free counters

Kamis, 26 Mei 2011

Wiro Sableng "PERI ANGSA PUTIH"


104 Peri Angsa Putih 1
BASTIAN TITO
Mempersembahkan :
PENDEKAR KAPAK NAGA GENI 212
Wiro Sableng
PERI ANGSA PUTIH

Sinopsis :
HANTU TANGAN EMPAT PANDANGI WAJAH PERI
ANGSA PUTIH SESAAT LALU BERKATA. "ADALAH
ANEH! WAHAI! BIASANYA PARA PERI YANG DATANG
MEMBAWA BERKAH. KINI JUSTRU ENGKAU SEBAGAI
PERI YANG MEMOHON BERKAH PADA KAKEK JELEK
DAN TOLOL SEPERTI DIRIKU INI!"
"KEK, JANGAN KAU MERENDAH SEPERTI ITU.
KALAU AKU TIDAK YAKIN KAU BISA MENOLONG
TIDAK NANTI AKU DATANG KEMARI...."
"BAIKLAH WAHAI CUCUKU. KATAKAN BERKAH
PERTOLONGAN APA YANG HENDAK KAU MINTAKAN
PADAKU?"
PERI ANGSA PUTIH BUKA GULUNGAN PAKAIAN
PUTIHNYA DI SEBELAH PINGGANG DI MANA WIRO
DAN KAWAN-KAWANNYA BERADA. KETIGA ORANG
INI KEMUDIAN DILETAKKANNYA DI ATAS RUMPUT
BIRU, DI DEPAN BATU DATAR DI HADAPAN SI KAKEK.
HANTU TANGAN EMPAT SAMPAI MELESAT
SATU TOMBAK KE UDARA SAKING KAGETNYA
MELIHAT KETIGA MAKHLUK KECIL DI ATAS RUMPUT
ITU. DARI ATAS SAMBIL MEMANDANG KE
BAWAH DIA BERKATA DENGAN SUARA GEMETAR.
"WAHAI CUCUKU PERI ANGSA PUTIH. KATAMU
KAU DATANG MEMINTA BERKAH PERTOLONGAN
PADAKU. TAPI TAHUKAH ENGKAU BAHWA KAU SEBENARNYA
MEMBAWA BENCANA PADAKU?"
104 Peri Angsa Putih 3


BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
1
INDAHNYA bulan purnama dengan sinarnya yang
lembut terang tidak terlihat di kawasan Telaga
Lasituhitam. Air telaga tetap menghitam, suasana dicekam
kesunyian dan udara terasa dingin pengap. Angin seolah
tidak mau bertiup menyapu permukaan telaga dan
kawasan sekitarnya.
Jauh di bawah dasar telaga, dalam sebuah ruangan
diterangi dua belas obor, yang disebut Ruang Dua
Belas Obor, di atas sebuah tempat ketiduran terbuat
dari batu, duduk satu sosok tubuh aneh yang kepalanya
memiliki dua muka. Satu di depan satunya lagi di
belakang. Muka sebelah depan dan muka sebelah
belakang memiliki raut serta bentuk yang sama, yaitu
wajah tampan seorang lelaki berusia sekitar empat
puluhan. Bedanya yang di depan berkulit kuning sedang di
muka sebelah belakang hitam keling.
Selain keanehan angker pada kepalanya yang
bermuka dua itu, makhluk ini memiliki sepasang mata
yang masing-masing bola matanya tidak berbentuk
bulat melainkan berupa segi tiga berwarna hijau menggidikkan.
Konon bentuk segi tiga bola matanya ini
menjadi pelambang tiga sifat yang dimilikinya hingga
ia dijuluki Hantu Segala Keji, Segala Tipu, Segala Nafsul
Di samping kiri dan kanan ranjang batu tempat orang
bermuka dua duduk, empat orang gadis cantik bersimpuh
di lantai. Mereka mengenakan pakaian dari kulit kayu
namun tak ada artinya sebagai penutup aurat. Selain
tipis, pakaian itu hanya terdiri dari beberapa potongan
kecil yang membuat tubuh keempat gadis itu nyaris
104 Peri Angsa Putih 4
terlihat bugil.
Mahluk bermuka dua, yang punya dua pasang aneh
dan angker ini, tidak sepasangpun dari mata itu
memperhatikankan wajah-wajah cantik dan tubuh-tubuh
elok mulus para gadis yang ada di sekitarnya. Ada dua
pasang mata di sebelah belakang berputar-putar
memandang ke langit-langit ruangan. Sementara dua
mata disebelah depan memandang tak berkesip ke arah
pekarangan. Di dua muka orang di atas ranjang batu itu
jelas terlihat bayangan ketidaksabaran.
Dua mata pada muka sebelah depan sesaat membuka
tambah lebar. Dari mulutnya keluar suara mengeluh “Apa
yang dilakukan perempuan celaka itu! Wahai, masakan
pekerjaan begitu mudah saja dia pergi berapa lama
.Belum muncul sampai saat ini Apa aku harus marah lagi?
Minta darah lagi?!" Dua mata sebelah depan Ini terus
membelalak tak berkedip Memandang ke arah pintu
masuk.
Beda lagi dengan muka ke dua yakni muka berkulit
hitam legam di sebelah belakang. Mulutnya berkomat
kamit. Sesaat kemudian mulutnya berucap. "Janganjangan
perempuan satu itu pergunakan kesempatan
kabur melarikan diri!"
"Wahai! Kalau itu sampai dilakukannya!" menyahuti
mulut sebelah depan. "Alamat dirinya akan menjadi
penghuni Ruangan Obor Tunggal"
'Tunggu...!" mulut muka berwajah hitam keling di
sebelah belakang berkata. 'Tidakkah kau dengar langkahlangkah
kaki halus melintas di Ruang Empat Obor.
Bergerak menuju ke sini!"
Sesaat kemudian di pintu Ruang Dua Belas Obor
melangkah masuk seorang gadis berwajah sangat
cantik. Rambutnya yang hitam digulung di atas kepala
hingga kuduknya yang putih dan ditumbuhi bulu-bulu
104 Peri Angsa Putih 5
halus tersembul memikat. Gadis ini mengenakan pakaian
kulit kayu dicelup jelaga berwarna Jingga, dihias
dedaunan aneka warna di bagian belakang dan dada.
"Lain yang ditunggu lain yang datang! Wahai!" Mulut
sebelah belakang orang di atas ranjang batu berseru.
Wajah di bagian depan tersenyum lebar. "Luhjelita
kekasihku! Wahai! Kutunggu-tunggu kau tak pernah
muncul. Tidak diharap-harap kau tahu-tahu datang!
Wahai! Kau membuat diriku jadi kikuk depan belakang!"
Gadis yang barusan masuk berhenti tiga langkah
di samping kanan ranjang batu. Matanya yang bening
bagus menyapu pada empat sosok gadis di depannya.
Sepasang alis matanya perlahan-lahan naik ke atas.
Mulutnya terkatup rapat-rapat.
"Ha... ha! Kau mulai cemburu!! Wahai!" Mulut sebelah
depan orang bermuka dua berseru. Lalu dia tepukkan
tangannya tiga kali. Melihat isyarat ini empat
gadis cantik yang duduk di lantai serta merta bangkit
berdiri dan tinggalkan Ruangan Dua Belas Obor.
"Kekasihku Luhjelita! Wahai! Berucaplah. Katakan
padaku apa hatimu sedang senang atau tengah
diselimuti kegundahan! Melihat air mukamu, apa yang
selama ini kau cari dan kau rahasiakan padaku masih
belum kau dapatkan! Wahai! Betulkah dugaanku?!"
Gadis berpakaian Jingga dudukkan dirinya di atas
ranjang batu di samping orang bermuka dua. Lalu
dengan suara perlahan lirih yang membuat darah
bergejolak panas dia berkata. "Aku datang karena aku
rindu sokali padamu, wahai Hantu Muka Dua...."
Orang bermuka dua yang duduk di atas tempat
ketiduran batu dan dipanggil dengan nama Hantu Muka
Dua tertawa bergelak.
"Wahai! Rindu adalah penyakit maha nikmat orangorang
bercinta! Akupun tak kalah rindu Luhjelita!" Mulut
104 Peri Angsa Putih 6
sebelah depan berkata lalu kepala dua muka itu bergerak
hendak mencium si gadis. Tapi Luhjelita dengan
sikap manja mendorong dada Hantu Muka Dua dan
jauhkan kepalanya seraya berkata. "Jangan kau membakar
diriku, wahai Hantu Muka Dua. Kulihat kau telah
memiliki teman-teman baru. Siapa empat gadis tadi?'
Hantu Muka Dua pegang lengan Luhjelita. Mulut
berwa|ah hitam di sebelah belakang berkata. "Kita
sudah kenal sejak lama. Bagaimana sifatku kau sudah
tahu Mengapa masih bertanya? Bukankah sudah
kukatakan Wahail Boleh ada seribu gadis cantik di
taklimku tapi yang terpendam dalam hatiku! Wahai!
Hanyalah Luhjelital"
'Kau pandai merayul"
Dua mulut Hantu Muka Dua sama-sama tertawa
keras Ialu yang sebelah depan berkata. "Kau yang
mengajarkan segala rayuan dan kegenitan padaku!
Kau yang telah menghangatkan hati dan membakar aliran
darahku Sekarang wahai! Coba kau ceritakan kabar
apa sa|a yang kau bawa dari luar."
"Aku mau bertanya dulu," ujar Luhjelita. "Waktu
menuju ko sini aku melihat ada satu perempuan
mendekam di balik semak belukar. Tak jauh dari mulut
goa! Kulitnya hitam manis, kulit yang paling kau
gandrungi. Wajahnya cantik dan sosok tubuhnya kencang
pertanda usianya masih sangat muda. Sikapnya seperti
tengah menyelidiki sesuatu dan sebentar-sebentar
mendongak ke langit. Siapa dia?"
"Wahai! Kau tak perlu curiga dan tak usah cemburu,"
jawab mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua.
"Dia adalah Luhtinti, perempuan yang kujadikan matamata!"
"Heh.... Selain kau jadikan mata-mata, lalu kau
jadikan apa lagi? Kau letakkan di bawah mata kakimu
104 Peri Angsa Putih 7
heh...?"
Hantu Muka Dua tertawa lebar. "Wahai Luhjelita.
Kau tahu diriku...."
"Lebih dari tahu!" jawab Luhjelita dengan wajah
merengut sambil menggeser duduk menjauh. "Percuma
saja kau dijuluki sebagai si Segala Keji, Segala Tipu,
Segala Nafsu. Memang aku yang bodohi Sudah tahu
masih bertanya!"
"Luhjelita! Wahai! Jangan merajuk. Bukankah sudah
kubilang cuma kau seorang yang ada di hatiku," kata
Hantu Muka Dua. "Sekarang ceritakan apa saja yang
terjadi di luaran sana."
"Aku hanya akan menceritakan yang ada sangkut
pautnya dengan tugas yang tengah kujalani...."
Hantu Muka Dua kembali hendak tertawa bergelak.
Tapi tak jadi. Dia berkata. "Baiklah. Wahai! Apakah kau
berhasil menemui manusia bernama Latandai yang
tengah mengejar ilmu di kawah Gunung Latinggimeru
itu?"
Luhjelita anggukkan kepala. "Latandai sekarang
memakai nama Hantu Bara Kaliatus. Di kepala, sekujur
dada dan perutnya penuh dengan bara menyala. Berjumlah
dua ratus! Tapi sayangnya setelah kuperiksa
ternyata dia hanya punya satu tahi lalat di bawah
pusarnyal"
Hantu Muka Dua tak dapat menahan tawanya!
“Latandai! Manusia miskin tahi lalat! Ha... ha... ha! Tapi
wahai kekasihku! Kuharap kau jangan putus asa! Cari
lagi, cari lagi, dan aku akan terus membantu. Sampai
akhirnya kau mendapatkan tujuh lelaki yang punya tiga
tahi lalat di bawah pusarnya!"
Mulut sebelah belakang menyambut! ucapan mulut
sebelah depan tadi. "Wahai Luhjelita, menurut
pengintaianku dalam masa seratus tahun mendatang kau
104 Peri Angsa Putih 8
masih akan tetap muda dan cantik. Mengapa kau begitu
bernafsu mengejar ilmu. Bukankah kau mencari tujuh
lelaki dengan tiga tahi lalat di bawah pusarnya itu
sebenarnya ingin mendapatkan ilmu awet muda
sepanjang jaman?'
Sepasang mata Luhjelita membesar. "Dari mana
kau tahu aku tengah mencari ilmu awet muda?!" tanya
si gadis.
"Hantu Muka Dua pandai menduga. Wahai! Dan
setiap dugaanku biasanya tak pernah meleset!"
Luhjelita tersenyum lalu mencibir dan berkata.
"Aku tidak akan mengiyakan atau menidakkan kebenaran
dugaanmu Itu wahai Hantu Muka Dua. Aku
butuh bantuanmu. Siapa saja lagi yang harus
kuselidiki...."
Wajah Hantu Muka Dua depan belakang tersenyum.
"Sedorct nama dan orang bisa kau selidiki. Mengapa kau
tidak berusaha mencari lelaki bernama Lakasipo yang kini
punya dua julukan. Bola Bola Iblis dan Hantu Kaki Batu.
Tapi aku punya satu pesan. Jika kau menemui lelaki itu
dan berhasil menyelidiki, apapun hasil penyelidikanmu
aku minta kau membunuhnya! Paling tidak mengetahui
kelemahan segala ilmu yang dimilikinya!"
Luhjelita menatap wajah sebelah depan Hantu
Muka Dua lalu tersenyum, membuat Hantu Muka Dua
tidak sanggup menahan diri dan angsurkan kepalanya
hendak mengecup bibir si gadis. Wajah mereka hampir
bersentuhan tapi jari tangan kanan Luhjelita telah lebih
dulu ditempelkan di atas bibir lelaki Ku hingga tak
kesampaian menyentuh bibirnya.
"Wahai Hantu Muka Dua. Turut apa yang aku
dengar Hantu Santet Laknat telah turun tangan melakukan
hal yang sama. Kabarnya dia telah menguasai otak dan
jalan pikiran Latandai. Lalu pergunakan tangan Latandai
104 Peri Angsa Putih 9
alias Hantu Bara Kaliatus untuk membunuh Lakasipo.
Mengapa kau harus bersusah payah dan menyuruh aku
melakukan hal itu?"
"Terus terang. Wahai! Aku tidak begitu percaya pada
Hantu Santet Laknat. Nenek satu itu punya rencana
terselubung. Kelihatannya dia ingin...."
"Wahai Hantu Muka Dua, aku tahu maksudmu!
Kau takut Hantu Santet Laknat jatuh hati pada Lakasipo.
Padahal bukankah nenek itu sejak lama jatuh hati
padamu tapi kau seperti tidak pernah mengacuhkan?"
Mendengar kata-kata Luhjelita itu terjadi satu keanehan
pada kepala Hantu Muka Dua. Kepalanya yang bermuka
dua dan berupa wajah dua lelaki usia empat puluh tahun
tiba-tiba berubah menjadi dua wajah orang tua yang air
mukanya pucat putih karena terkejut. Dalam hati Hantu
Muka Dua berkata. "Dari mana perempuan satu ini tahu
ihwal hubunganku dengan Hantu Santet Laknat...."
Keadaan dua muka Hantu Muka Dua seperti dua
orang tua bermuka pucat hanya sesaat. Di lain kejap
dua mukanya kembali seperti tadi yaitu wajah dua lelaki
berusia sekitar empat puluh tahun, satu hitam satu
putih. "Luhjelita'kekasihku! Wahai! Kalau kau sudah
tahu tentang sikap Hantu Santet Laknat terhadapku,
kuharap kau jangan menebar luas apa yang kau ketahui
Itu. Aku menyuruhmu membunuh Lakasipo karena aku
punya firasat, di masa mendatang dia akan menjadi
seorang tokoh sangat berbahaya di kawasan
Latanahsilam.... Maukah kau menolongku wahai
kekasihku?"
Luhjelita tersenyum membuat hati Hantu Muka
Dua menjadi sejuk namun sesaat kemudian darahnya
kembali menggelora. Mulutnya sebelah depan berbisik.
"Berbilang waktu telah berlalu. Berbilang lagi yang akan
datang. Wahai! Kapan kita bisa bersenang-senang
104 Peri Angsa Putih 10
wahai Luhjelita?"
"Saatnya akan tiba, kau harus sabar menunggu..."
kata Luhjelita setengah membujuk sambil memegang
lengan Hantu Muka Dua. "Selain menyelidik Lakasipo,
apa tidak ada orang lain yang menurutmu pantas aku
selidiki keadaan dirinya?"
"Pernah kau mendengar seorang bernama Hantu
Jatilandak?" tanya Hantu Muka Dua.
"Maksudmu makhluk menghebohkan yang tinggal
di kawasan Hutan Lahitamkelam? Beberapa waktu
yang lalu dia telah membantai serombongan orang
yang kabarnya adalah kaki tangan Hantu Lumpur Hijau
yang menguasai sebagian kawasan hutan."
"Betul. Kau selidiki dia. Siapa tahu dia memiliki
tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Tapi hati-hati wahai
kekasihku. Hantu Jatilandak benar-benar makhluk biadab
yang sanggup membantai siapa saja dengan
Ilmunya yang aneh-aneh...."
Aku akan perhatikan ucapanmu wahai Hantu
Muka Dua Sekarang lzinknn aku pergi...."
Tidak sebelum aku boleh membelai dadamu dan
mengecup bibirmu!" kata Hantu Muka Dua pula. Lalu
dua tangannya cepat hendak merangkul. Tapi lagi-lagi
Luhjelita mendahului mendorong dada lelaki itu seraya
berbisik. "Kalau kau mau bersabar sedikit lagi, kelak
aku akan memberikan apa saja yang kau minta...."
"Sayang aku sudah tidak sabar menunggu lebih
lama!" jawab Hantu Muka Dua pula. Sementara dua
mulutnya tertawa bergelak dua wajah di kepalanya
mendadak berubah menjadi dua wajah anak muda
yang sangat tampan. Perubahan ini menjadi pertanda
bagi Luhjelita bahwa Hantu Muka Dua tengah mengalami
puncak hasrat yang menggelora dan berusahamemikat
dengan merubah dirinya sebagai pemuda gagah.
104 Peri Angsa Putih 11
Bersamaan dengan terjadinya perubahan itu tiba-tiba
cepat dua kaki Hantu Muka Dua bergerak ke depan dan
tahu-tahu dua kaki itu telah menggelung pinggul dan
pinggang Luhjelita lalu menariknya hingga hampir saja
gadis itu jatuh menindih tubuh Hantu Muka Dua.
"Kau harus belajar punya kesabaran Hantu Muka
Dua. Ini hadiah untuk kesabaranmu itu!" Luhjelita pergunakan
tangan kanannya mencubit perut Hantu Muka
Dua hingga orang ini menjerit antara kesakitan dan
kegelian. Bersamaan dengan itu Luhjelita gerakkan
tubuhnya ke belakang hingga rangkulan dua kaki Hantu
Muka Dua terlepas.
"Luhjelita tunggu!" berseru Hantu Muka Dua. "Wahai...!"
Tapi Luhjelita telah berkelebat meninggalkan
Ruang Dua Belas Obor.
Hantu Muka Dua terduduk di atas ranjang batu.
Dua mulutnya beberapa lama keluarkan suara menggerendeng.
Lalu mulut sebelah depan berucap perlahan.
"Luhjelita. Wahai! Jangan kau kira aku tak tahu apa
sebenarnya yang tengah kau lakukan dan kau cari.
Aku hanya pura-pura percaya bahwa kau tengah mencari
ilmu awet muda. Tapi aku tahu sebenarnya kau
tengah mencari satu ilmu kesaktian yang langka dan
sangat hebat. Aku akan membantumu mendapatkan
ilmu itu. Aku akan mengikuti saja apa maumu Luhjelita!
Wahai kekasihku! Tapi begitu kau mendapatkannya
aku akan merampasnya dari tanganmu! Ha... ha... ha...!
Percuma aku dijuluki Hantu Segala Keji, Segala Tipu,
Segala Nafsu!"
Hantu Muka Dua usap perutnya yang merah akibat
cubitan Luhjelita tadi. Lalu dia singkapkan pakaiannya
di bagian bawah perut. Dia menyeringai memperhatikan
tiga buah tahi lalat yang menebar berdekatan tepat
di bawah pusarnya.
104 Peri Angsa Putih 12
Hantu Muka Dua bertepuk tiga kali. Empat gadis
cantik yang tadi meninggalkan ruangan itu kini muncul
kembali. Melihat dua muka Hantu Muka Dua yang telah
berubah menjadi wajah pemuda-pemuda tampan, mereka
segera maklum. Hantu yang berjuluk Si Segala Nafsu ini
ingin bersenang-senang.
"Empat gadis cantik! Wahai! Apa kalian siap
melayaniku?"
Empat yang ditanya anggukkan kepala lalu tanpa
menunggu lebih lama sama-sama menghambur ke
atas tempat tidur batu.
* *
104 Peri Angsa Putih 13
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
2
BERSEBELAHAN dengan Ruang Dua Belas Obor
terdapat sebuah ruangan batu redup suram serta bau.
Hantu Muka Dua menyebut ruangan ini Ruang Obor
Tunggal karena hanya diterangi sebuah obor kecil. Siapa
saja yang memasuki atau melewati ruangan itu, pertama
kali pasti akan merasa heran. Perasaan heran ini
kemudian akan segera berubah menjadi ngeri
menggidikkan.
Di lantai ruangan yang lembab dan di sana-sini
diselubungi lumut, terbaring enam sosok tubuh
perempuan. Empat di antaranya sudah sangat tua, hanya
tinggal kulit pembalut tulang. Yang dua lagi masih
muda, walau tubuh mereka kelihatan cukup segar
namun wajah masing-masing pucat pasi seolah tak
berdarah. Enam sosok perempuan itu terbaring
menelentang. Tiga dengan mata terpejam, tiga lagi menatap
ke langit-langit ruangan dengan mata nyalang
mombclalak dan sangat jarang berkedip. Kalau tidak
diperhatikan benar sulit mengetahui apakah enam
sonok perempuan itu masih bernafas atau tidak. Selain
tidak bergerak, keenamnya terbaring dengan mulut
menganga.
Dari langit-langit ruangan pada waktu-waktu tertentu
menetes setitik air yang langsung jatuh dan masuk ke
dalam mulut keenam perempuan itu. Empat erempuan tua
telah puluhan tahun berada di ruangan itu. Dua yang
masih muda baru sekitar dua belas kali bulan purnama.
Keadaan mereka seolah mati tidak hidup pun tidak.
Tetesan-tetesan air telah memanjangkan umur mereka
104 Peri Angsa Putih 14
dalam kesengsaraan itu.
Empat perempuan tua yang ada dalam Ruang
Obor Tunggal itu dulunya pernah menjadi musuh besar
Hantu Muka Dua sedang dua perempuan muda adalah
gadis-gadis di sebuah pemukiman di selatan Latanahsilam
yang diculik untuk dijadikan budak pemuas
nafsu. Berkali-kali dua gadis itu berusaha melarikan
diri dan berkali-kali pula mereka bermaksud membunuh
Hantu Muka Dua namun selalu gagal. Hantu
Muka Dua akhirnya kehilangan kesabaran lalu menjebloskan
keduanya ke Ruang Obor Tunggal. Kalau
saja Hantu Muka Dua tidak mempunyai pantangan
membunuh perempuan, sudah sejak lama keenam
perempuan itu dihabisinya!
Di ats ranjang batu di Ruang Dua Belas Obor,
Hantu Muka Dua terbujur mandi keringat. Saat itu dua
wajah di kepalanya yang sebelumnya berupa wajah
pemuda telah berubah kembali menjadi wajah lelaki
separuh baya. Wajah sebelah depan putih sedang
sebelah belakang hitam keling.
"Malam semakin laruti Wahail Mengapa orang
suruhan kita masih belum kembali!" Mulut sebelah
depan Hantu Muka Dua berucap.
"Mungkin saja perempuan celaka itu benar-benar
telah kabur melarikan diri sejak tadi-tadil" Menyahuti
mulut bermuka hitam.
"Wahai! Jika dia berani berkhianat pertanda akan
bertambah satu lagi penghuni Ruang Obor Tunggal!"
