah yang barusan ditunjuk si nenek.
Dalam keadaan tak berkedip Latandai katupkan rahangnya.
Gigi-giginya bergemeletukan. Saat itu juga
empat larik sinar semerah bara menyala berkiblat!
Melesat dan menyambar ke arah batu besar di permukaan
kawah.
"Byaaarrl"
Batu merah menyala itu hancur berantakan, lenyap
dari permukaan lahar. Yang kelihatan kini hanyalah
kepulan asap! Melihat hal itu Latandai segera berpaling
dan jatuhkan diri berlutut. "Nenek Hantu Santet Laknati
Aku menghatur ribuan terima kasih. Kau...."
Si nenek potong ucapan Latandai dengan tawa
bergelak lalu berkata. "Kau sudah kuberikan ilmu Bara
Setan Penghancur Jagatt Sekarang mari kita mengatur
perjanjian dan perintah! Harap kau dengar baik-baik
wahai Hantu Bara Kaliatus! Setiap aku memberi perintah
aku bisa langsung muncul di hadapanmu atau
hanya mengirimkan dari kejauhan melalui angin dengan
ilmu yang disebut Ilmu Menyadap Suara Batin.
Sekarang aku mulai dengan perintah-perintahku Latandai!
Setiap perintah harus kau lakukan tanpa pernyataan
karena otakmu ada dalam otakku! Kau berada
dalam kekuasaanku! Pertama kau harus mencari seorang
manusia bernama Lakasipol Aku tak perlu menerangkan
siapa adanya manusia itu. Kau kenal dia
karena dia dulunya adalah Kepala Negeri Latanahsilam."
"Aku tahu dan aku kenal Lakasipo. Perintah akan
kujalankan Nenek Hantu Santet Laknat!" kata Latandai
yung kini telah diberi nama Hantu Bara Kaliatus!
.....
"Perintah ke dua! Kau harus membunuh Luhsantini
Istrimu sendiri...."
"Nek!" Latandai terkejut dan sampai keluarkan
teman.
"Jahanam! Aku sudah katakan tak ada pertanyaan"
Bentakan si nenek menggetarkan Seantero kawah
Gunung Latinggimeru.
"Maafkan aku Nek..." ujar Latandai yang jadi kecut
melihat tampang si nenek dan mendengar bentakannya
yang dahsyat.
"Aku mempunyai alasan mengapa menyuruhmu
membunuh Luhsantini. Karena dia seorang istri tidak
berbudi dan tidak setia! Luhsantini pernah berhubungan
badan dengan seorang pemuda bernama Lasingar,
kerabatmu di Latanahsilam. Selain itu dia juga bermain
cinta dengan Hantu Muka Dua! Apa perlunya kau
mempunyai seorang istri seperti itu!"
Latandai merasakan tubuhnya bergetar dan mukanya
mendadak jadi panassampai ke telinga. Dia hendak bertanya
dari mana atau bagaimana Nenek Hantu Santet
Laknat mengetahui hal itu tapi tidak berani membuka
mulut. Apa yang ada dalam pikiran Latandai sudah
terbaca oleh si nenek. Maka dia pun berkata.
"Waktu kau meninggalkan istrimu di kala dia hamil
muda kau sebenarnya telah mengambil satu keputusan
tepat! Berbulan-bulan kau mengelana mencari ilmu!
Kau telah menjadi budak hawa nafsu ingin menguasai
berbagai ilmu kesaktian! Kau hampir jadi orang gila
dan kerasukan roh-roh jahat! Syukur kau bertemu
denganku wahai Hantu Bara Kaliatus! Satu ilmu yang
kuberikan tidak bisa menandingi seratus ilmu kesaktian
yang bisa kau peroleh dari orang lain!"
"Aku mengerti dan aku berterima kasih Nek," kata
Latandai pula.
"Satu hal lagi harus kau ketahui wahai Hantu Bara
Kaliatus! Kalau istrimu dan Lasingar tidak dihabisi maka
mereka kelak akan melanjutkan hubungan tidak
senonoh itu I Berarti akan lahir lagi anak ke dua, anak
ketiga yang bukan darah dagingmu!"