"Aku sudah berkata sebaiknya berpuas-puas dulu
dengan dirinya. Tapi kau malah memberinya tugas di
luar goa."
Pada saat seperti itu Hantu Muka Dua seolah-olah
berubah menjadi dua orang yang berlainan tetapi
memiliki satu tubuh.
104 Peri Angsa Putih 15
"Kau betul," kata mulut sebelah depan. "Kalau dia
datang akan kurendam dia sampai pagi. Ha... ha....ha...!"
"Diam! Jangan tertawa! Aku mendengar langkahlangkah
kaki melintas di Ruangan Obor Tunggali" kata
mulut sebelah belakang.
Tak lama kemudian muncullah seorang gadis berkulit
hitam legam berwajah ayu. Rambutnya yang hitam
panjang tergerai lepas sampai ke pinggul, berkilat-kilat
dan menebar bau harum karena diberi semacam minyak
wangi. Tubuhnya yang padat melenggok bagus ketika
melangkah memasuki Ruang Dua Belas Obor.
"Luhtinti! Wahai!" Mulut sebelah belakang Hantu
Muka Dua berseru. "Apa yang kau lakukan sampai
berlama-lama di luar sana!"
Belum sempat perempuan muda berdada busung
itu menjawab, mulut di sebelah depan menyusul membentak.
"Kau tengah mencari akal hendak melarikan diri
Wahail Apa benar begitu?! Wahai! Jawab!"
Perempuan yang dibentak tampak ketakutan. Lebih
lebih ketika melihat dua muka di kepala Hantu Muka Dua
mendadak berubah menjadi muka-muka mengerikan.
Berupa dua wajah berkulit merah, dilebati kumis, janggut
dan cambang bawuk. Hidung dan mulutnya membesar
bengkak sedang dua matanya menggembung membeliak.
Dari sela bibirnya mencuat sepasang taring. Keadaan dua
wajah Hantu Muka Dua saat Itu tidak bedanya seperti
wajah-wajah raksasa yang menakutkan. Perubahan muka
ini satu pertanda bahwa Hantu Muka Dua berada dalam
keadaan marah.
"Wahai Hantu Muka Dua," gadis bernama Luhtinti
tepat berkata. Suaranya gemetar. "Saya, saya tidak
bermaksud melarikan diri. Saya melakukan apa yang
diperintahkan. Wahai!"
Muka di sebelah belakang menyeringai lalu men104
Peri Angsa Putih 16
dengus. "Kau sudah melakukan perintah! Wahai! Bagus!
Sekarang katakan apa yang telah kau lihat di luar sana!"
"Wahai Hantu Muka Dua, sesuai perintah saya
menatap ke langit. Saya melihat memang bulan purnama
telah muncul menerangi kawasan Telaga Lasituhitam...."
Mulut sebelah muka Hantu Muka Dua menggeram
panjang. Taring-taringnya menyembul mengerikan. Sepasang
matanya yang memiliki bola mata berbentuk
segi tiga hijau membersitkan cahaya menggidikkan.
Mulut sebelah belakang berucap.
"Apa kataku! Wahai! Malam ini tepat tiga puluh hari
Hantu Tangan Empat kau perintahkan pergi ke dunia luar.
Malam ini adalah akhir dari waktu menjalankan perintah!
Dan jahanam itu tidak muncul! Wahai tidak kembali! Aku
tidak tahu bagaimana hasil urusannya ke negeri seribu
dua ratus tahun mendatang" Muka di sebelah belakang
kelihatan bertambah merah.
"Jangan-jangan ada sesuatu terjadi dengannya! Wahai,
bukankah aku biasa memberi peluang sampai tujuh hari
sebagai tambahan?!" ujar mulut sebelah depan.
Dua mata di sebelah belakang memandang ke
langit-langit ruangan, berputar tiada henti. "Aku punya
firasat Hantu Tangan Empat telah gaga! menjalankan
tugas! Dia tidak bisa menemukan Batu Sakti Pembalik
Waktu itu! Wahai! Aku yakin dia sudah berada di Negeri
Latanahsilam! Tapi sembunyi karena wahai! Dia takut
akan mendapat hajaran darimu!
"Wahai! aku menaruh percaya besar padanya! Jika
dia berbuat macam-macam malah sembunyikan diri,
laknat sengsara akan kujatuhkan atas dirinya!" kata
mulut Hantu Muka Dua yang sebelah depan.
"Wahai Hantu Muka Dua," perempuan muda bor
tubuh bagus berkulit hitam manis berkata. "Jika kau
terlalu lama menunggu saya, mohon kiranya maafmul
104 Peri Angsa Putih 17
Namun ada sesuatu yang saya lihat di langit malam di
luar sana dan harus saya beritahukan padamu...."
"Heh...." Mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua
bergumam. Sementara itu perlahan-lahan dua mukanya
yang menyeramkan dan berwarna merah berubah
kembali ke bentukdua wajah lelaki usia empat puluhan.
"Katakan apa yang kau lihat! Tapi wahai! Luhtinti!
Awas! Kalau kau berani mengarang cerita hanya sekedar
membuat diriku senang! Kau tahu, kau lihat apa
yang terjadi dengan enam orang perempuan di Ruang
Obor Tunggal!"
Ruangan Obor Tunggal terletak di sebelah depan.
setiap orang yang menuju atau keluar Ruang Dua Belas
Obor harus melewati Ruang Obor Tunggal hingga dia
pasti akan melihat kengerian yang ada di Ruang Obor
Tunggal Ku.
Perempuan muda di depan tempat tidur batu
menjadi pucat parasnya. Betapakan tidak. Dia tahu
betul yang dimaksud Hantu Muka Dua dengan enam
orang perempuan di Ruang Obor Tunggal ialah enam
orang yang tengah menjalani siksaan mengerikan,
dijadikan mayat hidup. Ke enamnya tergeletak
menelentang di ruangan itu. Tubuh kaku tak bisa bergerak
tak blsa bersuara. Mulut menganga. Dari atas langitlangit
ruangan pada saat-saat tertentu jatuh menetes
setitik air, masuk ke dalam mulut keenam perempuan
itu. Tetesan-tetesan air itulah yang memberi kehidupan,
menyelamatkan nyawa mereka. Beberapa di antara
mereka ada yang telah belasan tahun berada dalam
keadaan seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang
sangat dlbenci oleh Hantu Muka Dua. Empat dari
mereka adalah bekas musuh besarnya. Luhtinti
sebenarnya tahu Hantu Muka Dua ingin membunuh
mereka semua. Namun karena mempunyai pantangan
104 Peri Angsa Putih 18
membunuh perempuan maka terpaksa dia
memperlakukan keenam perempuan tersebut seperti itu.
Mati tidak hidup pun tak ada artinya, tersiksa sepanjang
usia!
"Luhtinti! Lekas bilang apa yang katamu kau lihat
di luar sana!" Tiba-tiba mulut sebelah belakang membentak
hingga semua orang yang ada di situ, termasuk
empat gadis yang duduk bersimpuh di samping ranjang
batu tersentak kaget dan ketakutan.
"Wahai Hantu Muka Dua," ujar Luhtinti. "Saya melihat
sebuah benda putih berleher tinggi, bersayap lebar
melayang berputar berulang kali di atas telaga...."
"Benda putih di atas telaga. Berleher tinggi. Wahai!"
ujar mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua.
Mulut sebelah depan menimpali. "Bersayap lebar.
Wahai! Terbang berputar berulang kali di atas telaga!
Itu adalah seekor angsa putih raksasa! Luhtinti! Apa
kau lihat ada seseorang menunggang benda putih
bersayap lebar yang terbang berputar-putar di atas
telaga itu?!"
"Memang ada saya lihat wahai Hantu Muka Dua.
Seorang berpakaian serba putih. Pakaiannya begitu
panjang hingga sesaat menjela ke bumi sesaat lagi
melayang tinggi seolah menembus langit. Rambutnya
yang hitam panjang berkibar-kibar ditiup angin. Saya
juga seperti membaui sesuatu yang harum "
Sepasang mata sebelah belakang Hantu Muka
Dua menatap berputar-putar ke atas. Di sebelah depan
sepasang mata lainnya mendongak tak berkedip. Lensa
mata yang berbentuk segi tiga hijau kembali membersitkan
sinar aneh. Lalu mulut depan dan mulut
belakang sama-sama berucap.
"Peri Angsa Putih...!"
"Aku tidak takut!" Mulut belakang berteriak.
104 Peri Angsa Putih 19
"Aku juga tidak takuti" berteriak mulut di sebelah
depan. Sesaat dua muka Hantu Muka Dua kembali
berubah menjadi merah dan membentuk tampangtampang
raksasa. Empat taring mencuat. Namun sekali
ini perubahan itu hanya sebentar. Begitu amarahnya
turun, dua wajah Hantu Muka Dua berubah lagi menjadi
wajah-wajah lelaki separuh baya.
Hantu Muka Dua kepal dua tangannya. "Peri satu
Itu memang pernah mengancamku! Lihat saja apa yang
bisa dilakukannya! Kalau dia sampai masuk ke dalam
pelukanku! Hik... hik... hik! Wahai! Habis kukelupas
sekujur tubuhnya dengan lidahku!"
"Taringku akan kutancapkan di bagian-bagian tubuhnya
yang menonjol dan empuk!" kata mulut belakang pula lalu
tertawa gelak-gelak.
"Luhtinti, aku tadinya berburuk sangka. Ternyata kau
menjalankan perintah dengan baik. Wahai! Patut aku
memberi hadiah kesenangan padamu!" kata Hantu Muka
Dua. Yang bicara adalah mulutnya sebelah depan Lalu
makhluk aneh ini usap mukanya dengan tangan kanan.
Saat itu juga muka Hantu Muka Dua sebelah depan
berubah menjadi muka seorang pemuda tampan.
Pemuda itu tersenyum dan lambaikan tangannya
memberi isyarat agar mendekat. Namun Luhtinti tidak
segera bergerak. Sekalipun jelas dia melihat wajah
sebelah depan Hantu Muka Dua telah berubah menjadi
wajah seorang pemuda yang cakap. Walau matanya
terpesona dan hatinya tertarik akan ketampanan dua
wajah lelaki muda itu namun Luhtinti merasa bimbang.
Hal ini rupanya diketahui oleh Hantu Muka Dua. Maka
mulut depan segera berkata.
"Wahai Luhtinti, sekarang mendekatlah. Jangan
biarkan darahku menggelora sampai muncrat dari
ubun-ubun!" dua tangan Hantu Muka Dua terkembang
104 Peri Angsa Putih 20
seperti siap hendak merangkul.
Perlahan-lahan Luhtinti langkahkan kakinya ke
depan. Begitu sosoknya sampai di muka tempat tidur
batu, Hantu Muka Dua serta merta memeluk gadis
berkulit hitam manis ini penuh nafsu. Ketika dia hendak
merebahkan tubuh Luhtinti di atas tempat tidur batu
tiba-tiba Ruang Dua Belas Obor terasa bergetar. Di
kejauhan terdengar suara menderu seperti ada air
mencurah berkepanjangan.
Hantu Muka Dua lepaskan pelukannya. Luhtinti
dibaringkannya di atas tempat tidur batu lalu dia turun
ke lantai. "Wahai! Gerangan apa yang terjadi?!" bertanya
mulut depan.
Getaran di ruangan itu semakin keras. Suara deru
air mencurah terdengar semakin kencang. Lalu ada
hawa panas yang perlahan-lahan seolah memanggang
ruangan itu. Dinding dan langit-langit Ruang Dua Belas
Obor berderik. Nyala api dua belas obor bergoyanggoyang
padahal tak ada angin bertiup.
Empat perempuan cantik yang sejak tadi duduk
bersimpuh di lantai tak dapat menahan rasa takut.
Mereka bangkit berdiri, memandang pada Hantu Muka
Dua lalu berpaling ke arah jalan keluar. Luhtinti sendiri
saat itu telah turun pula dari atas tempat tidur batu,
bergabung jadi satu kelompok dengan empat perempuan
lainnya.
"Kalian semua tetap di sini! Jangan ada yang berani
keluar! Aku akan menyelidik!" Mulut Hantu Muka Dua
sebelah belakang berkata. Lalu Hantu Muka Dua cepat
berkelebat meninggalkan tempat itu. Lima orang
perempuan yang berada dalam ketakutan mana mau
tetap berada dalam ruangan yang semakin digoncang
getaran dan semakin panas itu. Kelimanya berhamburan
lari menuju jalan ke luar. Luhtinti di depan sekali.
104 Peri Angsa Putih 21
BAST1AN TITO
Peri Angsa Putih
3
HANTU MUKA DUA melompat ke atas sebuah gundukan
batu di satu tempat ketinggian di sebelah timur Telaga
Lasituhitam. Begitu dia melayangkan mata, memandang
ke bawah tersentaklah makhluk bermuka dua ini. Dua
mata di depan dan dua mata di belakang membeliak. Di
samping rasa terkejut yang amat sangat, pada dua wajah
Hantu Muka Dua jelas terlihat bayangan amarah. Dua
wajahnya berubah menjadi dua wajah orang tua bermuka
pucat pasi. Sesaat kemudian wajah-wajah ini berubah
pula menjadi dua muka raksasa berwarna merah
menyeramkan. Bola-bola matanya yang berbentuk
segitiga menyorotkan sinar hijau angker.
Saat itu terjadi sesuatu yang luar biasa di Telaga
Lasituhitam. Di bawah penerangan rembulan, Hantu
Muka Dua melihat pinggiran utara telaga yang
sebelumnya dipagari batu-batu serta pohon-pohon besar
kini seolah jebol. Batu-batu besar lenyap entah kemana
sedang pohon-pohon bertumbangan malang melintang.
Sebuah celah selebar dua puluh tombak membentuk parit
besar, menurun ke bawah. Melalui parit Ini air telaga hitam
mengalir deras. Suara aliran air yang menderu keras inilah
yang tadi terdengar dan membuat kawasan itu bergetar
hebat sampai ke Ruang Dua Belas Obor di tempat
kediaman Hantu Muka Dua yang terletak tepat di bawah
telaga.
"Wahai!" Hantu Muka Dua keluarkan suara tertahan.
"Apa yang terjadi?! Tidak ada gempa, tidak ada topan dan
hujan! Mengapa batas telaga di arah utara jebol begitu
104 Peri Angsa Putih 22
rupa!"
"Sebentar lagi telaga ini pasti akan menjadi kering
Wahai!" Mulut sebelah belakang Hantu Muka Dua ikut
bicara.
Baru saja Hantu Muka Dua berucap seperti itu
mendadak dari arah pinggiran telaga sebelah selatan
terdengar suara menggemuruh. Hantu Muka Dua palingkan
kepala. Serta merta dua mulut makhluk ini
berteriak keras. Dua pasang matanya membuka lebar
seperti mau memberojol keluar.
"Wahai! Apa Negeri ini mau kiamat!" seru mulut
Hantu Muka Dua sebelah depan.
"Aku tidak bisa bertahan lama di sini! Sebentar
lagi tempat celaka ini akan jadi neraka! Jahanam betul!"
Saat itu kalau di arah utara air hitam dari telaga
mengalir deras hingga dalam waktu singkat Telaga
Lasituhitam nyaris kering airnya, maka dari jurusan
selatan menggemuruh cairan berbentuk lahar panas!
Sesekali ada lidah api mencuat ke udara disertai batubatu
besar berwarna merah menggelinding dan bersama-
sama cairan lahar masuk ke dalam telaga. Telaga
yang barusan terkuras airnya dan hampir kering kini
digenangi dan dipenuhi cairan panas berwarna merah
itu. Udara serta merta menjadi panas luar biasa.
"Lahar panasi Wahai! Dari mana datangnya? I"
teriak mulut Hantu Muka Dua sebelah depan.
"Lahar seperti itu hanya ada di kawah Gunung
Latinggimeru!" menyahuti mulut sebelah belakang.
"Pasti lahar ini datang dari sana! Tapi bagaimana hal
ini bisa terjadi?! Wahai! Padahal Gunung Latinggimeru
tidak meletus!"
"Lihat!" mulut Hantu Muka Dua sebelah depan
berteriak seraya tangan kanannya menunjuk ke utara.
"Batu-batu besar dan pohon-pohon raksasa di pinggiran
104 Peri Angsa Putih 23
telaga sebelah utara kembali muncul! Menutup
lompat yang tadi jebol. Menahan cairan lahar!! Uhhh...!
Panasnya tempat ini! Sebentar lagi Telaga Lasituhitam
akan digenangi lahar merah mendidih! Di sini saja
panasnya seperti di neraka! Apa lagi di tempat kediamanku
yang terletak di bawah telaga!" Saat itu
sekujur tubuh Hantu Muka Dua basah oleh keringat
akibat hawa panas luar biasa yang keluar dari dalam
telaga. Makin tinggi cairan lahar mendidih, makin
bertambah panasnya udara.
Bisingnya deru lahar panas yang mencurah masuk
ke dalam telaga tiba-tiba ditingkahi oleh suara menggemuruh
dahsyat. Kawasan sekitar telaga bergetar
hebat. Lahar panas di bagian tengah telaga menderu
ke bawah, seolah memasuki sebuah lobang raksasa.
"Wahai!" teriak mulut Hantu Muka Dua depan
belakang. Dua muka raksasanya langsung berubah
menjadi dua muka kakek-kakek pucat pasi. "Dasar
telaga amblas! Tempat kediamanku tertimbun lahar!
Empat gadis itu! Wahai! Luhtinti! Wahai! Mati mereka
semua!"
"Apa perduliku!" teriak mulut sebelah belakang.
"Apa di negeri begini luas hanya ada Luhtinti dan empat
gadis itu? Aku masih bisa mencari gadis-gadis cantik
lainnya untuk mengumbar nafsu!"
"Kau betul!" menjawab mulut yang di depan. Lalu
dua mulut itu tertawa gelak-gelak. Sungguh luar biasa.
Dalam kengerian mencekam begitu rupa Hantu Muka
Dua masih bisa tertawa bergelak.
Sudut mata Hantu Muka Dua melihat lima sosok
tubuh bergerak mendekati tempat ketinggian itu. Melihat
siapa yang datang Hantu Muka Dua pencongkan
mulutnya. Mereka ternyata adalah Luhtinti dan empat
gadis cantik. "Mereka lolos! Tak jadi mampus mereka
104 Peri Angsa Putih 24
rupanya! Ha... ha... ha!" Mulut sebelah belakang ber
ucap dan kembali tertawa.
Saat itu dalam keadaan pakaian tidak karuan dan
tubuh basah oleh keringat dan dikotori tanah, Luhtinti
dan empat gadis yang berhasil keluar selamatkan diri
dari Ruang Oua Belas Obor, tersungkur jatuh di kaki
batu. Dada mereka yang nyaris tidak tertutup bergerak
turun naik sedang wajah masing-masing pucat keringatan.
Seolah tidak perduli akan kehadiran lima gadis itu
mulut Hantu Muka Dua sebelah depan berkata.
"Ini pasti ada yang punya pekerjaan! Hendak mencelakai
diriku! Hendak membunuhku! Siapa bangsat
haram jadahnya!"
Mulut sebelah belakang menjawab. "Aku tidak
perlu bertanya, tak perlu menduga. Lihat ke langit, ke
arah rembulan!"
Hantu Muka Dua dongakkan kepalanya sebelah
depan, memandang ke langit. Benar saja, di arah bulan
purnama tampak sebuah benda putih mengapung di
udara.
Benda ini adalah seekor angsa raksasa berwarna
putih. Sayapnya bergerak-gerak perlahan tapi sosok
tubuhnya tetap tidak bergerak, sengaja mengapung di
udara. Di atas punggung angsa raksasa bermata biru
ini duduk seorang gadis berwajah cantik seolah bidadari.
Pakaiannya berupa gulungan kain putih halus
yang melambai-lambai di udara malam. Rambutnya
panjang hitam, tergerai dalam tiupan angin. Bila diperhatikan
dekat-dekat ternyata gadis ini memiliki sepasang
bola mata berwarna biru.
"Peri Angsa Putih! Wahai! Jadi dia yang punya
pekerjaan..." desis mulut Hantu Muka Dua sebelah
depan. Sepuluh jari tangannya digerakkan hingga me104
Peri Angsa Putih 25
ngeluarkan suara berkeretatan. Lalu teriakan keras
menggeledek dari mulutnya.
"Peri Angsa Putih! Wajahmu cantik! Tapi hatimu
jahat! Wahai! Mengapa kau rubah Telaga Lasrtuhitam
menjadi kawah panas mendidih! Padahal kau tahu
Kediamanku berada di bawah telaga itu! Kau telah
memusnahkan tempat kediamanku!"
Di atas punggung angsa putih, gadis cantik yang
dipanggil dengan nama Peri Angsa Putih mengulum
senyum. "Hantu Muka Dua! Berbilang hari berbilang
minggu. Berbilang bulan berbilang tahun! Sudah berapa
kali aku memberi peringatan padamu agar merubah diri
dan jalan hidup! Agar merubah pekerti dan
perbuatan! Tapi semua himbauan itu tidak kau dengarkan!
Kau punya empat telinga! Tapi seolah tuli!
KAU punya empat mata tapi seperti buta! Di usiamu
yang sudah ratusan tahun ini kau masih saja berbuat
Jahat. Menimbulkan bencana dan aniaya bagi orangorang
tak berdosa. Dengan.kehebatan ilmumu kau
memperalat orang lain untuk menimbulkan mala petaka!
Setiap tarikan nafasmu kau selalu mengagulkan
nama besarmu sebagai Hantu Segala Keji, Segala Tipu
Segala Nafsu! Para Dewa dan para Peri telah cukup
sabar. Apa yang aku lakukan malam ini merupakan
satu peringatan kecil bagimu! Aku telah melakukan
atas perintah Peri Bunda, Simpul Agung Segala Peri,
Peri Junjungan Dari Segala Junjungan! Mereka tidak
mau melihatmu berdiam di bawah Telaga Lasrtuhitam!
Karena itu mereka memerintahkan Dewa Air untuk
menguras air Telaga Lasrtuhitam. Lalu Dewa Gunung
diperintahkan menimbun telaga dengan lahar mendidih!
Para Dewa dan Peri tidak ingin melihatmu bercokol
lebih lama di tempat ini. Pergi dari sini dan jangan
berani kembali ke Negeri Latanahsilam. Jika di ke104
Peri Angsa Putih 26
mudian hari kau masih belum berubah diri, maka
hukuman lebih berat akan dijatuhkan para Dewa dan
para Peri atas dirimu!"
"Peri Angsa Putih!" teriak Hantu Muka Dua. Yang
berteriak adalah mulutnya sebelah belakang. "Di malam
bulan purnama seindah ini, tidak sangka kau tegateganya
menjatuhkan malapetaka atas diriku! Kau tidak
sadar! Wahai! Perbuatanmu bukan saja merusak alam,
tapi juga kau telah membunuh enam orang perempuan
yang ada di bawah telaga! Kau bertanggung jawab
atas kematian mereka!"
"Mereka berada di situ sebagai korban kebiadaban-,
mu! Kalau mereka mati maka nyawa mereka adalah
tanggung jawabmu! Enam nyawa akan jadi roh yang
kelak akan gentayangan mencarimu!"
"Peri busuk! Pandainya kau memutar balik lidah
dan ucapan!" teriak Hantu Muka Dua marah. Taringtaring
di mulutnya mencuat menggidikkan. Kulit mukanya
merah seperti saga dan matanya membelalang
memancarkan sinar hijau. Tapi wajah yang marah
beringas itu mendadak sontak berubah menjadi tenang,
malah kini dihiasi senyum. Dan dua wajah Hantu
Muka Dua berubah menjadi dua wajah pemuda gagah.
"Heh..." gumam Peri Angsa Putih dalam hati. 'Tipu
daya apa yang hendak dilancarkan makhluk terkutuk
satu ini."
"Peri Angsa Putih, walau kau seorang Peri tapi aku
percaya kau punya hati dan perasaan. Lebih dari itu
kau punya kemauan dan hasrat...."
"Apa maksud ucapanmu Hantu Muka Dua?" tanya
Peri Angsa Putih.
"Lihat dua wajahku! Pernahkah kau melihat pemuda
segagah diriku saat ini?"
"Aku menilai seseorang tidak dari kegagahannya
104 Peri Angsa Putih 27
wahai Hantu Muka Dua...."
Hantu Muka Dua tersenyum. "Sebagai makhluk
yang punya perasaan dan hasrat, maukah kau bercumbu
denganku?"
Paras Peri Angsa Putih menjadi merah padam.
Jika menurutkan amarahnya saat itu juga mau dia
melabrak Hantu Muka Dua. Tapi dia sadar daiam
menjalankan tugas dari Peri Bunda dia memiliki keterbatasan
dalam berucap apalagi bertindak.
Bukan saja menunjukkan kemarahan, tapi di atas
sana Peri Angsa Putih hanya tersenyum mendengar
ucapan Hantu Muka Dua itu. "Nafsu telah membuat
dirimu lebih bejat dari kutuk neraka. Nafsu terkutukmu
telah menimbulkan malapetaka atas diri banyak perempuan.
Yang terakhir perbuatan kejimu terhadap
Luhsantlni, istri Latandai. Tapi ketahuilah wahai Hantu
Muka Dua. Kelak nafsu itu sendiri yang akan membakar
dan menghancur leburkan dirimu! Aku akan pergi! Jika
aku menyelidik ke sini lagi dan melihat kau kembali
membangun tempat kediaman di kawasan ini, hukuman
lebih hebat akan menjadi bagianmu Hantu Muka Dua!"
"Wahai! Kau tak akan pernah kembali ke sini Peri
Angsa Putih!" teriak Hantu Muka Dua.
"Oh ya? Wahai! Mengapa bisa begitu?" tanya Peri
Angsa Putih sambil menaikkan sepasang alisnya hingga
wajahnya tampak tambah cantik.
"Karena aku mengambil keputusan membunuhmu
liat Ini juga!" jawab Hantu Muka Dua.
DI atas batu yang dipijaknya Hantu Muka Dua
lantakkan kepalanya. Bersamaan dengan itu dua larik
sinar hijau berbentuk segi tiga berkelebat ke udara.
Belum lagi dua kilatan cahaya itu menemui sasarannya,
Hantu Muka Dua putar lehernya. Mukanya sebelah
balakang didongakkan ke udara. Lalu "set... set!" Dua
104 Peri Angsa Putih 28
kilatan sinar hijau berbentuk segi tiga panjang keluar dari
dua mata Hantu Muka Dua, menderu ganas
kjearah Peri Angsa Putih yang ada di ketinggian belasan
tombak di udara!
"Dasar makhluk keji! Diberi pengampunan dan
peringatan malah nekat menyerang! Sampai di mana
ketinggian ilmumu wahai Hantu Muka Dua?!" berseru
Peri Angsa Putih. Lalu dengan tangan kirinya ditepuk
pinggul angsa putih yang ditungganginya seraya berkata.
"Laeputih! Beri pelajaran pada makhluk tak tahu
diri itu!"
Mendengar ucapan sang Peri, angsa putih bernama
Laeputih keluarkan suara aneh. Lehernya memanjang
lurus ke depan. Bersamaan dengar! itu dua
sayapnya dikepakkan. Dua gelombang angin sedahsyat
topan menggemuruh ke bawah, menyongsong
empat larik sinar hijau yang menyambar dari empat
bola mata Hantu Muka Dua!
Hantu Muka Dua berteriak kaget. Lima gadis yang
ada di dekatnya berpekikan. Pohon-pohon sekitar tempat
itu keluarkan suara berderik lalu rubuh bertumbangan.
Batu besar tempat tadi Hantu Muka Dua tegak berpijak
hancur bertaburan. Lima gadis terpental dan
terguling-guling di tanah.
Di udara terdengar empat letusan dahsyat. Empal
larik sinar hijau berubah menjadi serpihan menyala
dan bertaburan kian kemari. Beberapa serpihan melesat
menyambar sayap angsa putih. Binatang raksasa itu
keluarkan suara menguik panjang. Di beberapa bagian
sayap bulu-bulu putihnya kelihatan rontok berjatuhan.
Beberapa diantaranya tampak hangus kehitaman.
Binatang yang mengapung di udara ini teroleng-oleng kian
kemari.
Peri Angsa Putih menjerit marah. Dia menunjuk
104 Peri Angsa Putih 29
ke bawah! Angsa putih panjangkan lehernya. Dua
sayap dikepakkan. Saat itu juga binatang raksasa itu
menukik cepat ke arah tepian telaga sebelah timur. 01
bawah sana sosok Hantu Muka Dua telah lenyap dalam
kegelapan.
Mata biasa termasuk mata Peri Angsa Putih sekalipun
tak dapat menerobos kegelapan malam. Apalagi
sekitar tepian telaga sebelah timur penuh ditumbuhi
semak belukar dan pohon-pohon besar. Namun
mata Laeputih tak bisa ditipu. Binatang tunggangan
Mei I Angsa Putih ini walaupun dalam kelam masih
sanggup melihat dari ketinggian puluhan tombak. Begitu
melihat sosok Hantu Muka Dua yang berkelebat
ka arah tenggara, Laeputih cepat mengejar. Namun
sosoknya yang besar serta sayapnya yang panjang
tidak memungkinkan angsa raksasa ini terbang rendah,
melayang menerobos kerapatan pepohonan.
Tahu dirinya dikejar, Hantu Muka Dua percepat
talinya dan sengaja memilih jalan yang gelap serta
penuh pepohonan. Di satu tempat dia lari memutar
maksudnya hendak menipu angsa pengejar. Tapi tak
berhasil. Begitu sempat melihat bayangan sosok tubuh
yang yang dikejarnya di bawah sana, Laeputih menukik
lalu kuncupkan dua sayapnya. Lima tombak dari
sosok Hantu Muka Dua, Laeputih gerakkan kepala dan
paruhnya Sekali bergerak pinggang Hantu Muka Dua
masuk ke dalam japitan paruhnya yang panjang. Begitu
mulut dikatupkan tak ampun lagi tubuh Hantu Muka
Dua pasti akan terkutung dua. Tapi justru saat itu Peri
Angsa Putih keluarkan seruan tertahan.
"Laeputlhl Benda apayang kau jepit di mulutmu?!"
Angsa putih keluarkan suara menguik panjang.
Dalam penglihatan Peri Angsa Putih, benda yang digigit
laeputih dalam mulutnya adalah batangan potongan kayu,
104 Peri Angsa Putih 30
bukan sosok Hantu Muka Dua.
"Iekas kau lepaskan batang kayu tak berguna itu
Laeputih Kita harus mengejar Hantu Muka Dua. Jika
terlambat bertindak pasti dia berhasil melarikan diri!"
Mendengar kata-kata Peri Angsa Putih kembali
Laeputih keluarkan suara menguik pertanda dia
sebenarnya tidak suka melakukan apa yang diperintahkan
sang Peri namun tak berani membantah. Dari ketinggian
tiga tombak Laeputih lepaskan benda yang digigit di
paruhnya. Benda ini jatuh bergedebukan ditanah. Laeputih
meneruskan terbang rendah dan berputar-putar. Namun
sosok Hantu Muka Dua tidak kelihatan lagi.
"Wahai Laeputih! Kita kena dibodohi! Hantu Muka
Dua berhasil melarikan diri!"
Laeputih menguik keras.
'Tak usah kecewa Laeputih," kata Peri cantik itu
sambil usap leher tunggangannya. "Masih banyak waktu
untuk menjatuhkan hukuman pada makhluk jahat itu.
Putar terbangmu. Kita kembali saja, tapi terbang sekali
lagi di atas telaga Lasituhitam...."
Laeputih tegakkan ekornya ke samping kiri. Angsa
raksasa ini berputar di udara, kembali terbang ke arah
telaga.
Di bawah sana, dalam rimba belantara yang gelap,
batang kayu yang tadi dilepaskan Laeputih dari gigitannya
kelihatan bergerak. Jika lebih diperhatikan ternyata benda
itu bukanlah batang kayu melainkan sosok Hantu Muka
Dua. Sambil bergerak bangkit Hantu Muka Dua tertawa
mengekeh.
"Peri Angsa Putih, ternyata aku si Hantu Segala
Tipu masih bisa memperdayaimul Ha... ha... ha! Lain
saat kau akan menerima Segala Keji dan Segala Nafsu
dariku!"
104 Peri Angsa Putih 31
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
4
MATAHARI belum lama tersembul di permukaan bumi.
Lakasipo tegak terheran-heran di tepi timur Telaga
Lasituhitam. "Aneh... aneh... anehi" katanya berulangulang.
"Apa yang aneh, Lakasipo?' tanya Pendekar 212
Wlro Sableng. Saat itu bersama Naga Kuning dan Si
Setan Ngompol dia berada dalam sebuah jaring akar
kayu yang dilekatkan ke bahu kanan Lakasipo. Bukan
saja mereka bisa menghirup udara segar serta luas
pemandangan tapi yang lebih penting kini mereka bisa
bicara dan didengar karena dekat telinga Lakasipo.
"Wahai tiga saudaraku! Apakah kalian tidak melihat
keadaan air telaga itu? Ini telaga Lasituhitam. Dulu
airnya berwarna hitam. Tapi hari ini kulihat telaga ini
isinya adalah lahar mendidih!"
"Mungkin saja di bawah telaga ada kawah gunung
api..." kata Setan Ngompol.
"Yang jelas pagi ini kita tak bisa mandi..." kata
Lakasipo yang dijuluki Bola Bola Iblis alias Hantu Kaki
Batu.
"Duk... duk... duk... dukkk!" Setiap langkah yang
dibuat Lakasipo mengeluarkan suara keras dan menggetarkan
tanah. Sekali lagi Lakasipo perhatikan keadaan
di sekitarnya. Dia melihat batu-batu di tepi telaga
banyak yang hancur dan seolah terbungkus lapisan
hijau aneh. Lalu pohon-pohon banyak yang bertumbangan.
Selagi dia menduga-duga apa yang telah
104 Peri Angsa Putih 32
tarjadi tiba-tiba di sebelah sana kuda tunggangannya
Laekakienam meringkik keras.
"Dukkk... duk... dukkk." Lakasipo melangkah mendekati
kuda hitam berkaki enam Ku. Ternyata binatang
ini tengah menjilati sosok seorang gadis berkulit hitam
manis berwajah ayu yang tergeletak pingsan di tanah.
Di dekat sKu masih ada empat gadis lainnya. Berada
dalam keadaan sama seperti yang tengah dijilati Laekakienam.
"Wahai! Tambah lagi satu keanehan di tempat ini!"
kata Lakasipo. "Lihat! Kudaku menemukan lima orang
gadis cantik bergeletakan di tanah!"
"Sebenarnya aku sudah melihat dari tadi..." kata
Naga Kuning pula.
"Lalu mengapa tidak kau beri tahu padaku?!" ujar
Lakasipo.
"Soalnya siapa mau melewatkan pemandangan
luar biasa seperti ini. Lima gadis cantik tergeletak di
tanah. Dalam keadaan tubuh hampir tidak tertutup...."
Berkata Setan Ngompol sampai tertawa cekikikan dan
menahan kencing.
"Kau tua bangka gatal mata! Bagaimana kalau lima
gadis itu sampai tidak keburu dKolong dan menemui
ajal?!"
"Kami tahu lima gadis Ku cuma pingsan," kata
murid Sinto Gendeng.
"Wahai! Jelas kalian bertiga sudah bersekongkol
rupanya!" Lakasipo tak mau lagi bicara. Dia dekati gadis
yang berkulit hitam manis dan tengah dijilati Laelakienam.
Setelah memeriksa keadaan gadis ini Lakasipo
berpindah pada empat gadis lainnya. Seperti yang
dikatakan Wiro kelima gadis tak dikenal itu memang
berada dalam keadaan pingsan.
'Turunkan kami, biar kami bisa ikut menolong!''
104 Peri Angsa Putih 33
kata Naga Kuning.
"Bocah tengill Aku tahu yang ada di benakmu!
Kau ingin melihat tubuh mereka lebih dekat. Kalau bisa
mau merabai" tukas Lakasipo.
Naga Kuning cuma bisa cemberut. Setan Ngompol
tertawa lebar sedang Pendekar212Wiro Sableng garukgaruk
kepala. Lalu Wiro berkata. "Lakasipo, kalau kau
mengerahkan tenaga dalam lalu memijat bagian-bagian
tertentu tubuh mereka, lima gadis itu pasti akan
lebih cepat siuman...."
Lakasipo tidak perdulikan ucapan Wiro. Dia sibuk
mencari pohon berdaun lebar. Dengan daun-daun yang
kemudian dirangkai-rangkainya satu sama lain dia
menutupi bagian-bagian penting tubuh kelima gadis itu.
Selesai melakukan 'itu baru Lakasipo berkata. "Nah
Wiro. Sekarang katakan bagian tubuh mana yang
kupljat agar lima gadis cantik ini segera siuman...."
"Baiknya jangan kau beri tahu," bisik Naga
Kuning."Kalau dia berhasil menolong lima gadis itu,
paling-paling dia yang bakal dapat puji sanjungan. Kita
tetap begini saja!"
"Betul," ikut berbisik Setan Ngompol. "Biar kita saja
yang melakukan."
"Kalian bocah dan kakek sama saja konyolnya!"
ujar Wiro. Lalu pada Lakasipo dia memberi tahu agar
lelaki Itu memijat urat besar di sebelah kiri atau kanan
leher kelima gadis. Setelah mengalirkan tenaga dalamnya
ka tubuh lima gadis itu, seperti yang dikatakan
Wiro, Lakasipo lalu memijat urat besar di leher mereka.
Situ persatu mereka sadarkan diri. Setelah memandang
berkeliling, dengan terheran-heran mereka menatap
Lakasipo.
"Orang gagah berkaki batu," kata gadis berkulit
Hitam manis. "Bagaimana kami bisa berada di tempat ini,
104 Peri Angsa Putih 34
Kau siapa...?"
"Bagaimana kalian berada di tempat ini mana aku
tau. Kailan berlima kutemukan tergeletak pingsan.
Coba kalian ingat-ingat. Apa yang terjadi sebelumnya
dengan kalian.... Dan kau gadis hitam manis, siapa
namamu."
"Aku Luhtinti. Malam tadi aku dan empat kerabat
ini berada di Ruang Dua Belas Obor di bawah Telaga
Lasituhitam...." Lalu Luhtinti menceritakan apa yang
masih sempat diingatnya.
"Tidak bisa tidak, semua yang terjadi ini adalah
kehendak Para Dewa dan Peri," kata Lakasipo begitu
selesai mendengar penuturan Luhtinti.
"Orang berkaki batu, karena kau telah menolongku,
aku menghatur banyak terima kasih "
"Kami juga!" kata empat gadis berbarengan. Lalu
salah satu dari mereka berkata. "Sebelumnya kami
berada di bawah kekuasaan Hantu Muka Dua. Karena
kini kami telah bebas dan kau sebagai tuan penolong,
maka kami berempat menyerahkan diri padamu....
Terserah kami mau dibawa kemana. Selain itu mohon
sudi memberi tahu siapa adanya kau tuan penolong
kami."
"Apa kubilang!" kata Naga Kuning sambil menepuk
tangan Wiro. "Kita yang memberi tahu cara menolong,
Lakasipo yang dapat untung! Empat gadis cantik menyerahkan
diri sekaligus padanya! Kita satupun tidak
kebagian! Kita dilupakan begitu saja!"
"Menolong dengan mengharap pamrih tidak ada
gunanya. Lagi pula jika mereka menyerahkan diri padamu,
apa yang bisa kau lakukan? Masuk ke dalam
lobang hidungnya? Nongkrong di tiang telinganya?!"
sahut Pendekar 212. Membuat Naga Kuning dan juga
Setan Ngompol terdiam.
104 Peri Angsa Putih 35
"Namaku Lakasipo," kata Lakasipo menjawab pertanyaan
Luhtinti tadi. "Luhtinti, jika benar kau dan empat
gadis itu sebelumnya berada di tempat kediaman Hantu
Muka Dua, kau tahu di mana orang itu kini berada se
karang?'
Luhtinti menggeleng. Gadis yang empat ikut-ikutan
menggeleng. "Mungkin ada satu hal yang perlu
kuberitahu," kata dara ayu berkulit hitam manis ini.
"Sebelum terjadinya peristiwa hebat di telaga, aku
diperintahkan Hantu Muka Dua untuk menyelidiki keadaan
di luar kediamannya. Apakah bulan purnama
muncul malam tadi atau tidak. Ternyata purnama penuh
memang kelihatan di langit tadi malam...."
"Apa perlunya Hantu Muka Dua menyelidiki hal
itu? Atau ada sesuatu bersangkut paut dengan bulan
purnama?"
"Aku mendengar Hantu Muka Dua menyebut-nyebut
Hantu Tangan Empat. Agaknya ada satu tugas yang
diberikan pada Hantu Tangan Empat. Tapi Hantu Tangan
Empat tidak pernah muncul menemui Hantu Muka Dua
memberi tahu hasil tugasnya...."
"Mungkin Hantu Tangan Empat gagal menjalankan
lugas," kata Lakasipo.
"Kelihatannya begitu...."
Wiro dan kawan-kawannya yang ada di dalam
jaring dan sejak tadi sudah gatal untuk bicara segera
berseru. "Lakasipo, tanyakan padanya apa dia tahu di
mana Hantu Tangan Empat berada?"
Lakasipo tidak acuhkan permintaan Wiro. Baginya
ada pertanyaan lain yang lebih penting. "Wahai Luhtinti,
kau mungkin mendengar dan tahu, tugas apa yang
harus dilakukan Hantu Tangan Empat?"
"Aku mendengar Hantu Muka Dua menyebut-nyebut
sebuah benda bernama Batu Sakti Pembalik Waktu...."
104 Peri Angsa Putih 36
Air muka Lakasipo berubah. Tapi yang paling
terkejut adalah Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol.
"Lakasipo!" seru Wiro. "Kini tersingkap Hantu Muka
Dua menugaskan Hantu Tangan Empat mencari Batu
Sakti Pembalik Waktu. Itu sebabnya dia masuk ke alam
kami, alam seribu dua ratus tahun di muka alammu
yang sekarang. Kau sudah tahu dari kami Hantu Tangan
Empat tidak berhasil mendapatkan batu sakti itu. Batu
itu sebelumnya ada pada Setan Ngompol. Jatuh di
satu tempat, pertama sekali kami bertiga muncul di
Negeri Latanahsilam ini...."
"Itu sebabnya kami minta bantuanmu mencari batu
itu. Kalau sampai jatuh ke tangan Hantu Tangan Empat
apalagi Hantu Muka Dua, jangan harap kami bisa
kembali ke dunia kami!"
"Lakasipo, untuk sementara lupakan dulu batu itu,"
kata Wiro. 'Tanyakan pada gadis itu apa dia tahu di
mana Hantu Tangan Empat berada."
Sementara itu sejak tadi Luhtinti dan empat gadis
cantik terheran-heran melihat kelakuan Lakasipo. Mereka
memperhatikan sambil sesekali memandang ke arah
bahu kanannya, di mana Wiro, Naga Kuning dan Setan
Ngompol berada dalam sebuah jaring.
"Lakasipo, dari tadi kami lihat kau bicara seorang
diri.... Kau bicara dengan siapa sebenarnya?"
"Ya, jelas bukan dengan kami!" kata satu dari empat
gadis cantik di samping Luhtinti.
"Aku mendengar suara-suara aneh halus. Benda
apa yang ada di atas bahumu, wahai Lakasipo?'
"Kalau kuterangkan kalian pasti sulit percaya. Luhtinti,
apakah kau atau salah satu dari kalian tahu di mana
beradanya Hantu Tangan Empat?"
Baru saja Lakasipo bertanya tiba-tiba di tanah
bergerak satu bayang-bayang besar.
104 Peri Angsa Putih 37
"Siapa yang bertanyakan perihal Hantu Tangan
Empat?!"
104 Peri Angsa Putih 38
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
5
SEMUA orang yang ada di tepi telaga termasuk Wiro dan
kawan-kawannya memandang ke langit. Di atas sana
kelihatan seekor angsa putih besar terbang berputarputar.
Makin lama makin turun ke bawah lalu di satu
tempat mengapung diam di udara.
Diatas punggung angsa putih ini duduk seorang gadis
cantik luar biasa berpakaian gulungan kain putih.
Tubuhnya menebar bau harum.
Sementara Naga Kuning dan Setan Ngompol ternganga
heran, Pendekar 212 Wiro Sableng tegak tertegun di atas
bahu Lakasipo. Matanya menatap sosok gadis cantik di
atas punggung angsa putih.
"Harum bau tubuh dan pakaiannya mengingatkan pada
Bidadari Angin Timur..." kata Wiro dalam hati.
"Kecantikan dan sepasang matanya yang biru
mengingatkan aku pada Ratu Duyung.... Ah, bagaimana
sebenarnya perjalanan hidupku ini! Melihat semua
keanehan gadis cantik di atas angsa terbang itu apa
Mungkin antara dirinya ada sangkut paut dengan Ratu
Duyung? Mungkin, mustahil.... Aku terbenam terlalu
jauh dalam alam pikiranku. Mereka terpisah dalam jarak
waktu seribu dua ratus tahun...."
"Apakah tak ada seorangpun yang mau menjawab
pertanyaanku?' Gadis di atas angsa putih yang mengapung
di udara kembali bertanya. Matanya yang biru
Memandang tajam ke bawah. Dia menatap wajah dan
sosok Lakasipo. Lalu dia juga melihat sesuatu yang tak
104 Peri Angsa Putih 39
bisa dipastikan benda apa adanya yang terletak di
atas bahu Lakasipo.
Seperti tersadar dari sesuatu yang tidak diduga,
Lakasipo cepat menjura lalu letakkan dua tangan yang
dirapatkan di atas kepala.
"Wahai Peri Angsa Putih, Peri Junjungan dan
tercantik di tujuh lapisan langit. Mohon kau sudi menerima
sembah hormat saya. Kehadiranmu sungguh
tidak disangka-sangka. Itu sebabnya saya sampai lupa
menjawab pertanyaan. Mohon maafmu wahai Peri Angsa
Putih. Saya yang rendah ini bernama Lakasipo dari
Negeri Latanahsilam. Adapun hal ihwal yang menyangkut
Hantu Tangan Empat dipertanyakan karena ada tiga
orang saudara saya membutuhkan pertolongannya."
Sepasang mata biru Peri Angsa Putih kembali
menatap wajah dan sosok Lakasipo, lalu seperti tadi
pandangannya beralih pada benda yang menempel di
bahu kanan lelaki itu.
Dalam hati sang Peri berkata. "Lakasipo, sudah
lama aku mendengar nama dan riwayat hidupnya. Baru
sekali ini aku melihat jelas keadaannya. Ternyata dia
seorang lelaki berperawakan kekar, berwajah jantan
dan gagah. Tidak heran ada kecemburuan terselubung
di hati Hantu Muka Dua. Kalau sampai lelaki ini jatuh
ke tangan si nenek Hantu Santet Laknat, heh.... Aku
melihat dua kaki itu. Walau mungkin menyengsarakan
dirinya namun dia memiliki sesuatu yang luar biasa....
Sangat disayangkan kalau lelaki segagah ini jatuh ke
tangan Hantu Santet Laknat atau mungkin.... Aku menyirap
kabar seorang gadis sakti bernama Luhjelita
menginginkan dirinya. Entah untuk maksud jahat atau
maksud baik. Bisa saja Luhjelita berhasil memikat
hatinya dibanding dengan Hantu Santet Laknat Mungkin
aku perlu menemui Peri Bunda dan berterus terang
104 Peri Angsa Putih 40
padanya...."
DI dalam jaring di atas bahu Lakasipo, kakek Setan
Ngompol berbisik pada Wiro dan Naga Kuning. "Hai,
apakah kalian tidak melihat sejak tadi gadis cantik di
atas angsa putih itu memperhatikan diriku?'
Naga Kuning tertawa cekikikan. Wiro tekapkan
tangannya ke mulut menahan tawa.
"Tua bangka edani Kalau sampai Peri itu jatuh
olnta padamu, aku berani digantung kaki ke atas kepala
ke bawahi"
"Aku berani disunat sekali lagi sampai habisi" kata
Wiro pula.