Bergetar sekujur tubuh Latandai mendengar ucapan
Hantu Santet Laknat itu. Walau di lubuk hatinya ada
rasa kebimbangan namun saat itu otaknya telah dikuasai
oleh si nenek hingga dia tidak bisa berpikir
secara jernih, sekurang-kurangnya tekad untuk menyelidik
yang dikatakan si nenek apa benar adanya.
"Kau sudah dengar penjelasan! Kau sudah tahu
kewajiban harus menyingkirkan istrimu! Membunuh
Lasingar! Kau juga patut menghabisi Hantu Muka Dua.
Tapi manusia satu itu adalah bagianku! Jangan kau
berani menyentuhnya! Aku sendiri yang akan membunuhnya!"
"Aku mendengar dan perintahmu akan kujalankan
wahai Nenek Hantu Santet Laknat..." kata Latandai
.....
pula.
"Wahai Hantu Bara Kaliatus! Tugasmu di hari pertama
memiliki ilmu kesaktian Bara Setan Penghancur Jagat
cukup sekian dulu! Laksanakan segera! Jika kau sampai
gagal aku akan muncul untuk menjatuhkan hukuman!"
Hantu Bara Kaliatus alias Latandai membungkuk dan
berkata. "Tugas perintah akan kujalankan! Aku tidak
akan menemui kegagalan. Cuma mohon maafmu.
Apakah keadaan diriku yang seperti ini tidak bisa
dirubah kembali seperti sedia kala?"
Nenek Hantu Santet Laknat tertawa panjang lalu
berkata. "Sudah kukatakan otakmu ada dalam otakku!
Dirimu berada dalam kekuasaanku. Berarti hanya aku
yang bisa mengembalikan dirimu pada keadaan semula!
Setiap ilmu ada syaratnya wahai Latandai. Dan
kini Mnh menerima syarat itu dalam bentuk keadaanmu
seperti saat inil Bila kau memang menginginkan
perubahan bisa saja aku lakukan! Tapi kau harus
menjalankan semua perintahku lebih dulul Kau
mengerti Hantu Bara Kaliatus?!"
"Aku... aku mengerti Nek," jawab Latandai walau
dengan suara setengah tertahan dan dada sesak.
Hantu Santet Laknat menyeringai lalu tertawa panjang.
Ketika tawanya lenyap sosoknya tak ada lagi di
lompat Ku. Latandai palingkan kepala. Si nenek tahutahu
sudah berada di lamping kawah sebelah timur.
Berkelebat cepat sekali seolah menyongsong matahari
lalu pupus dari pemandangan.
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 9
ELALANG HIJAU RAKSASA ITU TERBANG
menembus kabut pagi disaat udara masih dingin
menusuk sampai ke tulang sumsum. Di satu
tempat ketinggian binatang ini melayang turun
lalu hinggap di atas sebuah batu besar. Dua
matanya memandang liar kian kemari seolah
meneliti keadaan. Sepasang misainya bergerakgerak
tiada henti.
"Wahai Laehijau, apakah sanggup kau membawa
kami ke puncak Latinggimeru? Seharian sudah kau
melompat dan melayang menerbangkan kami. Aku
khawatir kau keletihan di tengah jalan dan jatuh!" Satu
suara memecah kesunyian di tempat itu. Yang bicara
adalah seorang perempuan muda mengenakan pakaian
kulit kayu halus. Kepala dan wajahnya tertutup
selendang terbuat dari rumput hijau dikeringkan. Perempuan
ini duduk di punggung belalang hijau, menjadikan
binatang raksasa itu sebagai tunggangannya.
Belalang raksasa tundukkan kepala ke bawah lalu
menggeleng pertanda dia mengerti dan menjawab
ucapan tuan penunggangnya.
"Kau sahabatku yang setia wahai Laehijau. Mudahmudahan
para Dewa dan Peri menolong kita hingga
kita bisa selamat sampai ke puncak Latinggimeru...."