Setan Ngompol tertawa cekikikan. "Kalaupun dia
tidak suka padaku, apa kalian mengira Peri itu suka
pada aalah satu dari kalian? HuhI"
Di atas angsa putih Peri Angsa Putih hendak
berkata. Tapi mendadak urungkan niatnya karena
tiba-tiba matanya melihat ada sesosok tubuh berpakaian
Jingga mendekam sembunyi di bawah sebatang pohon
yang dikelilingi semak belukar lebat.
"Heh.... Baru disebut sudah muncul. Ternyata dia
memang benar-benar mencari Lakasipo. Luhjelita,
gerangan apa maksudmu sebenarnya? Jika kau bermakaud
baik mungkin kau akan mengecewakan diriku.
Jika kau berniat jahat jelas-jelas itu tidak berkenan
di hatiku...."
Di balik pohon besaryang dikelilingi semak belukar
lebat dan terletak tak jauh dari Lakasipo berada memang
mendekam sosok seorang gadis berkulit halus, berwajah
cantik yang bukan lain adalah Luhjelita. Di sebelahnya
mendekam pula sosok seekor kura-kura raksasa coklat
bersayap yang selama ini menjadi tunggangannya.
Seperti dituturkan sebelumnya Hantu Muka Dua yang
menganggap gadis itu sebagai kekasihnya telah
104 Peri Angsa Putih 41
memerintahkan Luhjelita mencari dan membunuh
Lakasipo. Seperti Peri Angsa Putih, selama ini Luhjelita
tidak pernah bertemu muka dan melihat jelas sosok dan
wajah Lakasipo. Ternyata lelaki itu memiliki wajah gagah
walau sepasang kakinya berbentuk aneh, terbungkus oleh
bola-bola batu.
"Kalau dia segagah ini, apakah sampai hatiku
membunuhnya...?' membatin Luhjelita. "Ah! Bagaimana
ini!" Luhjelita garuk-garuk rambutnya berulang
kali. Lalu dia memandang ke atas. "Heh.... Peri Angsa
Putih.... Sepertinya dia telah tahu kehadiranku di tempat
ini. Apakah aku harus terus bersembunyi atau langsung
saja menghadang Lakasipo. Tapi membunuh lelaki itu
sepertinya...."
"Lakasipo...." Tiba-tiba terdengar suara Peri Angsa
Putih dari atas sana. "Setahuku kau dilahirkan sebagai
anak tunggal. Bagaimana sekarang kau bisa berkata
punya tiga orang saudara?'
"Panjang ceritanya wahai Peri Angsa Putih. Tapi
jika kau sudi mendengarkan penuturan saya...."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Tidak sekarang
wahai Lakasipo. Pertolongan apa yang dibutuhkan tiga
saudaramu itu?'
"Mereka ingin kembali ke dunia mereka. Dunia
seribu dua ratus tahun mendatang bagi kita. Jika itu
tidak mungkin, mereka ingin agar diri mereka bisa
dirubah menjadi sebesar manusia di negeri Latanahsilam
ini...."
"Aneh kedengarannya. Saudaramu berasal dari
dunia seribu dua ratus tahun setelah dunia kita. Lalu
saudaramu ingin dirubah menjadi sebesar kita. Memangnya
bagaimana keadaan diri mereka...?"
"Sulit bagi saya memberi tahu wahai Peri Angsa
Putih kalau tidak menerangkan dari pangkal ceritanya...."
104 Peri Angsa Putih 42
"Beberapa waktu lalu Peri Bunda pernah menceritakan
tentang makhluk aneh sebesar jari kelingking
yang entah bagaimana tahu-tahu berada di dunia
kita.... Merekakah yang dimaksudkan oleh Peri
Bunda?"
"Saya yakin memang mereka wahai Peri Angsa
Putih...." Lakasipo lalu ambil jaring akar kayu yang
menempel di bahu kanannya. Wiro, Naga Kuning dan
setan Ngompol diletakkannya di telapak tangan kiri
lalu diperlihatkannya pada Peri Angsa Putih.
Naga Kuning langsung menjura. Setan Ngompol
terbungkuk-bungkuk tekap bagian bawah perutnya.
Hanya Pendekar 212 Wiro Sableng yang tetap tegak
sambil rangkapkan dua tangan di depan dada.
Pari Angsa Putih tundukkan kepalanya, memantang
ke bawah. "Heh.... Tiga saudaramu memang
aneh-aneh wahai Lakasipo. Ada yang sikapnya tengil,
ada yang bau dan ada yang bersikap mau gagah
sendirl...."
"Harap maafkan mereka wahai Peri Angsa Putih.
Mareka berasal dari alam dunia yang berbeda dengan
kita..”
"Jika keadaan dan sikap mereka seperti ini, aku
khawatir Hantu Tangan Empat tak akan mau menolong
mereka," kata Peri Angsa Putih pula.
Mendengar kata-kata sang Peri hampir terlompat
ucapan dari mulut Wiro bahwa Hantu Tangan Empat
Mati mau menolong. Karena waktu di alam dunia
mereka, dia pernah menolong kakek itu. Tapi karena
tadi dirinya sudah disindir sebagai seorang yang bersikap
mau gagah sendiri, murid Sinto Gendeng akhirnya
memutuskan diam saja.
"Perl Angsa Putih, menurut tiga saudaraku, dan
setahuku sendiri, Hantu Tangan Empat selalu bersikap
104 Peri Angsa Putih 43
baik pada semua orang. Aku yakin kakek itu mau
menolong tiga saudaraku. Kalau saja Peri mau
menunjukkan di mana dia berada...."
"Aku tak mungkin memberitahu tanpa ijinnya..."
kata Peri Angsa Putih pula.
"Lakasipol" teriak Wiro. "Dari ucapan Peri Angsa
Putih aku yakin dia tahu di mana Hantu Tangan Empat
Itu berada. Kau harus memaksanya. Ini kesempatan
satu-satunya bagi kami untuk bisa kembali ke dunia
kami!"
"Peri Angsa Putih, saya harap kau mau bermurah
hati menolong tiga saudaraku ini...."
"Maafkan aku wahai Lakasipo. Saat Ini aku belum
bisa menjanjikan apa-apa. Entah di kemudian hari...."
Wiro hentakkan kaki kanannya di atas telapak
tangan Lakasipo. "Lakasipol Katakan pada Peri itu,
setahuku yang namanya Peri bersifat murah hati, penuh
hasrat menolong. Peri yang satu ini Peri sungguhan
atau apa...?'
"Aku tak berani memaksanya wahai saudaraku...."
"Kalau begitu biar aku yang bicara dengannya!
Angkat diriku lebih ke atas...."
"Jaraknya terlalu jauh Wiro...."
"Kalau begitu minta dia turun lebih dekat ke sini,"
kata Wiro pula.
Tapi Lakasipo mana berani memerintah Peri Angsa
Putih.
Di atas punggung tunggangannya Peri Angsa Putih
mendengar ucapan-ucapan Lakasipo. Dia menimbangnimbang
seketika lalu ketika dia siap hendak berucap
tiba-tiba dari balik semak belukar melompat sosok
tubuh seorang gadis berpakaian Jingga.
"Lakasipo! Kita belum pernah bertemu muka! Apakah
diriku cukup layak menemuimu untuk membicara104
Peri Angsa Putih 44
kan satu urusan sangat penting?'
"Dukk... dukkk!"
Lakasipo sampai tersurut dua langkah saking kagetnya.
Sambaran angin orang yang barusan berkelebat bukan
olah-olah kerasnya pertanda dia memiliki ilmu kepandaian
tinggi. Memandang ke depan Lakasipo tercekat melihat
seorang gadis berpakaian Jingga, berwajah cantik dan
memiliki kulit putih mulus serta rambut digulung ke atas.
Potongan tubuhnya yang padat elok membuat nafas
Lakasipo seolah tertahan beberapa lamanya.
"Wahai gadis berpakaian Jingga. Siapakah engkau
dan urusan sangat penting apa yang kau maksudkan?"
bertanya Lakasipo.
Di atas sana paras Peri Angsa Putih langsung
berubah ketika melihat siapa yang muncul. "Gadis genit
tukang rayu itu! Akhirnya berani juga ia memunculkan
diri mendahuluiku! Kalau Lakasipo sampai terpikat dia
bisa celaka... Bagaimana aku memotong pembicaraan
mereka dan memberi ingat lelaki itu."
"Lakasipo!" Peri Angsa Putih berseru. "Pembicaraan
kita belum selesai. Harap kau tidak membuat urusan
baru dulu!"
Di atas telapak tangan Lakasipo Pendekar 212
Wiro Sableng cepat membaca keadaan. "Heh... Peri
Angsa Putih seolah merasa tersisih dengan kemunculan
si cantik berpakaian Jingga ini. Mungkin juga
ada rasa cemburu. Mungkin aku bisa pergunakan
kesempatan agar dia tidak kehilangan muka!" Habis
berpikir begitu Wiro hentakkan kakinya ke telapak
tangan Lakasipo lalu berteriak.
"Lakasipo! Jika kau tidak perdulikan Peri di atas
sana, jangan harap ada yang mampu menolong diriku
dan kawan-kawan. Kalau sampai kami tidak tertolong
karena ulahmu, jangan kira kami masih mau meng104
Peri Angsa Putih 45
anggap dirimu sebagai saudara!"
Diancam seperti itu Lakasipo jadi bingung. Sementara
itu didepannya Luhjelita mulai merayu dengan
melontarkan senyum-senyum memikat. Malah dengan
beraninya sambil memegang lengan Lakasipo gadis
ini berkata. "Lakasipo, namaku Luhjelita. Aku datang
untuk memberitahu kabar yang kusirap. Ada seseorang
inginkan jiwamu...."
"Siapa?!" tanya Lakasipo.
"Tak bisa kukatakan di sini...."
"Jika kau bermaksud baik mengapa berahasia
segala?!" sergah Lakasipo.
"Lakasipo!" Di atas sana Peri Angsa Putih berseru
keras. "Jika kau tidak merasa perlu meneruskan pembicaraan
denganku, aku siap pergi...."
Wiro kembali hentakkan kaki kanannya ke telapak
tangan Lakasipo dan berteriak mengancam. "Lakasipo!
Cukup kita bersaudara sampai di sini! Turunkan aku
dan kawan-kawan ke tanah! Biar kami memilih jalan
sendiri!"
"Wiro, tunggu...." Lakasipo memandang ke depan.
"Luhjelita, saat ini aku...."
Gadis cantik di depan Lakasipo tersenyum manis
lalu berkata. "Aku tidak akan mengganggumu. Aku
tidak mau mengecewakan tiga makhluk aneh yang kau
sebut saudaramu Ku. Aku akan tinggalkan tempat ini.
Tapi satu hari di muka, pada saat matahari terbit
kutunggu dirimu di Goa Pualam Lamerah. Kau akan
menyesal seumur-umur jika tidak menemuiku..."
Tanpa menunggu jawaban Lakasipo, Luhjelita segera
putar tubuh dan berkelebat tinggalkan tempat itu.
Sebelum berlalu dari tepi telaga dia melirik ke atas
sana dan mengulum senyum penuh arti pada Peri
Angsa Putih. Dalam hati gadis ini berkata. "Peri Angsa
104 Peri Angsa Putih 46
Putih, dengan segala kecantikan dan kelebihan derajatmu
jangan mengira kau bakal mendapatkan Lakasipo.
Hatiku terlanjur jatuh padanya pada pandangan
pertama...." Luhjelita kembali ke balik semak belukar
lebat di bawah pohon besar, langsung naik ke punggung
kura-kura lalu melayang terbang dan lenyap di
udara.
*
* *
104 Peri Angsa Putih 47
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
6
DI ATAS punggung angsa putih, Peri Angsa Putih
luruskan jari telunjuk tangan kanannya. Jari ini diarahkan
pada telapak tangan Lakasipo di atas mana Wiro dan dua
kawannya berada. Ketika jari tangan itu tergetar terjadilah
satu hal yang luar biasa. Seperti tersedot tubuh Wiro
melesat ke atas. Belum sempat sang pendekar sadar apa
yang terjadi tahu-tahu dirinya sudah berada di atas
telapak tangan kiri Peri Angsa Putih.
Untuk beberapa lamanya sepasang mata biru sang
Peri menatap memperhatikan sosok Wiro yang hanya
sebesar jari kelingking Ku. Melihat keadaan Wiro sedekat
dan sejelas Ku, sikap Peri Angsa Putih yang
semula tidak acuh kini jadi berubah.
"Wahai, rupanya orang ini masih muda belia. Rambutnya
gondrong. Wajahnya cakap. Ternyata dia lebih
gagah dari Lakasipo. Murah senyum. Kulitnya kuning
bersih. Pandangan matanya lucu. Suka garuk-garuk
kepala. Tubuhnya penuh otot Heh... ada guratan tiga
angka di pertengahan dadanya. Lalu ada sebuah benda
terselip di pinggang celananya. Pakaiannya walau dekil
tapi bukan terbuat dari kulit kayu atau dedaunan seperti
yang dimiliki orang-orang di Latanahsilam. Sikapnya
seenaknya saja, malah agak kurang ajar. Terhadap
diriku dia seolah menganggap sama rata saja. Tapi
mengapa aku mulai tertarik padanya...?"
"Terima kasih, kau tadi telah menyelamatkan
mukaku dari malu besar..." kata Peri Angsa Putih.
104 Peri Angsa Putih 48
Hembusan nafasnya waktu bicara tadi membuat Wiro
terpental hingga hampir jatuh terjungkal ke tanah. Sang
Peri maklum kalau dia harus bicara perlahan di jarak
sedekat itu.
"Sosok cebol, makhluk apa kau sebenarnya? Siapa
dirimu? Apakah kau punya nama?"
Murid Eyang Sinto Gendeng menyeringai. "Kau
boleh memanggil saya Si Cebol, Si Kontet atau Si Katai!
Suka-sukamulah wahai Peri Angsa Putih...."
Peri cantik itu tertawa lebar mendengar kata-kata
Pendekar 212. "Mendengar tutur bicaramu jelas kau
bukan penduduk Latanahsilam, walau kau bicara coba
meniru logat orang sini. Pakai wahai segala! Aneh
terdengarnya. Apa benar kau berasal dari dunia seribu
dua ratus tahun lebih tua dari dunia kami?"
"Saya dan kawan-kawan memang berasal dari
dunia lain. Kami kesasar datang ke sini...."
"Bagaimana bisa kesasar?"
"Itu yang masih kami selidiki. Tapi saat ini yang
kami inginkan adalah kembali ke dunia kami. Jika tidak
mungkin, jika nasib kami harus tetap mendekam di
negeri ini maka kami ingin agar sosok kami bisa dibuat
sebesar sosok orang-orang yang ada di sini. Kalau
tidak bahaya akan selalu mengikuti kemana kami
pergi."
"Katamu kau datang kesasar ke negeri ini. Berarti
sulit mencari jalan pulang. Untuk memenuhi keinginanmu
menjadi sebesar kami, siapa pula yang bisa
melakukannya?"
"Hanya ada satu orang. Hantu Tangan Empat!"
jawab Wiro.
"Mengapa kau begitu yakin kakek satu itu bisa
menolongmu?' tanya Peri Angsa Putih.
"Kami pernah bertemu dengannya di Tanah Jawa...."
104 Peri Angsa Putih 49
"Tanah Jawa? Di mana itu?" tanya Peri Angsa Putih.
Wiro garuk-garuk kepalanya. "Negeri asai kami.
Sulit bagaimana menerangkannya padamu. Waktu berada
di Tanah Jawa, sosok Hantu Tangan Empat sama
besarnya dengan sosok tubuh kami. Kalau dia berada
di sini tentu sosoknya sama besar dengan orang-orang
di sini. Berarti dia punya ilmu membesar dan mengecilkan
tubuh...."
"Kau cerdik!" kata Peri Angsa Putih seperti memuji.
"Tidak, itu jalan pikiran wajar-wajar saja," jawab
Wiro polos. "Peri Angsa Putih, melihat kepada wajahmu
yang cantik dan tutur bicaramu yang sopan, saya tahu
kau seorang Peri baik hati. Tetapi mengapa kau tidak
mau menolong diriku mempertemukan dengan Hantu
Tangan Empat?'
"Soalnya aku tidak tahu di mana dia berada."
Wiro tersenyum. 'Tadi saya dengar kau berkata tidak
mau membawa saya pada kakek itu tanpa ijinnya. Bagi
saya berarti kau tahu di mana Hantu Tangan Empat
berada. Malah saya menduga kau punya hubungan dekat
dengan orang tua itu.... Seingat saya Hantu Tangan
Empat hidungnya mancung bagus. Hidungmu juga
mancung bagus. Mungkin itu Embanmu atau...."
"Apa itu Emban?' tanya Peri Angsa Putih.
Wiro jadi garuk-garuk kepala lagi. "Maksud saya
mungkin dia kakekmu...."
Peri Angsa Putih kembali tertawa. "Kalau aku tidak
mau menolongmu, apa yang akan kau lakukan?'
'Ya, bagaimana ya? Tapi saya tidak percaya suara
mulutmu sama dengan suara hatimu "
Peri Angsa Putih tersenyum. Makin banyak bicara
dengan makhluk di atas telapak tangannya itu makin
senang hatinya.
"Makhluk cebol yang tak mau memberitahu nama...."
104 Peri Angsa Putih 50
"Nama saya Wiro. Wiro Sableng!" ujar Wiro.
Peri Angsa Putih tertawa cekikikan.
"Ada yang lucu wahai Peri Angsa Putih?'
"Kau tahu apa arti sableng di negeri Latanahsilam
ini?' tanya Peri Angsa Putih.
Wiro menggeleng.
"Di Latanahsilam sableng artinya kencing kuda!
Hik... hik... hikl" Sang Peri tertawa cekikikan.
"Sialan!" maki Wiro sambil garuk-garuk kepala.
"Masih bagus artinya cuma kencing kuda. Kalau anunya
kuda...!"
Kembali Peri Angsa Putih tertawa cekikikan walau
kali ini wajahnya kelihatan kemerahan.
"Lakasipo tak pernah memberi tahu," ujar Wiro
pula. "Dia cuma memberi tahu kata totok yang artinya
dada perempuan. Tapi tidak dijelaskan apa dada gadis
yang masih montok bagus atau punyanya nenek-nenek
yang sudah peot!"
Walau paras Peri Angsa Putih menjadi merah
namun dia tak dapat menyembunyikan tawanya.
"Baiklah makhluk aneh bernama Wiro Sableng.
Aku berjanji akan mempertemukanmu dengan Hantu
Tangan Empat. Mudah-mudahan dia bisa menolongmu.
Kita berangkat sekarang...."
"Tunggu!" seru Wiro. 'Yang perlu ditolong bukan
cuma saya seorang. Tapi juga dua orang kawanku
yang masih ada di atas telapak tangan Lakasipo itu...."
Peri Angsa Putih gelengkan kepala. "Wahai! Aku
hanya bersedia menolong kau seorang. Perihal dua
kawanmu itu biar mereka mencari pertolongan sendiri."
"Maafkan saya wahai Peri Angsa Putih. Kalau dua
kawanku tidak ikut, lebih baik aku tidak pergi bersamamu.
Lebih baik kami bertiga seumur-umur berada
dalam keadaan seperti ini. Jika nasib baik mungkin
104 Peri Angsa Putih 51
satu ketika ada yang bisa menolong kami...."
Peri Angsa Putih tatap wajah Pendekar 212 sambil
hatinya berkata. "Pemuda cebol ini ternyata berhati
luhur. Setia kawan. Padahal tadi aku cuma ingin me
nyelami budi pekertinya yang sebenarnya. Ternyata
dia benar-benar baik."
"Wiro, kau tak usah khawatir. Kalau kau ingin dua
kawanmu turut serta tidak jadi masalah. Mereka biar
saja ikut bersama Lakasipo. Kau ikut naik angsa bersamaku...."
'Terima kasih Peri Angsa Putih. Tapi mohon maafmu.
Jika kau sudi, bawa saya dan dua kawanku sekalian.
Kalau tidak biar Lakasipo yang membawa kami bertiga...."
Peri Angsa Putih kembali tatap wajah Wiro. Lalu
senyum nampak menyeruak di wajahnya yang cantik.
Jari tangannya diluruskan dan diarahkan ke bawah.
Sosok Naga Kuning dan Setan Ngompol serta merta
tersedot ke udara.
"Wahai Lakasipo, aku akan membawa tiga saudaramu
ini ke satu tempat. Kau menyusul dengan kuda kaki
enammu. Turuti arah matahari terbenam hingga akhirnya
kau menemukan sebuah sungai bercabang dua. Berhenti
di cabang sungai sampai kau mendapat petunjuk lebih
lanjut. Tapi ada satu hal harus kau ingat wahai Lakasipo.
Hindari pertemuan dengan Luhjelita di Goa Pualam
Lamerah!"
Rupanya Peri Angsa Putih telah sempat mendengar
ucapan Luhjelita tentang rencana pertemuan di satu goa
bernama Pualam Lamerah.
"Saya... saya akan perhatikan apa yang kau katakan
wahai Peri Angsa Putih," ujar Lakasipo pula.
Sesaat angsa putih dan penunggangnya lenyap
di udara. Lakasipo segera melangkah ke tempat dia
meninggalkan Laekakienam. Namun baru menindak dua
104 Peri Angsa Putih 52
langkah tiba-tiba lima gadis cantik menghadang langkahnya.
Mereka ternyata adalah Luhtinti dan empat gadis
yang berasal dari tempat kediaman Hantu Muka Dua.
Lakasipo hampir lupa kalau mereka masih ada di situ.
"Lakasipo, aku ingin kau membawa aku serta..."
kata Luhtinti.
"Kami berempat juga," kata salah satu dari empat
gadis. "Kau telah menolong kami. Kini diri kami adalah
milikmu. Bawa kami bersamamu!"
"Wahai! Walau kudaku besar tapi enam orang
menungganginya sekaligus mana mungkin!" kata Lakasipo.
Lalu dia pandangi empat gadis di depannya.
"Kalian, bukankah penduduk sekitar sini? Sekarang
kalian bebas. Sebaiknya pulang kembali ke tempat asal
masing-masing...."
Empat gadis itu sama-sama terdiam. Akhirnya
yang satu berkata. "Jika itu kehendakmu, kami menurut
saja. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih atas
pertolonganmu." Bersama tiga kawannya gadis ini
letakkan dua tangan di atas kepala lalu bersurut mundur
dan tinggalkan tempat itu.
"Aku tak punya tempat kediaman, tak punya orang
tua ataupun sanak saudara. Apakah kau akan menyuruhku
pergi juga seperti mereka wahai Lakasipo?'
bertanya Luhtinti, si gadis hitam manis.
"Luhtinti, mengadakan perjalanan bersamaku berarti
menjatuhkan sebagian bahaya dan malapetaka
atas dirimu. Aku tak mau...."
"Kalau tidak kau tolong, aku sudah lama mati di
tempat ini wahai Lakasipo. Sekarang apa artinya bahaya
atau malapetaka bagiku? Kematian pun jika menghadang
akan kuhadapi...."
Lakasipo menarik nafas panjang. Akhirnya dipegangnya
pinggul ramping Luhtinti lalu gadis hitam
104 Peri Angsa Putih 53
manis ini dinaikkannya ke atas kuda berkaki enam
yang jadi tunggangannya.
104 Peri Angsa Putih 54
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
7
KARENA Goa Pualam Lamerah terletak di satu arah
perjalanan yang menuju ke tempat pertemuan yang
dikatakan Peri Angsa Putih maka Lakasipo alias Hantu
Kaki Batu merasa tidak ada salahnya dia mampir ke goa
itu guna menemui gadis cantik bernama Luhjelita.
Ada beberapa hal aneh yang ingin disingkapkan
Lakasipo. Pertama mengapa Peri Angsa Putih melarangnya
bertemu dengan Luhjelita. Ke dua, siapa
Luhjelita sebenarnya dan apakah benar keterangan
gadis itu bahwa ada seseorang ingin membunuhnya?
Semakin keras terasa panggilan larangan Peri Angsa
Putih sebaliknya bertambah kuat pula hasrat Lakasipo
untuk menemui Luhjelita.
Saat itu sebenarnya Lakasipo ingin berada sendirian.
Namun Luhtinti masih terus saja ikut bersamanya
walau sudah didesak berulang kali agar gadis itu
kembali ke tempat asal kediamannya atau diantar ke
satu tempat. Kalau tidak karena kasihan rasanya mau
Lakasipo meninggalkan gadis itu begitu saja di tengah
jalan. Kini kehadirannya seolah menjadi beban bagi
dirinya.