Baru saja perempuan ini selesai berucap tiba-tiba
terdengar suara tangisan bayi. Astaga. Ternyata dalam
bungkusan yang didukungnya di tangan kiri, ada sosok
seorang orok yang masih merah karena baru berusia
40 hari. Perempuan ini cepat menimang-nimang bayi
daam bedungan.
"Anakku Lamatahati, berhentilah menangis. Sebentar
lagl kau akan bertemu dengan bapakmu. Sebentar lagi
kau akan menjadi anak yang syah. Punya Ibu dan punya
ayah!" Perempuan itu terus menimang-nimang si bayi
hingga akhirnya berhenti menangis. Sesaat dia mendongak
ke atas, berusaha menembus tebaran kabut
yang menutupi pemandangan. Jauh di atas sana menjulang
tinggi puncak Gunung Latinggimeru yang dari
kawahnya selalu mengepul asap panas berwarna
kemerahan sedang dari perutnya ada suara tiada henti
menggemuruh menggidikkan dan menggetarkan
seantero tempat.
"Laehijau kalau letihmu lenyap bisakah kita melanjutkan
perjalanan?"
Belalang raksasa bernama Laehijau seperti tadi
rundukkan kepalanya dan goyang-goyangkan misainya.
Kaki-kakinya diregang pertanda dia siap melompat.
Perempuan di atas belalang peluk erat-erat bayi
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 10
dalam bedungan. Sesaat kemudian Laehijau telah melesat
ke udara, terbang ke arah ketinggian puncak
Gunung Latinggimeru.
Untuk beberapa saat bayi dalam bedungan tertidur
pulas. Begitu mulai mendekati puncak gunung, udara
yang tadinya sangat dingin kini berubah menjadi panas.
Tubuh Laehijau bergetar menahan panas. Begitu juga
perempuan di atas punggungnya sementara bayi yang
tadi tertidur pulas tersentak bangun lalu menangis
kepanasan.
"Tenang anakku, jangan menangis...." Sang ibu
pergunakan ujung bedungan untuk mengipasi bayinya.
Namun Lamatahati terus saja menangis. Semakin jauh
ke atas mendekati puncak Gunung Latinggimeru hawa
bertambah panas tapi kabut mulai menipis.
Setelah terbang berputar-putar dan mulai sempoyongan,
Laehijau turun di suatu pedataran sempit di tepi
timur puncak Latinggimeru. Dua tombak di depan
mereka terbentang kawah yang permukaannya berupa
lahar mendidih dan mengepulkan asap. Selain itu ada
kabut tebal menebar di sana-sini menutupi pemandangan.
Perempuan di atas punggung belalang hijau memandang
berkeliling lalu menatap lekat-lekat ke arah
kawah gunung batu itu. Cukup lama dia menunggu
dan mencari-cari. Hatinya mulai risau. Orang yang
dicari tidak terlihat sama sekali. Bayi dalam bedungan
terus menangis, tak tahan oleh hawa panas yang keluar
dari kawah.
"Mimpiku memberi petunjuk dia ada di sini. Dua
orang penduduk Latanahsilam memberi kesaksian melihat
dia dalam perjalanan menuju puncak Latinggimeru
ini empat purnama yang lalu. Namun di mana dia
gerangan?" Perempuan di atas belalang hijau membatin.
Pada saat tebaran kabut yang menutupi kawah itu
tertiup angin, berarak ke jurusan selatan maka barulah
dia dapat melihat seantero kawah dengan jelas. Sesaat
perempuan di atas punggung belalang hijau terkesiap
ngeri menyaksikan pemandangan di hadapannya. Namun
rasa ngeri ini berubah menjadi kegembiraan ketika
dia melihat sosok seorang lelaki tegak tak bergerak di
atas sebuah batu besar merah menyala. Dari dua
kakinya hanya yang sebelah kiri menginjak batu. Yang
kanan diangkat dan dilipat ke atas sedang kedua
matanya dipejamkan. Jelas orang ini tengah bersamadi
dengan cara yang aneh.