Beberapa saat setelah matahari terbit pagi itu,
udara mendung menyungkup sepanjang perjalanan.
Sebelum mencapaitujuannya hujan lebat turun. Karena
ingin cepat-cepat sampai di Goa Pualam Lamerah,
Lakasipo terus saja memacu kuda kaki enamnya.
Di bawah hujan lebat yang mendera, dalam ke104
Peri Angsa Putih 55
adaan basah kuyup Lakasipo akhirnya memasuki satu
daerah bebukitan penuh dengan batu-batu berwarna
putih kelabu. Inilah kawasan bukit batu pualam di mana
Goa Pualam Lamerah terletak.
Tidak sulit bagi Lakasipo mencari goa itu karena
berada di puncak salah satu bebukitan dan dari kejauhan
telah kelihatan batu-batunya yang berwarna
merah. Lakasipo tinggalkan kuda kaki hitam enamnya
di mulut goa lalu melompat turun. Sebelum masuk ke
dalam goa batu merah itu dia mengelus leher kudanya
seraya berbisik. "Laekakienam, harap kau berjaga-jaga
di tempat ini. Aku punya firasat kurang enak. Beri tahu
aku jika terjadi sesuatu...."
Lakasipo berpaling pada Luhtinti yang masih berada
di atas punggung Laekakienam. "Ayo turun. Ikut
aku masuk ke dalam goa...."
"Wahai. Aku menunggu di sini saja...."
"Di bawah hujan lebat begini rupa?"
"Tak jadi apa," kata Luhtinti sambil menyibakkan
rambutnya yang basah.
Lakasipo pandangi wajah gadis itu. Seolah baru
Sadar dia melihat ternyata Luhtinti memiliki wajah cantik
dan tubuh bagus. Memandang dari arah samping wajah
Luhtinti mengingatkan Lakasipo pada wajah Luhsantini,
istri Latandai alias Hantu Bara Kaliatus yang malang
Ku. Sebelumnya perempuan Ku bersikeras akan ikut
kemana Lakasipo pergi. Setelah diberi peringatan, apa
lagi keadaannya yang cidera di tangan kanan, dan
setelah dijanjikan akan segera ditemui baru Luhsantini
mau ditinggalkan di Latanahsilam. (Baca Hantu Bara
Kaliatus)
Kuda hitam besar usap bahu Lakasipo dengan
ujung lidahnya tanda mengerti apa yang barusan di104
Peri Angsa Putih 56
katakan Lakasipo.
"Luhtinti, kau dan Laekakienam tunggu di sini. Aku
tak akan lama...."
Luhtinti anggukkan kepala. Namun dalam hati dia
berkata. "Jika yang kau temui adalah seorang gadis
bernama Luhjelita, kau tak akan bisa cepat-cepat meninggalkannya."
Ingin Luhtinti memperingatkan lelaki
itu agar berhati-hati. Namun entah mengapa ucapan
itu tidak keluar dari mulutnya.
Lakasipo balikkan badan lalu melangkah masuk
ke dalam goa. "Dukk... duukkk... dukkkk". Kaki-kaki
batu yang melangkah menimbulkan suara dan getaran
keras di lantai goa. Setelah menempuh sebuah lorong
sepanjang dua belas tombak dia sampai ke sebuah
ruangan batu berwarna merah muda. Ruangan ini
kosong melompong. Tak ada pintu tak ada perabotan.
Ini adalah ujung buntu dari Goa Pualam Lamerah.
"Kosong, tak ada orang tak ada apapun. Janganjangan
gadis itu menipuku. Atau mungkin ini satu
jebakan? Atau bisa jadi dia belum sampai di tempat
ini...." Pikir Lakasipo. Dia dudukkan diri di lantai batu.
Menunggu sesaat sambil mengeringkan rambut dan
badannya yang basah. Setelah duduk cukup lama
Lakasipo jadi kesal. Di luar goa tidak terdengar lagi
suara menderu pertanda hujan telah reda. Lakasipo
bangkit berdiri. Ketika dia hendak melangkah meninggalkan
ruangan itu tiba-tiba di atasnya ada suara
berdesir. Memandang ke atas Lakasipo terkejut. Sebagian
langit-langit batu dilihatnya bergerak turun.
Langit-langit yang turun ini berbentuk sebuah tonggak
empat persegi panjang setinggi dua tombak. Di atas
tonggak batu ini tegak berdiri sosok gadis cantik
berpakaian jingga. Sebelumnya Lakasipo melihat rambutnya
tergulung. Kini rambut gadis itu tergerai lepas
104 Peri Angsa Putih 57
menutupi bagian dadanya. Kalau saja rambut itu tidak
menjulai di depan dada niscaya Lakasipo bisa melihat
kelembutan dada yang membukit karena hanyaditutupi
dedaunan aneka warna.
"Luhjelita..." desis Lakasipo.
"Wahai gembiranya hati ini. Ternyata kau masih
ingat namaku dan sudi menyebutnya..." kata Luhjelita
sambil lemparkan senyum dikulum. Dia membuat gerakan
dengan tangan kirinya. Tonggak batu tempat dia
berdiri secara aneh secara perlahan-lahan bergerak
miring ke kiri. Kini tonggak batu besar itu berubah
seolah menjadi tempat ketiduran. Luhjelita duduk di
salah satu ujungnya.
"Harap maafkan diriku wahai Lakasipo. Aku telah
membuatdirimu bersusah payah, kehujanan dan basah
kuyup untuk datang ke sini...."
Lakasipo balas tersenyum.
"Apakah kau datang seorang diri ke Goa Pualam
Lamerah ini wahai Lakasipo?'
"Ada seorang gadis menunggu di luar goa bersama
kuda hitamku..." jawab Lakasipo.
"Heh.... Apakah dia itu seorang Peri atau seorang
gadis berkulit hitam manis bernama Luhtinti?"
"Dia Luhtinti...."
"Mengapa kau membiarkannya saja sendirian di
luar sana?'
"Aku sudah mengajaknya masuk tapi dia tidak
mau."
"Wahai! Mungkin dia tidak suka melihat diriku!"
kata Luhjelita pula lalu tertawa berderai. Dalam hati
Luhjelita berkata. "Luhtinti gadis cerdik. Wajahnya cantik.
Sebelum dia menjadi sainganku lebih baik siapa
dirinya kuberitahu pada Lakasipo."
"Luhjelita, waktu di tepi telaga kemarin kau me104
Peri Angsa Putih 58
ngatakan ada seseorang yang ingin membunuhku...."
"Hal itu memang akan kita bicarakan wahai Lakasipo.
Duduklah di atas batu ini, di sampingku. Banyak
yang akan kita bicarakan. Aku tak mau kau menjadi
lelah karena berdiri terus-terusan...."
Lakasipo duduk di atas batu di sebelah Luhjelita.
Tapi dia sengaja menjaga jarak, tidak terlalu dekat.
"Sebelum kujelaskan siapa yang ingin membunuhmu,
terlebih dahulu perlu kuberitahu siapa adanya Luhtinti,
gadis cantik yang berada di luar goa sana.... Dia adalah
gadis culikan Hantu Muka Dua yang kemudian dipelihara
dan diberikan tugas sebagai mata-mata...."
"Mata-mata....? Mata-mata apa maksudmu wahai
Luhjelita?'
"Apa kau tidak pernah menyirap kabar bahwa sejak
lama Hantu Muka Dua memaklumkan diri sebagai Raja
Di Raja segala Hantu di Negeri Latanahsilam ini?'
"Memang pernah kudengar hal itu. Tapi kukira dia
akan mendapat banyak tantangan.... Tidak semua para
Hantu suka dan mau tunduk padanya," kata Lakasipo.
"Benar. Namun jika ilmu kepandaiannya jauh lebih
tinggi dari kepandaian semua Hantu digabung jadi
satu, apa daya mereka? Menantang berarti hancuri
Luhtinti dijadikan mata-mata untuk menyirap kabar,
menyelidik segala sesuatunya. Karena kabarnya Hantu
Muka Dua telah membangun satu Istana Batu di mana
dia akan bertahta sebagai Raja Di Raja Para Hantu
Negeri Latanahsilam.... Aku khawatir Luhtinti sengaja
ikut denganmu dalam rangka tugasnya sebagai matamata
Hantu Muka Dua."
Lakasipo terdiam. Dengan suara perlahan dia kemudian
berkata. "Gadis itu menunjukkan sikap sebagai
sangat berhutang budi padaku. Aku menyelamatkannya
di Telaga Lasituhitam. Dia seolah ingin memper104
Peri Angsa Putih 59
hambakan diri padaku walau terus terang aku tidak
suka...."
"Suka atau tidak suka jangan sampai kau tertipu.
Kau tahu salah satu sifat Hantu Muka Dua adalah
Segala Tipu. Hal itu pasti sudah diajarkannya pada
gadis mata-mata itu."
Saat itu tiba-tiba di luar goa terdengar ringkikan
Laekakienam. Lakasipo memandang ke arah lorong
keluar. Ketika dia hendak berdiri Luhjelita memegang
lengannya.
"Kudamu hanya meringkik karena kedinginan. Mengapa
perlu kau risaukan wahai Lakasipo. Pembicaraan kita
masih panjang. Apa mau diputus begitu saja? Bahkan aku
masih belum memberi tahu siapa yang berniat jahat
hendak membunuhmu...."
Mendengar kata-kata Luhjelita itu ditambah sentuhan
jari-jari tangan halus dan hangat di lengannya membuat
Lakasipo yang hendak berdiri kembali duduk di batu
panjang.
Luhjelita menggeser duduknya lebih dekat. Tangannya
masih memegangi lengan Lakasipo.
"Tidakkah kau merasa dingin Lakasipo?" tanya
Luhjelita. Hembusan nafasnya menghangati wajah lelaki
itu.
"Aku habis kehujanan. Memang terasa dingin. Tapi
sedikit. Tak jadi apa...."
"Jika kau kedinginan dan perutmu terasa lapar,
kebetulan aku membawa dua bungkus kecil wajik
ketan. Gurih dan manis...." Luhjelita lalu keluarkan dua
bungkusan kecil daun pisang dan diperlihatkannya
pada Lakasipo. "Ambillah. Kau satu aku satu...."
"Terima kasih wahai Luhjelita. Aku tidak lapar...."
Luhjelita tersenyum. Dua bungkus wajik itu disimpannya
kembali.
104 Peri Angsa Putih 60
"Kapan kau akan menceritakan siapa yang ingin
membunuhku?' tanya Lakasipo.
"Ohh... soal Ku! Pasti akan kuceritakan. Sekarang
juga!" Jawab Luhjelita seraya tertawa lebar dan dengan
manja letakkan kepalanya di bahu Lakasipo. "Kau kenal
nama Hantu Santet Laknat bukan?"
Lakasipo mengangguk.
"Kau juga kenal seorang bernama Latandai yang
kemudian dijuluki Hantu Bara Kaliatus?"
"Ya, aku kenal. Lebih dari kenal..." jawab Lakasipo.
"Hantu Bara Kaliatus adalah murid Hantu Santet
Laknat. Dia telah mendapatkan satu ilmu kesaktian
dahsyat bernama Bara Setan Penghancur Jagat. Itu
saja sudah jadi malapetaka bagi Negeri Latahasilaml
Tapi yang sangat berbahaya ialah bahwa Hantu Santet
Laknat telah mencuci otak lelaki itu. Menjadikannya
budak kekuasaannya dan akan melakukan apa saja
yang diperintahkannya. Salah satu perintah si nenek
Hantu Santet Laknat adalah membunuhmu!"
Berubahlah air muka Lakasipo mendengar keterangan
Luhjelita itu. "Aku pernah bertempur melawan
Hantu Bara Kaliatus ketika dia hendak membunuh
Luhsantini istrinya sendiri. Peri Bunda turun tangan
hingga lelaki itu menerima hukuman mengerikan. Dia
lenyap entah kemana.... Tapi aku tidak pernah mengira
kalau Hantu Santet Laknat juga memberi perintah
padanya untuk membunuhku!"
"Antara kau dan Hantu Santet Laknat pasti ada
satu silang sengketa besar. Coba kau ingat-ingat...."
Lakasipo pandangi wajah cantik jelita di sampingnya.
Yang dipandangi membalas dengan senyum mesra dan
kembali letakkan kepalanya di bahu Lakasipo. Sesaat
Lakasipo elus-elus kepala gadis itu. Lalu berkata.
"Kemungkinan Hantu Santet Laknat merasa khawatir aku'
104 Peri Angsa Putih 61
akan membalas dendam. Karena keadaan dua kakiku
sampai ditimbun bola-bola batu begini rupa adalah akibat
pekerjaan santetnya. Seorang pemuda keji bernama
Lahopeng telah membayarnya agar aku disantet begini
rupa. Yang lebih terkutuk Hantu Santet Laknat
memperalat roh istriku untuk mencelakai diriku!" (Baca
serial Wiro Sableng berjudul'Bola Bola Iblis")
Waktu berkata-kata itu dada Lakasipo tampak
turun naik pertanda darahnya dibakar oleh dendam
kesumat. Lama Luhjelita terdiam. Tidak disangkanya
Lakasipo mempunyai riwayat hidup yang begitu hebat
tetapi juga menyedihkan. Sebelumnya Luhjelita hanya
mendengar sedikit saja dari riwayat Lakasipo. Rasa
hiba muncul di hati gadis ini. Semakin jauh dia dari
maksud semula yang diperintahkan Hantu Muka Dua
yaitu membunuh Lakasipo!
"Aku yakin dugaanmu tidak meleset. Pasti Hantu
Santet Laknat memperalat Latandai alias Hantu Bara
Kaliatus untuk membunuhmu sebelum kau melakukan
pembalasan..." kata Luhjelita pula.
"Wahai Luhjelita, hanya itu semuakah yang hendak
kau sampaikan padaku?" bertanya Lakasipo setelah
ke duanya sama berdiam diri beberapa lamanya.
"Masih ada satu hal lagi. Ini yang paling penting.
Hantu Muka Dua juga ingin membunuhmu...."
Lakasipo sampai bangkit tertegak mendengar katakata
Luhjelita itu. Sepasang mata mereka saling bertatapan.
Kalau Lakasipo memandang dengan perasaan
kaget penuh tanda tanya sebaliknya Luhjelita menatapnya
dengan senyum dan segala kemesraan.
"Wahai Luhjelita, bagaimana... dari mana kau tahu
Hantu Muka Dua inginkan jiwaku?!"
Pertanyaan Lakasipo yang tiba-tiba ini membuat
Luhjelita tak segera bisa menjawab. Tentu saja tak
104 Peri Angsa Putih 62
mungkin baginya mengatakan bagaimana hubungannya
selama ini dengan Hantu Muka Dua. Walau Hantu
Muka Dua menganggapnya sebagai kekasih padahal
sebenarnya dia tidak menyukai orang itu, mungkin saja
perasaan curiga dan tidak enak akan muncul di hati
Lakasipo terhadapnya. Karenanya Luhjelita mencari
akal dalam memberikan jawaban.
"Gadis yang datang bersamamu itu, seperti kataku
dia adalah mata-mata Hantu Muka Dua. Dia pasti tahu
lebih banyak dariku.... Mengapa tidak kau tanyakan
padanya?'
"Heh.... Begitu? Akan kutanyakan sekarang Jugal"
kata Lakasipo.
Luhjelita cepat lingkarkan dua tangannya di pinggang
Lakasipo. "Jangan kesusu wahai Lakasipo. Tenangkan
sedikit hatimu. Jika kau bertanya seperti
memaksa mungkin kau tidak akan mendapat jawaban
yang kau inginkan. Sekarang, apakah kau masih tidak
lapar?'
Luhjelita lalu keluarkan kembali dua buah wajik
yang dibungkusdaun pisang. "Aku perempuan, perutku
kecil. Kau ambil wajik yang besar."
Lakasipo tersenyum. "Kau gadis baik. Kau telah
memberitahu sesuatu yang sangat berharga, yang bisa
membuat aku bedaku hati-hati. Aku tak tahu bagaimana
membalas semua budimu...."
Luhjelita tertawa merdu. Dia rangkul pinggang
Lakasipo erat-erat lalu tempelkan kepalanya ke perut
lelaki itu.
Di luar sana kembali terdengar suara ringkikan
Laekakienam. Membuat Lakasipo lagi-lagi palingkan
kepala. Lalu terdengar suara benda hancur.
"Hatiku tidak enak. Jangan-jangan terjadi sesuatu
dengan kudaku...."
104 Peri Angsa Putih 63
"Lakasipo, ambillah wajik yang besar ini. Kau ingin
aku membuka bungkus daun pisangnya?' kata Luhjelita
seolah tidak mendengar ucapan Lakasipo tadi.
"Biar kubuka sendiri," kata Lakasipo akhirnya sambil
mengambil wajik yang diberikan si gadis. Keduanya
duduk berdampingan di atas batu besar. Hanya sesaat
setelah menelan habis wajik itu Lakasipo berkata.
"Wajikmu enak. Tapi mengapa tubuhku mendadak
merasa letih dan kepalaku jadi berat. Mataku seperti
mengantuk...."
Luhjelita merangkul tubuh Lakasipo. "Kau kecapaian
wahai Lakasipo. Banyak pekerjaan berat yang telah
kau lakukan. Kau perlu istirahat. Kalau kau suka kau
boleh tidur di atas batu ini.... Mari kutolong kau berbaring."
Perlahan-lahan Luhjelita baringkan tubuh Lakasipo di
atas batu besar. Gadis ini ikut membaringkan dirinya di
samping lelaki itu. Luhjelita gerakkan tangan kirinya. Batu
besar keluarkan suara berdesir lalu bergerak naik ke atas
langit-langit ruangan.
104 Peri Angsa Putih 64
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
8
PENDEKAR 212 Wiro Sableng dan Naga Kuning
gamang ketakutan setengah mati dibawa terbang angsa
putih. Si Setan Ngompol tergeletak pucat seperti mau
pingsan. Dari bawah perutnya terus-menerus mengucur
air kencing. Saat itu ketiganya berada dalam gulungan
kain putih tipis di pinggang Peri Angsa Putih. Ketiganya
tak berani memandang kebawah padahal pemandangan
dari ketinggian seperti itu indah sekali.
"Mau dibawa kemana kita ini...." Setan Ngompol
tiba-tiba bersuara.
"Diam sajalah..." menyahuti Naga Kuning. "Bukankah
kau ingin buru-buru kembali ke Tanah Jawa? Peri yang
membawa kita berniat hendak menolong kau masih saja
banyak tanyai"
Terbang membumbung tinggi di udara beberapa
lamanya Laeputih akhirnya turun merendah. Mereka
melewati beberapa gugusan bukit-bukit yang tertutup
hutan lebat, melayang di atas sebuah sungai besar
lalu turun di lamping satu bukit batu terjal di atas mana
terdapat lima buah air terjun.
Dari lamping batu itu ada satu tangga menuju ke
bawah. Peri Angsa Putih periksa gulungan pakaian di
pinggangnya. Wiro dan kawan-kawannya tampak terbujur
tak bergerak entah pingsan entah tertidur. Peri
Angsa Putih melompat turun dari tunggangannya lalu
dengan cepat menuruni tangga batu. Di satu tempat
di bawah air terjun di ujung kiri dia berhenti dan
104 Peri Angsa Putih 65
memandang berkeliling.
"Bertahun-tahun aku tak pernah ke sini. Memang
tak ada perubahan. Tapi apakah aku berada pada air
terjun yang benar?' Peri Angsa Putih berkata dalam
hati sambil memandang berkeliling. Deru air terjun
membuat terbangun Wiro dan dua kawannya.
"Astaga! Berada di mana kita ini!" seru Naga Kuning
sementara Setan Ngompol terdiam cemas menahan
kencing. Wiro memperhatikan sekelilingnya lalu memandang
ke atas.
"Air terjun! Kita berada di bawah air terjun raksasa!
Di sebelah sana kulihat ada beberapa air terjun lagi.
Apakah ini daerah tempat kediaman Hantu Tangan
Empat?"
Pandangan Peri Angsa Putih membentur sebuah
tonjolan di lamping batu. 'Tonjolan batu itu.... Kuharap
aku tidak salah." Gadis bermata biru melangkah mendekati
dinding batu. Dengan tangan kanannya yang
disertai pengerahan tenaga dalam gadis ini tekan kuatkuat
tonjolan batu itu. Sesaat menunggu terdengar
suara benda berat bergeser. Lalu terlihat salah satu
bagian dari dinding batu di bawah air terjun kelima di
ujung kiri bergeser membentuk sebuah lobang empat
persegi seukuran tinggi dan besar sosok manusia.
Selagi Wiro dan kawan-kawannya keheranan melihat
apa yang terjadi, Peri Angsa Putih dengan cepat menyelinap
masuk ke dalam lobang di dinding batu. Begitu
dia berada di sebelah dalam, dinding batu yang tadi
bergeser bergerak kembali menutup lobang. Keadaan
di tempat itu serta merta menjadi gelap gulita. Tangan
di depan mata pun tidak kelihatan.
Setan Ngompol tak berani membuka mulut. Tapi
kencingnya muncrat terus-terusan.
104 Peri Angsa Putih 66
"Wiro..." terdengar Naga Kuning berbisik. "Bukankah
kau memiliki ilmu yang disebut Menembus Pan
dang. Coba kau pergunakan untuk melihat di mana
kita berada. Siapa tahu kau bisa melihat sosok Hantu
Tangan Empat yang kita cari...."
'Tak ada gunanya. Sebelumnya waktu mencari Batu
Sakti Pembalik Waktu aku pernah pergunakan ilmu itu.
Tapi Negeri Latanahsilam ini seolah mempunyai daya
tolak aneh hingga aku tak mampu mempergunakan ilmu
tembus pandang itu.... Atau mungkin keadaan tubuhku
yang begini kecil tidak memungkinkan aku
mempergunakan kesaktian itu.... Kita berharap yang
terbaik sajalah sobatku. Aku tidak yakin Peri Angsa Putih
mendustai kita...."
"Aku tak berani menduga. Semakin cantik gadis
di Negeri Latanahsilam ini semakin banyak urusan
yang kita hadapi..." kata Naga Kuning pula.
Dalam gelap Peri Angsa Putih berjalan setengah
berlari. Makin jauh jarak yang ditempuhnya makin
terang keadaan di sekitarnya. Sementara itu di atas
terdengar suara seperti ada air yang mengalir terus
menerus.
"Kau dengar suara itu?" bisik Naga Kuning.
'Ya, seperti suara aliran air. Kukira ada sungai
besar di atas kita..." jawab Wiro.
Ketika keadaan menjadi terang benderang Wiro
dan kawan-kawannya dapatkan mereka berada di sebuah
bukit ditumbuhi rumput berwarna aneh. Rumput
yang biasanya hijau, di sini berwarna biru! Peri Angsa
Putih berlari cepat menuju puncak bukit di mana
terdapat satu bangunan berbentuk gapura besar. Pada
kiri kanan gapura ada patung lelaki bermuka raksasa
yang pada bahunya mendukung seorang perempuan
berwajah cantik. Bagi Wiro dan kawan-kawannya patung
104 Peri Angsa Putih 67
yang sangat tinggi itu seperti hendak menyapu langit.
Di kejauhan terdengar suara tiupan seruling. Demikian
kerasnya bagi Wiro dan kawan-kawannya, hingga telinga
mereka menjadi sakit dan terpaksa harus cepat-cepat
menekap telinga masing-masing.
Ternyata Peri Angsa Putih berlari ke arah orang
yang meniup seruling. Orang ini kelihatannya seperti
duduk bersila di atas sebuah batu rata, tetapi jika
diperhatikan kenyataannya sosoknya mengapung setinggi
setengah jengkal dari atas batu tersebut. Dia
meniup suling sambil pejamkan mata seolah benarbenar
menikmati permainannya.
Melihat wajah dan sosok orang yang meniup
suling, Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol menjadi
kaget tapi sama berseru kaget.
"Hantu Tangan Empat!"
Yang duduk mengapung di atas batu itu adalah
seorang tua berambut, berkumis dan berjenggot putih
riap-riapan. Kening, hidung, pipi dan mulut serta dagunya
sama rata. Pakaiannya kulit kayu yang dikeringkan.
Orang tua berwajah aneh inilah yang dulu pernah
ditemui Wiro di Tanah Jawa.
Setan Ngompol dekati Wiro sambil menahan kencing.
"Wiro, ketika berada di Jawa dulu aku ingat betul.
Kehadirannya dari alam seribu dua ratus tahun lalu
adalah untuk membunuh kita! Tapi hal itu urung dilakukannya.
Sekarang dia berada di negerinya sendiri.
Bukankah mudah saja baginya sekarang menghabiskan
kita?!"
Wiro terdiam sesaat mendengar ucapan si kakek.
"Bahaya bisa mengancam dari segala penjuru, secara
tidak terduga," kata murid Sinto Gendeng pula. 'Tapi
aku percaya pada Peri Angsa Putih. Kalau dia tidak
bermaksud menolong kita apa perlunya dia membawa
104 Peri Angsa Putih 68
kita jauh-jauh ke sini...."
"Jangan kau lekas percaya, Pendekar 212. Kalau
Peri Angsa Putih membawa kita ke sini justru hendak
menyerahkan kita pada Hantu Tangan Empat, bukankah
berarti celaka bagi kita semua?"
Hati Pendekar 212 jadi tidak enak mendengar
kata-kata Setan Ngompol itu. Memang kalau dipikirnya
bukan mustahil hal seperti itu bisa saja terjadi. Namun
ketika pandangan matanya membentur gambar ular
naga kuning yang ada di dada Naga Kuning maka dia
menjawab tenang. "Sewaktu di Tanah Jawa dulu kakek
itu takut setengah mati dan tunduk pada Naga Kuning
karena naga siluman yang keluar dari badannya. Kita
bisa andalkan ilmu kepandaian anak ini untuk menghadapi
Hantu Tangan Empat jika dia memang nanti
berniat jahat hendak membunuh kita."
Peri Angsa Putih berdiri tak bergerak di hadapan
orang tua yang asyik meniup suling itu. Dia tidak berani
mengganggu keasyikan orang maka dia berdiri saja
menunggu sampai si kakek selesai meniup sulingnya.
Hal itu diketahui oleh Wiro dan kawan-kawannya.
Mungkin mereka terpaksa menunggu agak lama. Tapi
cepat atau lambat akhirnya kakek itu pasti akan menyudahi
permainannya.
Ternyata Hantu Tangan Empat baru menghentikan
tiupan sulingnya hampir tengah hari. Padahal Peri
Angsa Putih menunggu sejak pagil Dalam keadaan
mata masih terpejam orang tua ini selipkan sulingnya
di pinggang pakaiannya yang terbuat dari kulit kayu.
Peri Angsa Putih jatuhkan diri berlutut. Melihat
sikap gadis ini Wiro merasa heran. Kedudukan seorang
peri bagaimanapun juga adalah jauh lebih tinggi dari
seorang manusia seperti si kakek sekalipun punya
nama besar dan disebut Hantu Tangan Empat. Lalu
104 Peri Angsa Putih 69
mengapa si gadis jatuhkan diri seolah sangat menghormat
orang tua itu?
"Wahai kakek yang kusebut dengan nama Hantu
Tangan Empat, jika kau telah selesai meniup suling,
berkenan kiranya menerima kedatanganku. Aku Peri
Angsa Putih."
Sepasang mata si kakek yang duduk mengapung
di atas batu perlahan-lahan terbuka. Begitu dia melihat
siapa yang berlutut di hadapannya, senyum menyeruak
di wajahnya yang rata. Lalu dia berbatuk-batuk beberapa
kali.
"Cucuku Peri Angsa Putih! Wahai! Belasan tahun
kau tak pernah muncul. Ternyata kau semakin cantik
saja. Dan syukur kau tidak tersesat sampai di tempat
ini!" Si kakek tertawa mengekeh. "Wahai, angin apa
yang melayangkan dirimu hingga muncul hari ini di
hadapanku?"
"Angin baik disertai permohonan permintaan berkah
darimu wahai kakekku!"
Di dalam gulungan kain putih tipis Naga Kuning
berkata. "Peri ini menyebut Hantu Tangan Empat kakek.
Si orang tua menyebutnya cucu.... Bagaimana ini bisa
begitu?"
"Ini satu keanehan yang sudah kuduga sebelumnya,"
jawab Wiro. "Antara Peri Angsa Putih dan Hantu
Tangan Empat ada semacam hubungan atau pertalian
darah...."
Hantu Tangan Empat pandangi wajah Peri Angsa
Putih sesaat lalu berkata. "Adalah aneh! Wahai! Biasanya
para Peri yang datang membawa berkah. Kini justru
engkau sebagai Peri yang memohon berkah pada kakek
jelek dan tolol seperti diriku ini!"
"Kek, jangan kau merendah seperti itu. Kalau aku
tidak yakin kau bisa menolong tidak nanti aku datang
104 Peri Angsa Putih 70
kemari...."
"Baiklah wahai cucuku. Katakanlah berkah pertolongan
apa yang hendak kau mintakan padaku?'
bertanya Hantu Tangan Empat.
Peri Angsa Putih tidak segera menjawab. Dia mem
buka gulungan pakaian putihnya di sebelah pinggang
di mana Wiro dan kawan-kawannya berada. Ke tiga
orang ini kemudian diletakkannya di atas rumput biru,
di depan batu datar di hadapan si kakek.
Hantu Tangan Empat sampai melesat satu tombak
ke udara saking kagetnya melihat ke tiga makhluk kecil
di atas rumput itu. Dari atas sambil memandang ke
bawah dia berkata dengan suara gemetar.
"Wahai cucuku Peri Angsa Putih. Katamu kau
datang meminta berkah pertolongan padaku. Tapi
tahukah engkau bahwa kau sebenarnya membawa
bencana padaku!"
* *
104 Peri Angsa Putih 71
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
9
PERI Angsa Putih heran bercampur terkejut melihat sikap
dan mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat. "Wahai
kakekku, gerangan apa yang membuatmu berucap seperti
itu? Bencana apa yang bisa ditimbulkan oleh tiga makhluk
sebesar jari kelingking ini? Jika mereka berniat jahat
terhadapmu, aku yang pertama kali akan turun tangan.
Sekali remas saja mereka hancur dalam genggamanku!"
Perlahan-lahan sosok Hantu Tangan Empat yang
tadi naik satu tombak ke udara turun ke bawah dan
kembali mengapung setengah jengkal dari atas batu
rata. Sepasang matanya masih memandang lekat-lekat
pada sosok Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
yang ada di rumput biru.
"Cucuku.... Wahai. Aku sengaja memencilkan diri
di tempat ini untuk menjauhi kemurkaan Hantu Muka
Dua atas diriku. Dan kemurkaan Hantu Muka Dua pada
diriku berasal muasal pada diri ke tiga makhluk ini,
yang dulu pertama sekali kutemui di Tanah Jawa, tanah
yang seribu dua ratus tahun lebih maju dari dunia
kita.... Aku tak ingin melihat mereka. Singkirkan mereka
dari pandangan mataku! Mereka hanya akan menimbulkan
celaka bagi dirikul Bagi dirimu juga! Bahkan
bagi Negeri dan semua orang yang ada di Latanahsilam
ini!"
Mendengar kata-kata Hantu Tangan Empat 'itu Peri
Angsa Putih jadi terdiam. Tapi dua matanya yang biru
beralih, kini ditujukan pada Wiro dan kawan-kawannya
104 Peri Angsa Putih 72
sementara Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
yang mendengar ucapan si kakek jadi saling pandang
dan diam-diam merasa geram. Tiba-tiba Peri Angsa
Putih ambil ke tiga orang itu dan letakkan di atas telapak
tangannya.
"Tiga makhluk cebol! Kau sudah dengar ucapan
Hantu Tangan Empat Dia tak mau menolong diri kalian.
Wahai, aku terpaksa membawa kalian pergi dari sini...."
Naga Kuning membuka mulut hendak berteriak.
Tapi Pendekar 212 Wiro Sableng cepat mendahului.
Dia sengaja kerahkan tenaga dalam agar suaranya
terdengar oleh Hantu Tangan Empat.
"Peri Angsa Putih, kami sangat berterima kasih
padamu. Kau telah bersusah payah membawa kami
jauh-jauh ke tempat ini. Jika kakekmu tidak mau menolong
kami - padahal kau belum memberi tahu
pertolongan apa yang kami minta — bagi kami tidak
jadi apa. Dunia kami dengan duniamu memang beda.
Sifat penduduk di sini dan penduduk di negeri kami
juga berbeda. Di negeri kami menolong orang lain
adalah satu kehormatan. Tapi di negerimu yang terbelakang
seribu dua ratus tahun dari negeri kami
menolong orang merupakan satu malapetaka...."
"Kalau perlu orang yang minta tolong harus disingkir
dihabisi!" Menimpali Naga Kuning.
Wiro teruskan ucapannya yang terpotong. "Ketahuilah,
jika ada yang harus disingkir dihabisi orangnya
adalah Hantu Muka Dua. Makhluk itu telah menjadikan
kakekmu sebagai budak suruhannya! Hantu Muka Dua
menugaskan kakekmu pergi ke dunia kami untuk
mencari sebuah batu sakti bernama Batu Sakti Pembalik
Waktu. Sekaligus dia juga ditugaskan membunuh
kami bertiga. Karena katanya semua rencana itu telah
dilihatnya sejak lima ratus tahun lalu! Kebetulan batu
104 Peri Angsa Putih 73
sakti itu memang ada pada salah satu dari kami. Tapi
kakekmu gagal mendapatkannya. Dia kembali bukan
saja dengan berharnpa tangan tapi hampir tewas di
tangan kawanku Naga Kuning ini. Kalau saja dia tidak
berbaik hati berbudi luhur mungkin kakekmu sudah
dibunuhnya!"
"Kami meminta tolong kakekmu sekarang bukan
sebagai imbalan pengampunan itu!" Naga Kuning kembali
bicara. Saat itu kelihatan muka Hantu Tangan
Empat menjadi sangat merah.
"Peri Angsa Putih," Wiro lanjutkan lagi kata-katanya.
"Aku kasihan pada kakekmu. Saking takutnya pada Hantu
Muka Dua dia sampai sembunyikan diri di tempat ini.
Apakah dia tidak punya ilmu dan kemampuan melawan
makhluk jahat seperti Hantu Muka Dua itu? Apakah
semua para Hantu di sini mau menjadi budak Hantu Muka
Dua? Apa gunanya kakekmu menyandang nama Hantu
Tangan Empat kalau otaknya mungkin cuma
dipergunakan seperempat saja!"
Paras Peri Angsa Putih bersemu merah mendengar
sindiran yang ditujukan pada kakeknya itu. Hantu
Tangan Empat sendiri merah mengelam tampangnya.
Rahangnya menggembung tanda dia berusaha menahan
gejolak amarah.
"Peri Angsa Putih, kami mohon kau membawa
kami keluar dari tempat ini. Antarkan kami ke tempat
di mana sungai bercabang dua. Tempat perjanjianmu
dengan Lakasipo!"
Saat itu saking geramnya Naga Kuning usap-usap
dadanya yang tersingkap dan terasa panas. Pada dada
anak ini terpampang gambar seekor naga. Sejak tadi
Hantu Tangan Empat tak berani menatap ke arah anak
ini. Karena seperti diketahui, dalam serial Wiro Sableng
berjudul "Bola Bola Iblis" ketika kakek ini hendak
104 Peri Angsa Putih 74
membunuh Naga Kuning, anak itu singkapkan dadanya.
Gambar atau jarahan naga kuning yang ada di
dadanya tiba-tiba laksana hidup bergerak keluar, makin
lama makin besar dan siap menerkam Hantu Tangan
Empat. Melihat kejadian itu Hantu Tangan Empat ketakutan
setengah mati lalu jatuhkan diri mengambil
sikap seperti menyembah. Berulang kali kakek ini minta
maaf dan mohon ampun. Dia menyebut naga yang
keluar dari tubuh Naga Kuning sebagai Naga Hantu
Dari Langit Ke Tujuh. Tapi ular naga itu telah keburu
menyerangnya dan membelitnya ke sebatang pohon.
Ketika binatang jejadian ini hampir menghancur remuk
sosok Hantu Tangan Empat, Wiro berteriak keras meminta
agar Naga Kuning jangan membunuh kakek itu.
Walau kalap namun Naga Kuning mau juga mendengar
teriakan Wiro. Selamatlah nyawa Hantu Tangan Empat!
Wiro sempat memperhatikan gerakan tangan Naga
Kuning mengusap dadanya berulang kali. Cepat dia
berbisik. "Jangan penolakan Hantu Tangan Empat kau
jadikan alasan untuk mengeluarkan ilmumu dan menyerang
dirinya. Jika dia tak mau menolong berarti
nasib kita yang sial...."
"Sebaliknya kita segera tinggalkan tempat ini
Wiro...."
"Ya, sebelum kukencingi habis-habisan tangan
Peri yang cantik ini!" kata Setan Ngompol pula.
"Wiro, biar aku membujuk kakekku. Siapa tahu
hatinya bisa dilembutkan..." kata Peri Angsa Putih
sangat pelan seraya mendekatkan telapak tangannya
ke wajahnya hingga dia bisa melihat Pendekar 212
lebih jelas.
Wiro menyeringai. "Terima kasih. Kau baik sekali.
Tapi ada satu ujar-ujar di negeri kami. Jangan memaksa
orang yang tidak mau. Kalaupun dia akhirnya mau, di
104 Peri Angsa Putih 75
dalam hatinya akan ada umpat dan penyesalan di
kemudian hari."
Peri Angsa Putih tersenyum. "Aku senang sekali
mendengar kata-katamu yang bagus itu wahai Wiro.
Tapi apa salahnya kalau aku coba membujuk dirinya.
Kurasa kakekku saat ini sedang dalam pikiran kacau...."
Peri Angsa Putih kedipkan matanya.
Wiro garuk-garuk kepala. "Apa pendapatmu Naga
Kuning?" tanya Wiro.
"Terserah kau saja. Aku muak melihat tampang
kakek itu. Ingin kukentuti lobang hidungnya!" jawab
Naga Kuning perlahan hingga tidak terdengar oleh Peri
Angsa Putih dan Hantu Tangan Empat.
"Kalau aku lebih baik segera saja pergi dari sini!"
kata Setan Ngompol.
Peri Angsa Putih dekatkan dirinya pada si kakek
lalu berkata. "Kek, aku mohon kau...."
"Sudahlah!" Hantu Tangan Empat memotong ucapan
cucunya. 'Tanyakan pertolongan apa yang
diinginkannya?"
Paras Peri Angsa Putih jadi berseri-seri. Dia angkat
tangan kirinya. "Wiro, kakekku bertanya. Pertolongan
apa yang kalian inginkan?"
"Kami minta agar bisa dikembalikan ke negeri
kami...." Wiro tidak teruskan ucapannya karena tiba-tiba
dia melihat wajah sang Peri berubah seperti murung.
"Peri Angsa Putih, apakah aku salah berucap
hingga hatimu tidak senang?" tanya Wiro.
Si gadis tak menjawab. Wajahnya bersemu merah
dan dia coba menyembunyikan perubahan itu dengan
tersenyum. Ketika mendengar permintaan yang diucapkan
Wiro tadi, entah mengapa hatinya mendadak
menjadi seperti sedih. "Aku suka pada orang-orang ini.
Terutama dengan yang bernama Wiro. Wahai bagai104
Peri Angsa Putih 76
mana aku mencegah agar mereka tidak kembali ke
dunia mereka...?" Suara Ku menyeruak muncul di lubuk
hati sang Peri. Diam-diam sang Peri merasa malu
sendiri.
"Peri Angsa Putih, mengapa kau diam saja?" Wiro
bertanya. Sang Peri tersenyum. Dia berpaling pada Hantu
Tangan Empat. "Kek, mereka minta dikembalikan ke
negeri asal mereka. Bisakah kau melakukannya?" Katakata
itu diucapkan Peri Angsa Putih perlahan sekali
hampir tak bersemangat.
Hantu Tangan Empat menatap paras cucunya sesaat lalu
memandang pada ke tiga orang yang ada di atas telapak
tangan kiri Peri Angsa Putih itu. Si kakek gelengkan
kepalanya. "Tidak mungkin.... Hal itu tidak mungkin
dilakukan. Kecuali kalau Batu Sakti Pembalik Waktu
ditemukan....".
'Tapi kakekmu bisa masuk ke dalam duniaku. Jika
itu dilakukannya sekali lagi sambil membawa kami...."
Hantu Tangan Empat yang mendengar ucapan
Wiro itu berkata. "Ilmu kepandaianku hanya mampu
membawa diriku sendiri. Itu pun hanya bisa kulakukan
seratus tahun sekali...."
Peri Angsa Putih pejamkan matanya. Dalam hati
ia merasa gembira mendengar kata-kata Hantu Tangan
Empat itu.
"Kalau begitu.... Apakah kau bisa menolong membesarkan
tubuh kami. Jadi sebesar sosok orang-orang
yang ada di negeri ini?" tanya Wiro.
Sesaat Hantu Tangan Empat terdiam. Membuat
Wiro dan dua kawannya jadi berdebar dan tak sabar
menunggu jawaban.
"Hal itu hanya bisa kulakukan jika diizinkan oleh
Peri Sesepuh dan dia sendiri menyaksikan upacara
104 Peri Angsa Putih 77
permohonan itu..." jawab Hantu Tangan Empat.
"Siapakah Peri Sesepuh itu?" tanya Wiro. "Apa
sama dengan Peri Bunda?"
"Peri Sesepuh adalah pemimpin dari semua Peri
dan adalah atasan Peri Bunda...."
"Kakekmu tampaknya bersedia menolong. Tapi
bagaimana memberi tahu dan menghadirkan Peri Sesepuh?
Apakah kau bisa membantu?" tanya Wiro pada
Peri Angsa Putih.
Peri Angsa Putih memandang ke langit. Saat itu
matahari tengah menggelincir menuju titik tertingginya.
"Waktu kita hanya sedikit. Peri Sesepuh mempunyai
kebiasaan melakukan sesuatu sebelum jatuh tengah
hari tepat. Akan aku usahakan bicara dengan Peri
Sesepuh. Kuharap dia mau menolong. Aku juga akan
menghubungi Peri Bunda minta bantuannya membujuk
Peri Sesepuh. Peri Sesepuh suka rewel dan sulit
diajak bicara...."
Peri Angsa Putih letakkan Wiro, Naga Kuning dan
Setan Ngompol di atas rumput biru. Lalu dia bangkit
berdiri dan melangkah ke satu tempat sunyi di sebelah
kanan puncak bukit. Di tempat ini dia berlutut sambil
letakkan dua tangan di atas kening. Mulutnya tampak
bergerak-gerak namun tidak sedikit suara pun yang
terdengar.
Sampai lama ditunggu Peri Angsa Putih masih
saja terus berlutut di puncak bukit sebelah sana.
"Lama sekali. Apa yang dilakukan Peri itu...? Jangan-
jangan dia tidak bisa menghubungi Peri Sesepuh...."
"Mungkin sang Peri Sesepuh sedang pergi kencing
di sungai...!" kata murid Sinto Gendeng antara bergurau
dan jengkel tidak sabaran.
Sosok Peri Angsa Putih nampak bergerak bangkit.
104 Peri Angsa Putih 78
Ketika dia kembali ke tempat Hantu Tangan Empat
tubuhnya penuh keringat. Sepertinya dia barusan telah
melakukan satu pekerjaan berat dan memakan tenaga.
"Nasib kalian baik. Peri Sesepuh memberi ijin dan
bersedia turun ke bukit ini untuk menyaksikan pelaksanaan
permohonan kalian. Peri Bunda juga tidak
keberatan walau tidak bisa menghadiri." Peri Angsa
Putih memberi tahu pada Wiro dan kawan-kawannya
sambil membungkuk. Lalu pada Hantu Tangan Empat
dia berkata. "Kek, Peri Sesepuh meminta kita menyiapkan
segala sesuatunya. Dia memilih batu datar
ini sebagai tempat pelaksanaan permohonan."
Hantu Tangan Empatanggukkan kepala. Perlahanlahan
tubuhnya yang masih dalam sikap bersila dan
mengapung di udara bergerak melayang lalu duduk di
belakang batu datar, menghadap ke arah barat. Peri
Angsa Putih angkat Wiro, Naga Kuning dan Setan
Ngompol ke atas batu datar. Lalu dia sendiri duduk di
rumput, di samping kanan si kakek. Hampir sang surya
mencapai titik tertingginya tiba-tiba di langit sebelah
timur kelihatan ada satu titik terang berwarna merah.
Titik ini makin lama makin besar dan jelas melayang
turun ke arah puncak bukit di mana orang-orang itu
berada.
"Peri Sesepuh datang..." kata Peri Angsa Putih.
Lalu Peri cantik ini angkat tangannya, telapak dirapatkan
satu sama lain dan diletakkan di atas kening.
Hantu Tangan Empat lakukan hal yang sama. Melihat
Wiro dan dua kawannya tenang-tenang saja di atas
batu, Peri Angsa Putih segera berkata. "Wahai! Lekas
tirukan perbuatan kami. Letakkan tangan kalian di atas
kening sebagai penghormatan pada Peri Sesepuh yang
telah berkenan datang...."
Naga Kuning dan Setan Ngompol saling berpan104
Peri Angsa Putih 79
dangan. Wiro berkata. "Ikuti saja apa maunya. Apa
susahnya meletakkan kepala di atas kening dengan
dua telapak dirapatkan...."
"Betul," sahut Naga Kuning. "Yang susah kalau
diletakkan di belakang pantat!" Bocah konyol ini tertawa
cekikikan.
"Anak sialan! Jangan kau berani bergurau dalam
keadaan seperti ini!" hardik Setan Ngompol dengan
mata mendelik marah. Tapi lalu tertawa cekikikan dan
terkencing-kencing.
104 Peri Angsa Putih 80
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
10
TONGGAK batu berbentuk tempat tidur itu bergerak
naik di dalam sebuah rongga batu di bagian atas Goa
Pualam Lamerah. Ketika batu itu berhenti bergerak di
sebuah ruangan yang bagus, dihias berbagai bunga hidup
menebar bau harum semerbak, Lakasipo masih tergeletak
tak bergerak seolah tertidur pulas.
Luhjelita pandangi wajah lelaki itu beberapa lamanya.
Begitu dia alihkan pandangan pada dua kaki Lakasipo
gadis ini geleng-geleng kepala sambil beberapa kali
menarik nafas dalam. Ada rasa sedih dan kasihan di
hatinya.
"Hantu Santet Laknat..." kata si gadis perlahan.
"Kejam nian perbuatanmu! Orang yang membayarmu
sudah menemui ajal. Tapi bekas kejahatanmu tidak
akan hilang. Sampai kapan? Sepuluh tahun? Lima
puluh tahun.... Seratus tahun? Lelaki malang. Kasihan
kau Lakasipo. Aku akan mencari jalan agar kau terlepas
dari dua batu yang membuatmu sengsara. Jika saja
aku bisa meminta pertolongan Hantu Muka Dua.... Tapi,
mungkin dia akan menjatuhkan hukuman berat atas
diriku jika tahu aku menyukaimu. Apa lagi menolongmu.
Padahal dia sudah memerintahkan diriku untuk
membunuhmu...."
Pandangan Luhjelita naik ke atas. Lalu kembali
terdengar suaranya. "Maafkan diriku wahai Lakasipo.
Aku tidak ingin melakukan hal ini atas dirimu. Namun
ada satu tugas berat yang harus kulakukan. Aku...."
104 Peri Angsa Putih 81
Sayup-sayup Luhjelita mendengar suara kuda meringkik
disusul suara seperti batu-batu menggelinding
dan hancur. "Sesuatu terjadi di luar goa. Aku harus
bertindak cepat...."
Dengan tangan gemetar Luhjelita menyibakkan
kulit kayu pakaian Lakasipo di bagian pinggang. Dengan
hati-hati sambil matanya mengawasi wajah orang
karena khawatir lelaki itu tiba-tiba sadar Luhjelita terus
menyingkapkan pakaian Lakasipo sampai ke bawah.
Ketika matanya kemudian memandang ke bagian bawah
pusar Lakasipo berubahlah paras gadis ini.
Di situ, tepat di bawah pusar Lakasipo, dia melihat
tiga buah tahi lalat menebar. Dua di samping kiri, satu
di sebelah kanan.