"Dia mampu berdiri di atas batu api itu! Wahai,
berarti Latandai telah berhasil mendapatkan ilmu yang
dicarinya..." berucap dalam hati perempuan di atas
belalang raksasa. Tapi tiba-tiba hatinya mendadak
tercekat. "Aneh, mengapa ada kelainan kulit pada
dirinya. Kepalanya... tubuhnya.... Kalau saja aku bisa
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 11
mendekat ke sana...."
Spasang mata perempuan di atas belalang raksasa
menatap tak berkedip pada lelaki di atas batu.
“Wahai Lamatahati, apapun yang terjadi dengan
ayahmu,, akhirnya dia kita temui juga...." Perempuan
itu berucap setengah berbisik seraya membelai kepala
bayi dalam bedungan yang sampai saat itu masih terus
menangis. Suara tangisan orok ini tadi sempat membuat
lelaki yang bersamadi di atas batu dalam kawah
menjadi terganggu. Daun telinganya bergerak-gerak.
Pelipis dan rahangnya menggembung. Urat lehernya
tampak mengencang sedang dua kelopak matanya
yang tertutup mengeluarkan getaran-getaran halus.
Hanya dengan menabahkan hati, menutup jalan pendengaran,
lelaki yang di puncak batu tinggi akhirnya
mampu meneruskan samadinya. Namun itupun tidak
bertahan lama karena tiba-tiba dari puncak timur Gunung
Latinggimeru ada suara seman keras, melengking
ke langit, mencuat ke dasar kawah.
"Wahai Latandai suamiku! Puluhan hari aku habisi!
Berbagai negeri aku datangi! Akhirnya kutemui juga
kau ditempat ini! Latandai, buka matamu! Lihat siapa
yang kubawa!"
Hantu Bara Kaliatus yang tegak bersamadi di atas
batu menyala tidak bergerak, juga tidak membuka
sepasang matanya yang terpejam.
"Wahai Latandai! Jangan berpura tidak mendengar
ucapanku! Berhentilah bersamadi barang seketika.
Melompat dan datanglah ke tempat ini! Aku datang
membawa anakmu! Anak kita yang kuberi nama Lamatahati.
Seorang bayi laki-laki bertubuh gemuk sehat.
Pertanda di masa besarnya dia akan menjadi seorang
pemuda gagah kuat berotot seperti ayahnya!" Bersamaan
dengan berhentinya ucapan sang ibu, bayi
dalam bedungan menangis keras.
Di atas batu Latandai merasakan tubuhnya bergetar.
Lehernya menjadi kaku dan telinganya mengiang.
Bagaimanapun dia mencoba, getaran pada matanya tak
dapat dikuasainya. Dia sadar bahwa samadinya tak
mungkin diteruskan. Didahului teriakan menggeledek
sosok Latandai melesat ke atas. Dilain kejap dia telah
berdiri dua tombak di hadapan Laehijau si belalang
raksasa di atas mana duduk perempuan yang
membawa bayi.
Belalang raksasa tersurut mundur. Misainya bergerak-
gerak sementara perempuan yang mendukung
bayi berubah pucat wajahnya dan ketakutan setengah
mati. Tadi sewaktu Latandai masih berada di dalam
kawah dia memang sudah melihat ada kelainan atas
diri suaminya itu. Namun setelah dekat dia tidak mengira
kelainan itu adalah satu kengerian yang dahsyat!
Sepasang mata yang memiliki empat bola mata
laksana
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 12
kobaran api memandang padanya.
"Luhsantini! Perempuan celaka! Beraninya kau
datang kemari! Berani kau mengganggu samadiku!"
Perempuan yang disebut dengan nama Luhsantini
itu sesaat jadi terkesiap. Keningnya berkerut. Dadanya
berdebar dan mulutnya bergetar. Walau takut tapi
dicobanya juga menjawab.
"Wahai Latandai suamiku! Bukan diriku bermaksud
mengganggu samadimu! Aku tidak dapat menahan
diri. Ini adalah hari ke empat puluh sejak bayi ini lahir.
Ini adalah hari terakhir kau harus melihat puteramu
dan puteramu melihat dirimu! Ini adalah hari terakhir
kau harus mengusap ubun-ubun di kepalanya pertanda
kau mengakui bahwa Lamatahati adalah anak dari
darah yang keluar dari tulang sumsummu! Jika itu
tidak terjadi, sesuai aturan dan adat Negeri Latanahsilam
maka seumur hidupnya anak ini tidak akan
mempunyai ayah yang syah! Jika dia tidak punya ayah
ayah syah berarti aku bukan pula ibunya yang syahl
Ialu apa akan jadinya anak kita ini kelak? Jika hidup
dia akan menjadi anak setan! Tak layak tinggal di
Negeri Latanahsilam! Jika mati rohnya akan terkatungkatung
antara langit dan bumi! Wahai suamiku Latandai.
Datanglah ke sini. Lihat anakmu! Usap kepala
dan tubuhnya. Cium kening dan pipinya!" Sehabis
berucap seperti itu Luhsantini jadi ngeri sendiri. Dalam
keadaan kepala dan sosok Latandai seperti itu janganjnngan
bayinya akan celaka jika bersentuhan dengan
ayahnya!
Lelaki di atas batu merah menyala menatap dengan
tampang menggidikkan pada perempuan di atas belalang
raksasa itu. Sepasang matanya menyala-nyala.
Terlebih ketika dia melihat bagaimana Luhsantini membuka
kain pembedung bayi lalu mengangkat tinggitinggi
bayi lelaki itu dan bergerak hendak disodorkan
kepadanya.
"Tidaaakk!" Tiba-tiba meledak teriakan dahsyat dari
mulut Latandai. Suara teriakan ini menggema menggidikkan
di dalam kawah Gunung Latinggimeru, menggeletar
sampai ke permukaan puncak gunung, membuat
darah Luhsantini tersirap dan seolah berhenti
mengalir.
"Tidak? Tidak apa maksudmu wahai suamiku Latandai?"
bertanya Luhsantini.
"Bayi itu bukan anakku! Tapi anak haram hasil
hubunganmu dengan Lasingar, jauh sebelum aku mengawinimu!"
Luhsantini merasa seolah berdiri di atas bara api
yang kemudian runtuh dan menghunjam memurukkannya
ke dasar sebuah lobang api!
"Wahai Latandai.... Bagaimana bisa dan teganya
kau berkata seperti itu?! Kita kawin sepuluh bulan
purnama yang lalu. Malam pertama kita berhubungan
.....
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 13
di Bukit Batu Kawin disaksikan orang tua, para sesepuh
Negeri, disaksikan oleh nenek Lamahila dan disaksikan
serta direstui oleh para Dewa dan Peri...."
"Apa yang kau katakan semua benar! Tapi pada
saat aku mengawinimu kau telah berbadan dua akibat
hubunganmu dengan Lasingar! Aku tertipu!"
Luhsantini sampai terpekik mendengar ucapan
Latandai itu. Wajahnya seputih kain kafan.
"Wahai Latandai, demi anak ini aku ikhlas menerima
keadaanmu seperti ini. Demi segala roh yang baik
penjaga langit dan bumi! Demi semua para Dewa dan
Peri penguasa jagat raya! Aku bersumpah tidak pernah
melakukan hubungan hina terkutuk yang tidak terpuji
dengan Lasingar! Pemuda itu hanyalah kerabat sahabat
biasa saja...."
"Kerabat sahabat biasa saja?!" Latandai meludah.
Ludahnya berwarna merah dan mengepulkan asapl
Lalu manusia yang telah berubah menjadi makhluk
mengerikan ini tertawa bergelak.
"Banyak saksi di Latanahsilam yang mengatakan
bahwa dia sering menyelinap ke rumahmu dikala dua
orang tuamu berburu ke hutan atau mencari ikan di
sungai!"