"Tiga tahi lalat..." desis Luhjelita. Tubuhnya mendadak
bergetar hebat. Lima jari tangan kanannya dikembangkan.
Telapak tangan dibuka lebar-lebar. Tangan
itu bergoncang keras. Luhjelita kuatkan hati.
Perlahan-lahan dia kerahkan tenaga dalamnya ke telapak
tangan kanan. Lalu perlahan-lahan pula — masih
dalam keadaan bergetar keras - dia ulurkan tangan
itu ke bawah pusar Lakasipo. Demikian rupa hingga
telapaknya menutupi tiga buah tahi lalat yang ada di
bawah pusar. Dari mulut Luhjelita kemudian keluar
suara berkepanjangan yang tidak jelas. Entah dia tengah
meracau entah sedang merapal mantera.
Keringat membasahi wajah dan sekujur tubuh
Luhjelita. Telapak tangannya yang menempel di tubuh
Lakasipo terasa panas. Dia seolah-olah memegang
bara api. Dari sela-sela jarinya keluar tiga larik asap
hitam, meliuk-liuk ke atas lalu lenyap di salah satu
sudut ruangan. Gadis ini tersentak kaget ketika mendadak
sosok Lakasipo menggeliat Dari mulutnya keluar
suara seperti binatang menggereng. Dua kakinya
104 Peri Angsa Putih 82
bergerak ke atas.
"Duukkk... duukkkk! Byaaaarr!"
Ujung tonggak batu hancur berantakan ketika dua
kaki Lakasipo yang berbentuk batu jatuh menghantam.
Luhjelita tiba-tiba menjerit. Bukan karena hancurnya
tonggak batu yang jadi ketiduran, tapi karena melihat
ada darah mengucur keluar dari hidung, mulut dan
telinga, bahkan pinggiran mata Lakasipo!
"Wahai! Apa yang terjadi! Matikah dia?! Aku tak
bermaksud membunuhnya! Lakasipo! Aku tidak bermaksud
membunuhmu!" teriak Luhjelita. Diguncangnya
tubuh lelaki itu. Dia seperti hendak menangis. Lalu
kepalanya diletakkan di dada Lakasipo. Telinganya
ditempelkan di arah jantung.
"Masih ada suara detakan. Dia masih hidup "
Luhjelita sesaat menjadi lega. Dia tanggalkan serangkaian
bunga-bunga yang melingkar di pinggangnya.
Lalu dia pergunakan bunga-bunga itu untuk membersihkan
darah di muka Lakasipo. Ketika dia mencampakkan
bunga-bunga itu ke lantai ruangan dan mengarahkan
pandangannya ke bawah pusar Lakasipo terkejutlah
gadis itu.
"Tiga tahi lalat di bawah pusarnya. Lenyap! Hilang
kemana?! Wahai!" Setengah tak percaya Luhjelita dekatkan
matanya ke tubuh Lakasipo. "Lenyap! Benarbenar
tak ada lagi!"
Perlahan-lahan Luhjelita angkat tangan kanannya.
Telapak tangan dikembangkan. Gadis ini keluarkan
seruan tertahan. Telapak tangannya yang sebelumnya
putih bersih dan mulus kini di situ tahu-tahu terdapat
tiga buah tahi lalat hitam!
"Tiga tahi lalat itu.... Berpindah ke telapak tanganku!"
ujar Luhjelita dengan suara bergetar. "Apakah
ini satu pertanda baik bahwa para Dewa dan Peri telah
104 Peri Angsa Putih 83
memberi jalan padaku untuk mendapatkan ilmu yang
kucari itu?' Sepasang mata Luhjelita berkilat-kilat. Senyum
menyeruak di bibirnya yang bagus. Berulang
kali tangan kirinya mengusapi telapak tangan yang kini
ada tiga tahi lalat Ku. "Tiga tahi lalat..." desis si gadis.
"Aku masih harus mencari delapan belas lagi. Wahai!
Berarti aku harus mendapatkan enam lelaki lagi...."
Luhjelita alihkan pandangannya pada Lakasipo.
"Luhjelita! Di mana kau?! Luhjelita!"
Tiba-tiba terdengar suara teriakan orang di bawah
sana. Luhjelita tercekat kaget.
"Wahai.... Itu suara Hantu Muka Dua! Bagaimana
dia bisa sampai kemari secepat Ku!" Wajah Luhjelita
berubah. "Dia pasti marah besar jika dia tahu...."
Terdengar suara benda hancur.
Luhjelita pegang dada Lakasipo dengan tangan
kiri sementara tangan kanan mengusap kening dan
rambut lelaki ini. "Wahai Lakasipo, sebenarnya aku
tidak ingin meninggalkanmu dalam keadaan seperti
ini. "Tapi aku harus pergi. Di lain hari aku akan mencarimu
lagi. Orang gagah, biar kutinggalkan separoh
hatiku di dalam hatimu...." Luhjelita usap dadanya
dengan tangan kanan. Lalu tangan Ku diusapkannya
ke dada Lakasipo. "Aku pergi Lakasipo. Kau akan aman
di tempat ini. Tak ada satu kekuatan pun sanggup
menerobos masuk ke tempat ini. Hantu Muka Dua
sekalipun tidak punya kemampuan...." Sesaat si gadis
pegangi wajah Lakasipo dengan kedua tangannya.
Lalu dia bangkit berdiri dan berkelebat ke sudut ruangan
sebelah kiri. Sebuah celah membuka di dinding batu.
Luhjelita cepat menyelina p masuk ke da lam celah.
Begitu dia menghilang celah Ku menutup kembali.
Tak lama setelah Luhjelita pergi, sosok Lakasipo
di atas batu tampak bergerak. Matanya terbuka. "Wahai,
104 Peri Angsa Putih 84
di mana aku. Apa yang terjadi dengan diriku...?" Lakasipo
memandang berkeliling. Lalu matanya perhatikan dirinya
sendiri. Memandang ke bawah hatinya bertanya-tanya.
Dia melihat sesuatu kelainan namun sulit menduga apa
yang telah terjadi. "Wahai.... Mengapa pakaianku di
sebelah bawah berkeadaan seperti ini. Apa yang telah
terjadi...?" Lakasipo usap perutnya.
"Ada satu kelainan. Tapi aku tidak tahu pasti kelainan
apa...." Saat itu Lakasipo tidak menyadari bahwa tiga
buah tahi lalat yang sebelumnya ada di bawah pusarnya
kini telah lenyap. Yang diingatnya kemudian justru
adalah gadis itu.
"Luhjelita..." ucapnya perlahan. "Luhjelita! Di mana
kau?!" Lakasipo bangkit dan duduk di atas batu. Kaki
kanannya jatuh ke lantai.
"Dukkkk!" Lantai ruangan bergetar dan remuk tertimpa
kaki batu Lakasipo. Tidak sengaja kaki batu itu
menggeser bagian tengah sebelah bawah tonggak batu
di mana justru terletak alat rahasia untuk menurunkan
batu itu. Terdengar suara berdesir. Batu di atas mana
Lakasipo terduduk perlahan-lahan turun ke ruangan
bawah. Di ruangan bawah ini telah menunggu Hantu
Muka Dua!
*
* *
Kita kembali dulu pada beberapa saat sebelum
Luhjelita dan Lakasipo masuk ke dalam goa dan naik
ke ruangan yang penuh dengan bunga-bunga....
Hujan telah lama reda. Luhtinti masih duduk di
punggung kuda kaki enam menahan dingin. Setelah
104 Peri Angsa Putih 85
sekian lama menunggu dan Lakasipo tidak juga muncul,
timbul rasa was-was dalam hati gadis cantik berkulit
hitam manis ini.
"Jangan-jangan terjadi apa-apa dengan lelaki itu.
Sifat Luhjelita tidak bisa diduga. Waktu di tepi telaga
jelas kulihat pada wajah dan sikapnya bayangan rasa
cemburu terhadap Peri Angsa Putih. Pertanda dia
menyukai lelaki itu. Kalau sampai terjadi sesuatu,
bagaimana dengan diriku...?"
Luhtinti usap-usap kuduk basah Laekakienam lalu
berkata. "Kuda hitam berkaki enam, kau tunggulah di
sini. Aku akan melihat ke dalam goa...."
Laekakienam putar lehernya dan julurkan lidahnya
seraya mengedipkan mata seolah mengerti ucapan si
gadis. Luhtinti segera bergerak turun. Namun baru saja
kakinya menyentuh tanah tiba-tiba ada sambaran angin
dan tahu-tahu sesosok tubuh yang memiliki kepala
bermuka dua telah tegak menyeringai di hadapannya.
"Hantu Muka Dua! Wahai...." Paras Luhtinti berubah
pucat pertanda takut.
"Luhtinti.... Luhtinti..." kata Hantu Muka Dua berulang
kali seraya geleng-gelengkan kepala. Saat itu
dua wajahnya adalah wajah lelaki separuh baya, putih
di sebelah depan dan hitam pekat di sebelah belakang.
"Jauh sekali perjalananmu sampai ke sini. Dan agaknya
barusan kau menunggangi kuda hitam berkaki enam.
Wahai! Tidak aku sangka kau punya hubungan dengan
pemilik kuda ini. Wahai mata-mataku. Kau mengkhianati
diriku! Kau tahu Lakasipo adalah salah seorang yang
masuk dalam daftar kematian yang telah kutentukan!"
Tangan kanan Hantu Muka Dua menjambak rambut
basah Luhtinti. Demikian kerasnya jambakan itu hingga
banyak rambut yang tercabut. Luhtinti terpekik kesakitan.
"Wahai Hantu Muka Dua.... Tidak ada niat meng104
Peri Angsa Putih 86
khianatimu. Sewaktu terjadi bencana di Telaga Lasituhitam
saya sempat jatuh pingsan. Ketika siuman
ternyata saya dan empat gadismu telah diselamatkan
oleh Lakasipo. Kalau lelaki itu tidak menolong niscaya
kami semua bakal menemui kematian. Kami tidak tahu di
mana kau berada. Karena Lakasipo menjadi tuan
penolong maka kami hanya bisa 'menyerahkan diri
padanya...."
"Bagus betul perbuatanmu Luhtinti!" kata Hantu
Muka Dua dengan suara keras menghardik. "Kemana
perginya empat gadis itu! Wahai.' Aku tidak melihat
mereka seorangpun di tempat ini!"
"Mereka kembali ke kampung masing-masing setelah
Lakasipo menolak membawa mereka..." menerangkan
Luhtinti.
Hantu Muka Dua menyeringai. "Nasibmu rupanya
beruntung! Lakasipo mau membawamu! Ha... ha...
ha...! Pasti kau sudah ditidurinya! Mengaku!"
Masih dijambak, Luhtinti gelengkan kepalanya.
"Wahai Hantu Muka Dua, kami tidak berbuat apa-apa.
Lakasipo tidak...."
"Perempuan laknat! Siapa percaya pada ucapanmu!
Aku tahu lelaki macam apa adanya Lakasipo! Kau
pantas menerima hukuman dariku wahai Luhtinti!"
Saat bicara penuh amarah itu muka Hantu Muka
Dua depan belakang berubah menjadi muka raksasa
angker menggidikkan. Tangannya yang menjambak
Luhtinti bergerak.
"Kreeeekkkk!"
Luhtinti menjerit. Keras dan panjang.
Rambut hitam bagus di kepala gadis itu hampir
tercabut keseluruhannya dari kulit kepalanya. Kepala
Luhtinti nyaris botak dan darah mengucur dari kulit
kepala yang luka. Gadis malang ini terhantar di tanah,
104 Peri Angsa Putih 87
mengerang berkepanjangan.
Masih beringas Hantu Muka Dua jongkok di samping
Luhtinti seraya cekal lengan gadis itu. "Dengar
Luhtinti! Aku tidak akan membunuhmu! Tapi aku tidak
segan-segan menanggalkan tanganmu ini...."
"Ampun! Jangan! Jangan lakukan itu wahai Hantu
Muka Dua!" jerit Luhtinti ketakutan setengah mati.
Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. "Kalau begitu
lekas berrtahu. Apakah Lakasipo datang ke goa ini
mencari Luhjelita?!"
"Betul sekali wahai Hantu Muka Dua..." jawab
Luhtinti lalu suaranya putus berganti erangan. Sesaat
kemudian baru dia menyambung. "Menurut Lakasipo,
Luhjelita yang memintanya datang ke goa ini...."
Muka seram depan belakang Hantu Muka Dua
mengerenyit. Taring-taringnya mencuat. Empat bola
matanya yang berbentuk segi tiga memancarkan sinar
hijau. "Kekasihku! Wahai! Apa kau juga telah jadi
pengkhianat?! Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!" Hantu
Muka Dua mendongak ke langit lalu berteriak keras.
Gaung suaranya menggetarkan kawasan bukit batu.
Rambut hitam panjang Luhtinti yang sejak tadi digenggamnya
dicampakkannya ke tanah. Dengan kaki
kanannya ditendangnya pinggul gadis ini hingga terpental
bergulingan.
"Wahai! Kalau saja aku tidak punya pantangan
membunuh, sudah kuhabisi nyawamu!" Masih belum
puas, kembali dia hendak menendang gadis yang
sudah tidak berdaya dan cidera berat itu. Namun
tiba-tiba terdengar ringkik keras Laekakienam. Kuda
raksasa milik Lakasipo ini menerjang. Dua kaki depannya
menderu ke kepala dan perut Hantu Muka Dua!
"Binatang keparat! Kau minta kugebuk mampus!"
bentak Hantu Muka Dua marah. Sambil melompat
104 Peri Angsa Putih 88
setinggi dua tombak dia hantamkan tangan kanannya
ke kepala Laekakienam. Sesaat lagi pukulan itu akan
menghancurkan kepala sebelah kiri kuda berkaki enam
Ku mendadak dua mata sebelah depan Hantu Muka
Dua sempat melihat bagian bawah di antara dua kaki
belakang binatang tersebut.
"Wahai!" Hantu Muka Dua berseru kaget. Dia cepat
tarik pulang pukulan mautnya. "Binatang celaka ini
ternyata seekor kuda betina! Walau cuma binatang dia
tetap adalah perempuan! Aku tak berani kesalahan
melanggar pantangan!"
Tendangan dua kaki enam Laekakienam menghantam
dinding batu dekat mulut goa hingga hancur
bergemuruh. Dengan cepat binatang ini berbalik, siap
mencari dan menyerang Hantu Muka Dua kembali.
Namun saat itu dari samping Hantu Muka Dua bertindak
lebih cepat. Dua tangannya dengan telapak terkembang
didorongkan ke arah Laekakienam. Binatang Ini
meringkik keras ketika tubuhnya yang besar laksana
dilanda topan prahara terlempar keras lalu terbanting
ke mulut goa. Sebagian mulut goa dan dinding batu
hancur berantakan. Laekakienam meringkik keras sekali
lagi lalu jatuh melosoh. Untuk beberapa lamanya
binatang ini tak mampu bergerak tak mampu keluarkan
suara.
Mulut Hantu Muka Dua depan belakang meludah
berulang kali. Lalu dia berkelebat memasuki Goa Pualam
Lamerah.
"Luhjelita! Di mana kau! Luhjelita!" Hantu Muka
Dua berteriak memanggil. Suaranya menggema dahsyat
di seantero lorong batu. Di satu ruangan Hantu
Muka Dua hentikan langkahnya. Telinganya menangkap
suara berdesir di atas kepalanya. Ketika dia mendongak,
wajahnya yang saat itu masih berujud muka
104 Peri Angsa Putih 89
dua raksasa berkerenyit. Empat buah matanya membersitkan
sinar hijau. Di atasnya, langit-langit ruangan
membuka lalu muncul sebuah tonggak batu yang
perlahan-lahan bergerak turun. Lalu dia melihat bolabola
batu itu. Tampang Hantu-Muka Dua depan belakang
mendadak sontak jadi beringas. Dia melangkah
mundur. Tepat pada saat punggungnya menyentuh
dinding, batu empat persegi panjang mencapai lantai
ruangan dan berhenti. Lakasipo yang berada di atas
batu itu terkejut ketika mengetahui dia tidak seorang
diri ditempat itu. Luhjelita yang dicarinya tetapi makhluk
bermuka dua itu yang ditemuinya.
"Manusia memiliki dua muka. Satu di depan satu
di belakang. Dia pasti Hantu Muka Dua yang punya
niat hendak membunuhku!" ujar Lakasipo dalam hati.
"Sebelum aku membunuhmu wahai manusia bernama
Lakasipo bergelar Hantu Kaki Batu! Beri tahu di
mana beradanya kekasihku Luhjelita!" Sambil bicara
dua mata Hantu Muka Dua sebelah depan memandang
ke arah pusar Lakasipo yang terbuka.
"Sebelum aku menjawab ingin aku tahu! Sebab
lantaran apa kau yang dinamai Hantu Muka Dua inginkan
nyawaku!" menukas Lakasipo.
* *
104 Peri Angsa Putih 90
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
11
DUA mulut Hantu Muka Dua tertawa bergelak. Lalu
dengan garang dia membentak. "Hantu Kaki Batu Jika
tubuh kasarmu tidak mau memberitahu biar nanti rohmu
yang akan kutanyai di mana beradanya Luhjelital
Sekarang bersiaplah menerima kematian!"
Habis berkata begitu Hantu Muka Dua keluarkan
suara meringkik seperti kuda melihat setani Bersamaan
dengan Ku tangan kanannya dipukulkan ke depan.
Tak ada kiblatan sinar. Tak ada sambaran sinar
atau cahaya. Namun tahu-tahu Lakasipo merasa ada
satu kekuatan dahsyat melabrak dirinya.
"Tangan Hantu Tanpa Suara!" teriak Lakasipo yang
pernah mendengar ilmu kesaktian yang dimiliki lawan
tapi baru sekali ini melihat dan merasakannya. Cepatcepat
lelaki ini singkirkan diri sampai dua tombak ke
samping.
"Braaakkkl Byaaarr!"
Sebagian batu empat persegi panjang dan dinding
di belakang Lakasipo hancur berantakan. Asap aneh
bercampur dengan kepingan serta hancuran batu berbentuk
bubuk memenuhi ruangan dalam Goa Pualam
Lamerah itu, menutupi pemandangan. Lakasipo cepat
tutup jalan pernafasannya. Sesaat dia menunggu. Begitu
melihat bayangan Hantu Muka Dua di depan sana
dia segera menghantam dengan pukulan sakti bernama
Lima Kutuk Dari Langit\
Lima larik sinar hitam menyambar ke arah Hantu
104 Peri Angsa Putih 91
Muka Dua. Ini adalah satu pukulan sakti yang bukan
saja membuat lawan menjadi gosong sekujur tubuhnya
tapi tubuh yang terkena hantaman pukulan ini akan
menjadi ciut atau mengkerut! Siapa di Negeri Latanahsilam
yang tidak mengenal kehebatan dan keganasan
ilmu ini. Namun Hantu Muka Dua ganda tertawa ketika
melihat lima larik sinar maut yang datang ke arahnya itu.
Setengah tombak lagi lima sinar itu akan menghantam
tubuhnya tiba-tiba Hantu Muka Dua membuat gerakan
aneh. Tubuhnya berputar laksana gasing. Bersamaan
dengan itu mulutnya depan belakang meniup keras.
"Wusssss!"
Suara letupan keras dan berkepanjangan menggetarkan
ruangan batu. Bersamaan dengan itu muncul
asap merah bergulung-gulung berbentuk kerucut, kecil
di bawah melebar di sebelah atas. Gulungan asap
merah ini bukan saja membentengi dirinya dari Pukulan
Lima Kutuk Dari Langit tetapi sekaligus secara aneh
menyedot lima larik sinar hitam pukulan sakti yang
dilepaskan Lakasipo!
Lakasipo berseru kaget ketika merasakan tubuhnya
tertarik dan hampir tersedot masuk ke dalam gulungan
sinar merah berbentuk kerucut. Dengan cepat dia
kerahkan seluruh tenaga dalam lalu kaki kanannya yang
terbungkus batu berbentuk bola ditendangkan ke depan,
melepas tendangan yang disebut Kaki Roh Pengantar
Mautl
"Wusssss!"
Sinar hitam menderu.
"Reeekkkk!"
"Bummmmm!"
Ruang batu dalam Goa Pualam Lamerah itu bergetar
hebat. Beberapa bagian langit-langit batu runtuh
dan dinding ada yang retak pecah! Lantai mencuat
104 Peri Angsa Putih 92
ambrol! Untuk kedua kalinya tempat itu tertutup oleh
asap dan hancuran batu-batu. Ketika keadaan kembali
terang kelihatan Lakasipo terduduk di salah satu sudut
ruangan. Kaki kanannya yang tadi dipakai menendang
kini berada dalam keadaan kaku dan berat tak bisa
digerakkan. Dadanya sesak membuat dia sulit bernafas
sementara kepalanya berdenyut sakit dan pemandangannya
berkunang-kunang. Dati sela bibirnya mengucur
darah kental! Tubuhnya sebelah kanan mulai
dari pipi sampai ke paha kelihatan kemerah-merahan.
Salah satu bagian dari bola batu yang membungkus
kakinya hancur!
Beberapa langkah di depan Lakasipo, Hantu Muka
Dua kelihatan tegak dengan tubuh bergeletar bergoyanggoyang.
Makhluk bermuka dua ini keluarkan suara
menggereng dan cepat kuasai dirinya. Dua mulutnya
menyeringai lalu dia mengerenyit seperti menahan sakit.
Ketika dia memandang ke dada kirinya kagetlah Hantu
Muka Dua. Serta merta dua muka raksasa di kepalanya
berubah menjadi wajah dua kakek yang pucat pasi! Di
dada kirinya menancap pecahan runcing batu yang
berasal dari bola batu di kaki kanan Lakasipo.
"Lakasipo jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah
sekali. Dua wajahnya kembali berubah membentuk
tampang raksasa. Sinar hijau membersit dari empat
bola matanya yang berbentuk segi tiga. Dengan tangan
kirinya dia cabut pecahan batu yang menancap di dada
kirinya lalu dilemparkan ke arah Lakasipo.
Dalam keadaan tak mampu menggerakkan kaki
kanan, Lakasipo pergunakan kaki kiri untuk menangkis
serangan batu runcing yang mengarah ke kepalanya.
'Traaakkkk!"
Batu runcing hancur berantakan begitu beradu
dengan bola batu yang membungkus kaki kiri Lakasipo.
104 Peri Angsa Putih 93
Walau selamat namun seperti yang terjadi dengan kaki
kanannya, kembali Lakasipo merasakan kaki itu menjadi
berat dan kaku hingga tak bisa digerakkan. Kini
Lakasipo benar-benar jadi tidak berdaya. Ketika Hantu
Muka Dua melangkah mendekatinya, dia tidak mampu
berdiri! Dengan cepat dia kerahkan tenaga dalam ke
tangan kiri kanan, menjaga segala kemungkinan, mempersiapkan
pukulan Lima Kutuk Dari Langit. Akan
tetapi, Hantu Muka Dua bertindak lebih cepat. Dari dua
matanya di sebelah depan melesat dua larik sinar hijau
berbentuk segitiga panjang! Inilah serangan maut yang
disebut Hantu Hijau Penjungkir Rohl Konon ilmu kesaktian
ini dulunya dimiliki oleh seorang dedengkot
hantu di Negeri Latanahsilam yang disebut Hantu
Lumpur Hijau. Dengan segala kekejian dan tipu daya
busuk Hantu Muka Dua berhasil merampas ilmu itu
dari Hantu Lumpur Hijau. Hantu Lumpur Hijau sendiri
kemudian terpaksa menyelamatkan diri ke dalam rimba
belantara yang penuh dengan lumpur dan disebut
Kubangan Lalumpur. Jangankan sosok manusia, pohon
besar atau batu sekalipun jika terkena hantaman
sinar hijau ini akan hancur mengerikan seperti lumpur
dan berwarna hijau!
Lakasipo masih berusaha menangkis dan menghantam
dengan pukulan Lima Kutuk Dari Langit seraya
miringkan tubuh ke samping. Namun tak ada gunanya.
Hantu Muka Dua tertawa mengekeh. Hanya sesaat lagi
dua larik sinar hijau yang keluar dari mata Hantu Muka
Dua akan menamatkan riwayat Lakasipo tiba-tiba berkelebat
satu bayangan putih. Hantu Muka Dua merasakan
tubuhnya bergetar oleh sambaran angin. Dua
kakinya tersurut satu langkah. Meski demikian dua
larik sinar hijau yang dilepaskannya menghantam tidak
bisa ditahan.
104 Peri Angsa Putih 94
"Braaakkk!"
"Braaaaakk!"
Dinding batu dalam Goa Pualam Lamerah untuk
kesekian kalinya hancur berantakan. Namun kali ini
lebih dahsyat dan lebih mengerikan. Pada dinding
terlihat dua buah lobang besar berwarna kehijauan.
Pinggiran lobang laksana leleh. Di lantaigoa bertaburan
pecahan-pecahan batu yang telah berubah menjadi
hijau dan lunak seperti lumpurl
Hantu Muka Dua berseru kaget dan juga marah.
Karena ketika dia memandang ke depan dan memastikan
sosok Lakasipo alias Hantu Kaki Batu telah
lumat menjadi lumpur hijau ternyata Lakasipo tidak
ada lagi di tempat itu!
"Jahanam!" teriak Hantu Muka Dua marah. Muka
raksasanya menjadi semerah bara. Taring-taring mencuat
keluar dari dua mulutnya dan dua pasang matanya
seperti mau melompat dari rongganya. "Siapa minta
mampus berani mencampuri urusan Hantu Muka Dua!"
Hantu Muka Dua bantingkan kaki kanannya hingga
lantai goa yang sudah hancur di sana sini itu kini
melesak sedalam satu jengkal!
Kemarahan Hantu Muka Dua mendadak sontak
berubah menjadi rasa kaget ketika dia palingkan mata
sebelah belakangnya dia melihat satu sosok tegak
sejarak enam langkah di seberang sana. Sosok aneh
ini berupa seorang perempuan muda berparas cantik,
mengenakan pakaian terbuat dari bahan menyerupai
sutera tipis putih. Sekujur sosoknya bergoyang-goyang
seolah dirinya terbuat dari asap atau hanya berupa
bayang-bayang samar. Namun saat demi saat sosok
dan wajah perempuan ini semakin nyata. Dia berdiri
sambil mendukung Lakasipo yang berada dalam keadaan
setengah sadar setengah lupa diri. Sepasang
104 Peri Angsa Putih 95
matanya menatap dingin tak berkesip ke arah Hantu Muka
Dua.
"Sulit aku percayai" kata Hantu Muka Dua. "Wahai! Apa
betul aku melihat Luhrinjani, pengantin muda, istri yang
dikabarkan telah tewas bunuh diri di jurang Bukit Batu
Kawin puluhan tahun silam!"
Mulut perempuan cantik yang mendukung Lakasipo
terbuka. Dia memang adalah penjelmaan Luhrinjani istri
Lakasipo yang telah meninggal bunuh diri puluhan tahun
silam dan bisa muncul seperti itu berkat kekuatan sakti
yang diberikan para Dewa dan para Peri.
"Kau melihat diriku! Kau tidak buta! Wahai! Apa yang
kau lihat itulah kenyataan yang ada! Kau mendengar
suarakul Wahai! Apa yang kau dengar itulah kenyataan
yang ada!"
"Luhrinjani.... Kau muncul secara tidak wajar. Aku...."
"Di negeri ini sudah lama terjadi ketidakwajaran!"
menukas sosok Luhrinjani. "Dan kau adalah biang racun
segala ketidak wajaran itu! Kau menebar kekejian, tipu
dan mengumbar nafsu. Kau merasa berbangga diri
dengan julukan Hantu Segala Keji, Segala Tipu dan
Segala Nafsu!"
"Ha... ha...! Kau tahu jelas siapa diriku! Perempuan
dari alam roh! Kalau kemunculanmu hanya sekedar
menolong suamimu, aku mungkin bisa memaafkan. Tapi
kalau kau sengaja mencari perkara lebih lanjut, aku akan
membuat kau tidak bisa kembali ke alammu! Kau akan
kugantung antara bumi dan langitl"
"Wahai! Mulutmu berucap keji dan sombong! Apakah
ilmu kepandaianmu melebihi kesaktian para Dewa dan
para Peri di langit ke tujuh?l"
"Untuk memberi pelajaran padamu, ilmu kepandaian
yang sudah kumiliki rasa-rasanya bisa membuatmu
kapok seumur jaman!" Hantu Muka Dua sentakkan
104 Peri Angsa Putih 96
kepalanya hingga rambutnya yang gondrong acakacakan
tersibak dan kini dua wajahnya yang seram
kelihatan jelas.
"Kutuk dan hukum para Dewa dan para Peri akan
jatuh atas dirimu! Sekarang menyingkir dari hadapanku!"
Luhrinjani melangkah ke pintu lorong yang menuju
mulut goa. Tapi Hantu Muka Dua segera menghadang.
"Kau boleh pergi. Tapi tinggalkan laki-laki itu disinil"
"Heh.... Begitu?" Luhrinjani tersenyum lalu tertawa
perlahan. "Baik, kupenuhi permintaanmu wahai Hantu
Muka Dua. Lakasipo akan kutinggalkan di dalam goa
ini. Aku akan pergi. Tapi sebelum pergi aku minta
nyawamu lebih dulu!"
"Makhluk jejadian jahanam!" teriak Hantu Muka Dua.
Dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga yang ujungnya
runcing menyambar ke arah sosok Luhrinjani.
Luhrinjani berseru kerasi Tubuh Lakasipo yang
berada dalam dukungannya dilemparkan ke atas
ruangan lalu dia sendiri cepat berkelebat
"Braaakkk.... Byaaaar!"
Dinding ruangan di belakang Luhrinjani hancur
dan berubah menjadi lelehan lumpurl
"Bukkk!"
Hantu Muka Dua mengeluh tinggi. Satu pukulan
keras melanda dadanya hingga dia terjengkang di lantai
goa. Sambil menahan sakit dia cepat melompat berdiri
lalu menerjang ke arah Luhrinjani. Namun yang diserang
seolah ditelan bumi lenyap dari hadapannya.
Di lain saat kembali terdengar suara "bukkk!" Kali ini
punggung Hantu Muka Dua yang jadi sasaran hingga
dia terbanting ke dinding goa. Di saat yang sama tubuh
Lakasipo yang tadi dilemparkan ke atas, begitu jatuh
dengan cepat disambut oleh Luhrinjani.
"Apa yang terjadi?!" Lakasipo bersuara. Rupanya
104 Peri Angsa Putih 97
lelaki ini sudah sadarkan diri. Dia terkejut sekali ketika
dapatkan dirinya berada dalam dukungan seseorang.
Dan ketika dia memandang ke atas memperhatikan
wajah si pendukung tambah kagetlah Lakasipo.
"Luhrinjanil Wahail Apa yang terjadi?!"
Lakasipo cepat melompat turun dari dukungan
Luhrinjani. Goa Pualam Lamerah bergelegar keras
begitu dua kaki batunya menginjak lantai goa. Pada
saat pandangannya membentur sosok Hantu Muka
Dua lelaki ini segera sadar apa yang telah terjadi
sebelumnya.
"Hantu Muka Dua makhluk keparat! Saatnya riwayatmu
ditamatkan!" Lakasipo menggereng keras. Tubuhnya
melesat ke depan. Kaki kanannya menderu ke arah
kepala Hantu Muka Dua. Walau dengan mudah Hantu
Muka Dua bisa mengelakkan serangan itu namun hatinya
mulai dilanda rasa kecut. Lakasipo tidak mudah
mengalahkannya. Sebaliknya dia merasa mampu
membunuh lelaki itu. Namun kehadiran Luhrinjani
membuat keadaan bisa berubah. Bagaimanapun amarah
kebenciannya terhadap Luhrinjani namun pantangan
yang harus dijalaninya tidak memungkinkannya
membunuh perempuan itu! Menyadari keadaan ini
Hantu Muka Dua gunakan siasat licik. Serangannya
bertubi-tubi diarahkan pada Lakasipo. Pada saat-saat
tertentu dia keluarkan ilmu Hantu Hijau Penjungkir Roh.
Bagaimanapun cepatnya gerakan Lakasipo untuk
mengelakkan serangan lawan serta dahsyatnya dua
kaki batu yang dimilikinya setelah beberapa jurus
berlalu Lakasipo mulai terdesak.
Melihat kejadian ini Luhrinjani tidak menunggu lebih
lama. Dia melompat ke dalam kalangan perkelahian lalu
lancarkan serangan berantai dari samping dan belakang.
Repotnya bagi Hantu Muka Dua, walau dia bisa melayani
104 Peri Angsa Putih 98
semua serangan Luhrinjani namun dia selalu merasa ragu
membalas serangan itu secara keras. Khawatir Luhrinjani
cidera berat dan menemui ajal. Sebaliknya begitu melihat
lawan mulai bingung Luhrinjani pergunakan kesempatan.
Dia memberi isyarat pada Lakasipo. Pada saat yang tepat
kedua orang ini melompat ke arah lorong yang menuju
mulut goa.
"Kalian mau lap ke mana!" teriak Hantu Muka Dua
mengejar. Namun sebelum dia sempat masuk ke dalam
lorong batu, Lakasipo dan Luhrinjani telah lebih dulu
membobol langit-langit dan dinding terowongan hingga
runtuh menggemuruh dan menutup jalan menuju mulut
goa!
"Jahanam! Apa kalian mengira aku tidak bisa
menembus runtuhan batu-batu ini!" teriak Hantu Muka
Dua marah. Dua tangannya didorongkan ke depan.
Mulutnya meniup. Buntalan gelombang angin dahsyat
menderu. Batu-batu yang menutupi lorong goa mencelat
bermentalan. Hantu Muka Dua cepat melesat di
sepanjang reruntuhan lorong. Namun ketika dia sampai
di luar Goa Pualam La merah, Lakasipo dan Luhrinjani
tidak kelihatan. Kuda hitam berkaki enam dan Luhtinti
juga tidak ada lagi di tempat itu.
Hantu Muka Dua menggeram marah. "Luhjelita!
Luhtinti! Perempuan-perempuan pengkhianatl Aku
memang tidak bisa 'membunuh kalian! Tapi awas!
Pembalasanku lebih sakit dari pada kematian! Kalian
berdua akan kusiksa sepanjang jaman! Tempat penyiksaaan
seperti Ruang Obor Tunggal kelak akan
menjadi bagian kalian!"
*
* *
104 Peri Angsa Putih 99
BASTIAN TITO
Peri Angsa Putih
12
KEMBALI ke puncak bukit berumput biru. Pendekar 212
Wiro Sableng, Naga Kuning dan Setan Ngompol
menunggu dengan hati berdebar. Mereka memandang ke
langit tinggi di mana mereka melihat ada satu titik merah
bergerak turun dari langit di arah timur.
"Aku ingin sekali cepat-cepat melihat bagaimana
rupanya Peri Sesepuh yang mau menolong kita itu..."
bisik Naga Kuning.
"Pasti sangat cantik dan paling cantik di antara
semua Peri yang pernah kita lihat. Kita sudah menyaksikan
cantiknya Peri Angsa Putih, sudah melihat
wajah Peri Bunda. Peri Sesepuh yang jadi pimpinan
segala Peri pasti cantiknya selangit tembus!" kata Setan
Ngompol pula.
Titik merah yang turun dari langit makin lama
semakin besar. Hantu Tangan Empat menatap dengan
mata dibesarkan dan tak pernah berkesip. Ketika titik
Ku membentuk besarnya telur ayam, Hantu Tangan
Empat pergunakan dua tangannya mengusap mukanya.
Saat Ku juga mukanya yang tadi rata berubah
menjadi satu wajah amat mengerikan. Rambutnya yang
sebelumnya putih kini menjadi merah darah, tegak kaku.
Dari sela-sela rambut kelihatan asap merah mengepul.
Lalu dua matanya yang besar mencuat dan kini seolah
tergantung di luar rongga. Hidungnya yang semula
rata kini tinggi panjang dan bengkok. Bibirnya berwarna
biru pekat Gigi-giginya berubah panjang dan lancip
104 Peri Angsa Putih 100
Perubahan lain yang membuat keadaan tambah angker
ialah jumlah tangannya yang kini menjadi empati
"Kalian lihat, Hantu Tangan Empat telah merubah
tampangnya..." memberi tahu Wiro pada Naga Kuning
dan Setan Ngompol. Kalau Naga Kuning hanya melirik
dengan rasa ngeri, sebaliknya Setan Ngompol langsung
terkencing karena kaget
Di langit, benda merah berkilauan tadi semakin
membesar. Hantu Tangan Empat kembangkan dua
tangan di depan dada dengan telapak tangan terbuka
menghadap ke langit. Dua tangan lainnya diluruskan
ke samping telinga kiri kanan. Lalu dari mulutnya keluar
suara seperti orang membaca jampai-jampai terus
menerus tidak henti-hentinya. Mukanya yang mengerikan
kelihatan bertambah angker. Seperti tadi dua matanya
memandang ke langit, tidak pernah berkedip.
Kira-kira lima puluh tombak benda merah tadi
berada di atas bukti rumput biru bentuknya mulai jelas.
Ternyata benda itu adalah sosok seorang perempuan
berpakaian merah yang duduk di atas sebuah batu
pualam berwarna merah. Ujung pakaiannya melambailambai
panjang dan perlahan-lahan turun ke tanah.
Bau harum semerbak memenuhi puncak bukit
"Heh.... Baunya saja sewangi ini, pasti Peri Sesepuh
ini cantik sekali..." bisik Setan Ngompol sambil menyikut
Naga Kuning. Tubuhnya pasti tinggi semampai,
langsing dan dadanya heh...." Setan Ngompol senyumsenyum
sendiri.
Semakin dekat sosok merah yang turun di langit
itu semakin jelas bentuknya. Ketika sosok ini akhirnya
sampai di puncak bukit dan menggantung di udara
setinggi dua tombak, Setan Ngompol terperangah dan
cepat-cepat tekap bagian bawah perutnya. Apa yang
104 Peri Angsa Putih 101
diduga dan diucapkannya ternyata meleset sangat
jauh. Yang bernama Peri Sesepuh itu ternyata seorang
perempuan bertubuh luar biasa gemuknya. Wajahnya
bulat dan selalu keringatan. Hidungnya lebar pesek.
Selain dandanannya sangat mencolok, pada pipi kirinya
ada sebuah tahi lalat selebar telur burung merpati.
Dagu dan lehernya tidak kelihatan lagi karena gemuk
berlemak jadi satu. Rambut di kepalanya disanggul
aneh diikat dengan sebuah pita merah. Lalu pada
telinga kirinya melingkar sebuah giwang besar berbentuk
bulat berwarna merah.
Tubuhnya yang berbobot lebih dari dua ratus lima
puluh kati itu duduk di atas sebuah kursi batu pualam
merah. Dia mengenakan lilitan kain sutera merah. Di
bagian atas kain merah ini tidak menutupi seluruh
dadanya yang gembrot hingga ketiaknya tersingkap
lebar. Di sebelah bawah kain sutera itu hanya melingkar
sampai pertengahan paha sedang ujungnya bergulung
di bagian belakang dan terus menjela ke bawah ke
rumput di atas bukit. Ketika sang Peri tersenyum
kelihatanlah giginya yang besar-besar.
"Kukira yang datang ini bukan Peri Sesepuh. Tapi
Peri Raksesi...!" kata Setan Ngompol yang kecewa
besar karena apa yang dia harapkan berbeda dengan
kenyataan.
Naga Kuning tertawa cekikikan sedang murid
Eyang Sinto Gendeng garuk-garuk kepala pulang balik.
Lalu dia cepat berbisik. "Hussssl Bagaimanapun keadaannya
kita harus bersyukur dan berterima kasih
dia mau menolong kita. Jangan bicara yang bukanbukan
dan jangan bicara keras-keras. Kalau sampai
terdengar Peri gembrot itu bisa urung kita jadi orang I"
"Kalau saja kawanmu si Dewa Ketawa atau si
Bujang Gila Tapak Sakti yang gendut-gendut itu ada
104 Peri Angsa Putih 102
di sini, pasti mereka senang sekali melihat Peri gemuk
itu..." menyahuti Naga Kuning.
Setelah mengapung diam di udara beberapa ke
tika, Peri Sesepuh dan kursinya bergerak merendah.
Pada ketinggian hanya tinggal satu tombak dari atas
bukit sang Peri melayang berputar-putar mengelilingi
orang-orang yang ada di atas bukit itu. Pada putaran
ke tujuh baru dia berhenti. Tepat di hadapan Peri Angsa
Putih dan Hantu Tangan Empat lalu perlahan-lahan
kursi yang didudukinya turun ke bawah menjejak permukaan
bukit yang ditumbuhi rumput biru.
"Astaga!" seru Naga Kuning dengan mata melotot
seraya menggamit Wiro dan Setan Ngompol. "Wiro,
Setan Ngompol, apa yang aku lihat sudah kalian lihat
juga?!"
Wiro mengulum senyum. Walau merasa jengah
tapi matanya tidak dialihkan dari apa yang dilihatnya
seperti barusan dikatakan Naga Kuning. Setan Ngompol
sendiri tertegun dengan mata mendelik, menatap
ke arah Peri Sesepuh, tak bisa keluarkan suara, hanya
tenggorokannya saja yang naik turun seperti orang
ketulangan.
"Peri edan...!" terdengar kembali suara Naga Kuning.
"Duduknya ngongkongl Aku bisa melihat jelas
sekali dari sini...."
"Aku juga! Benar-benar gilai Dia tidak pakai celanal
Mungkin dia tidak punya celana dalam!" kata Setan
Ngompol sambil matanya terus mengawasi dan dua
tangannya dipakai menekap bagian bawah perut.
"Mungkin di negeri ini memang tidak ada perempuan
pakai celanal Celana dalam tidak dikenal di sini!
Ha... ha... ha...!" Wiro tertawa bergelak.
"Dari mana kau tahu?!" ujar Setan Ngompol. "Memangnya
kau pernah mengintip perempuan di sini
104 Peri Angsa Putih 103
mandi...?!"
Naga Kuning terus menimpali. "Wiro, tadi waktu
kita menunggu lama kau bilang mungkin Peri itu
sedang kencing di sungai. Mungkin benar. Selesai
kencing celananya ketinggalan di sungai! Hik... hik...
hik!"
Wiro usap matanya yang basah karena tertawa
terus-terusan kemudian melirik pada Peri Angsa Putih.
Lalu berbisik pada teman-temannya. "Lihat Peri Angsa
Putih.... dia tidak berani memandang ke depan. Mukanya
bersemu merah. Berarti dia sudah melihat dan
tahu kalau Peri gembrot itu tidak pakai celana!"
"Sssstttt.... Coba kalian lihat Hantu Tangan Empat,"
bisik Naga Kuning pula. Wiro dan Setan Ngompol
berpaling.
Saat itu Hantu Tangan Empat sudah tak kedengaran
lagi suara racauannya. Tenggorokannya seperti
tercekik. Beberapa kali dia batuk-batuk. Sedang dua
matanya yang memberojol keluar tampak bertambah
besar dan seperti mau melompat. Memandang luruslurus
ke arah Peri Sesepuh yang duduk di kursi batu
hanya empat langkah di hadapannya!
"Dia pasti sudah melihat..." bisik Setan Ngompol.
"Pasti!" bisik Wiro. "Matanya tidak berkedip, tenggorokan
dan dadanya turun naik. Di pinggiran mulutnya
ada air liur mengalir!"
"Peri Angsa Putih!" Tiba-tiba Peri Sesepuh membuka
mulut.
"Orangnya seperti raksesi gendut. Suaranya seperti
tikus nyingnying!" celetuk Naga Kuning yang tak
bisa diam.
"Apakah persiapan pelaksanaan permohonan sudah
rampung?"
Peri Angsa Putih yang sampai saat itu masih
104 Peri Angsa Putih 104
meletakkan dua tangannya di atas kepala membungkuk
sedikit lalu menjawab. "Wahai Peri Sesepuh, pimpinan
dan junjungan dari segala Peri. Pertama sekali
kami mengucapkan terima kasih atas kesudian Peri
turun ke bukit ini untuk menyaksikan permohonan dan
tentunya tidak akan terlaksana tanpa berkah dari Peri.
Persiapan memang sudah dirampungkan. Kami segera
akan melaksanakan...."
Peri Sesepuh melirik ke arah Hantu Tangan Empat.
"Wahai Hantu Tangan Empat, kau sudah siap?'
Hantu Tangan Empat manggut-manggut. "Siap
Wahai Peri Sesepuh," katanya kemudian dengan suara
tercekik lalu batuk-batuk.
"Kalau begitu segera laksanakan!" kata Peri Sesepuh
pula sambil angkat tangan kanannya lalu menunjuk
ke depan.
"Ssttt...." Naga Kuning kembali berbisik. "Waktu
Peri itu mengangkat tangannya aku melihat ada ijuk
berjubalan di bawah ketiaknya.... Hik... hik... hik!"
"Kau ini! Ada saja yang kau lihat..." kata Setan
Ngompol tapi segera mementang mata melihat ke arah
ketiak Peri Sesepuh.
'Tunggu dulu!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berseru.
Tangan kirinya diangkat. Tapi tidak menunjuk seperti
tadi melainkan dimasukkan ke salah satu lobang hidungnya
lalu enak saja dia mengupil sampai matanya
m era m mefek!
"Celaka! Jangan-jangan Peri itu mendengar apa
yang barusan kau katakan Naga Kuning! Dia pasti
marah!" ujar Wiro.
Setan Ngompol langsung terkencing.
"Sebelum permohonan dilakukan, aku ingin melihat
dulu mana tiga makhluk cebol yang ingin minta
dibesarkan itu?!"
104 Peri Angsa Putih 105
Peri Angsa Putih berpaling pada Wiro dan dua
temannya yang berada di atas batu. Lalu berkata.
"Berteriaklah: Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh!"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol segera
melakukan apa yang dikatakan Peri Angsa Putih.
"Kami ada di sini wahai Peri Sesepuh...."
Peri gembrot itu keluarkan tangan kirinya dari lobang
hidung dan berpaling ke arah batu. Sesaat memandangi
dia lalu menyeringai. "Aku mau melihat salah satu dari
kalian lebih dekat. Bagaimana bentuk kalian
sebenarnya...." Sang Peri gembrot ulurkan tangan kirinya.
Peri Angsa Putih gerakkan tangannya. Wiro cepat
menyelinap ke belakang seraya berkata. "Kau saja Naga
Kuning!"
"Tidak! Aku melihat sendiri Peri itu tadi mengupil
dengan tangan kiri. Kini dengan tangan itu dia hendak
memegangku!"
"Kalau begitu kau saja Kek!" kata Wiro seraya
mendorong tubuh Setan Ngompol. Dorongan itu membuat
Setan Ngompol terjatuh di depan jari-jari tangan Peri
Angsa Putih. Peri itu segera saja mengambil si kakek lalu
meletakkannya di telapak tangan Peri Sesepuh. Peri
gemuk ini dekatkan tangan kirinya ke depan wajahnya.
Sesaat kemudian dia bergumam. "Heh.... Makhluk jelek
begini saja maunya macam-macam. Matanya saja juling.
Badannya bau pesing... Kalau tidak memandang pada
dirimu dan kakekmu wahai Peri Angsa Putih, tidak sudi
aku turun dari langit menyaksikan permohonan ini!" Lalu
enak saja dia lemparkan Setan Ngompol pada Peri
Angsa Putih. Kalau tidak lekas disambuti Peri Angsa
Putih, niscaya si kakek terbanting jatuh di atas batu datar!
Sampai di atas batu Setan Ngompol memaki panjang
pendek.
"Enak saja aku dibilangnya bau. Padahal upilnya yang
104 Peri Angsa Putih 106
sebesar tetampah dan masih menempel di jarinya
membuat aku mau muntah!"
"Peri Sesepuh, bolehkah kami memulai upacara
permohonan ini?' tanya Peri Angsa Putih setelah
meletakkan kembali Setan Ngompol di atas batu.
Peri Sesepuh anggukkan kepalanya lalu
membersihkan tangannya yang tadi bekas memegang
Setan Ngompol dengan ujung pakaian merahnya.
"Kakek Hantu Tangan Empat, silahkan kau membaca
rapalan..." kata Peri Angsa Putih pula.
Ditunggu-tunggu tak ada suara Hantu Tangan
Empat terdengar.
"Kek...?!" ujar Peri Angsa Putih