"Latandai.... Sungguh tidak dapat kupercaya semua
ucapanmu! Lasingar sering berada di rumahku karena
dia berobat pada orang tuaku atas penyakit yang telah
lama diidapnya! Jika kau tahu aku ini sudah bernoda
mengapa kau mengawini diriku...?"
"Itu karena aku tertipu! Karena kau menipuku!
Keluargamu menipuku!"
"Wahai Latandai, agaknya Kau yang menipu diri
sendiri! Jika bayi ini sudah kukandung jauh sebelum
kawin denganmu, mengapa dia kulahirkan setelah
sembilan bulan? Jika aku memang punya hubungan
keji dengan Lasingar dan hamil sebelumnya seharusnya
dia lahir lebih cepat dari itu!"
"Luhsantini! Apapun cakapmu! Apapun dalih yang
Iwndak kau ucapkan aku tetap tidak akan mengakui
anak Itu adalah anakku! Dan dirimu yang kotor ini tidak
layak hidup lebih lama! Kau dan anakmu lebih baik
kulempar ke dalam kawah Gunung Latinggimeru!"
Menggigil sekujur tubuh Luhsantini mendengar
kata-kata Latandai itu. Dengan tubuh bergeletar dan
dada menggemuruh dia turun dari punggung Laehijau
si belalang raksasa lalu melangkah ke tepi kawah. Bayi
dalam bedungan terus menangis tiada henti.
"Latandai...!"
"Diam! Namaku bukan Latandai lagi. Aku sekarang
adalah Hantu Bara Kaliatus!"
"Tidak perduli siapapun kau punya nama! Tidak
kusangka sejahat ini hati dan pekertimu! Dengar manusia
keji! Pembalasan dan karma akan jatuh atas
dirimu!" Luhsantini angkat bayi dalam bedungan tinggiTiraikasih
Http://cerita-silat.co.cc/
103 Hantu Bara Kaliatus – Wiro Sableng 212 14
tinggi. Lalu berserulah perempuan malang ini. "Wahai
para Dewa dan para Peri! Wahai semua roh yang ada
di antara langit dan bumi! Bayi ini bayi suci! Tiada dosa
atas dirinya! Bayi ini keluar dari rahimku! Hasil hubunganku
dengan seorang suami bernama Latandai!
Namun hari ini Latandai tidak mengakui kalau Lamatahati
adalah anak darah dagingnya! Para Dewa dan
para Peri serta semua roh! Jatuhkan hukuman atas
diri Latandai! Sengsarakan dia sebelum bayi ini sendiri
menderita karena perbuatannya! Biarkan tubuhnya
seperti itu sepanjang usia! Biarkan dia menderita seumur-
umur dalam keangkuhan dan kesesatannya! Wahai
anakku Lamatahati. Malang nasibmu! Kau tak akan
berayah seumur hidupmu! Aku tak akan diakui adat
sebagai ibumu! Aku memohon kepala ke atas kaki ke
bawah. Kaki ke atas kepala ke bawahi Kalau kelak kau
sudah dewasa para Dewa dan para Peri akan memberi
kekuatan padamul Balaskan sakit hati ibumu! Balaskan
sakit hati dirimu!"
Bayi dalam bedungan menangis keras.
Belum habis gaung suara Luhsantini di puncak
Gunung Latinggimeru, seolah alam mendengar jerit
hati sang ibu yang malang ini tiba-tiba lumpur merah
di dasar kepundan menggelegak keras lalu mencuat
tinggi ke udara. Lidah api membumbung mengerikan.
Lalu seolah jatuh dari langit didahului suara gelegar
dahsyat berkiblat satu cahaya biru, langsung menghantam
sosok Latandai alias Hantu Bara Kaliatus.
Sekujur tubuh lelaki ini seolah dialiri satu sinar biru,
menggeletar hebat dan mengepulkan asap. Hantu Bara
Kaliatus menjerit keras lalu tergelimpang roboh di tepi
kawah.
Luhsantini memeluk bayinya erat-erat. Belalang
raksasa menghentak-hentakkan kakinya seolah memberi
isyarat agar perempuan itu lekas naik ke punggungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar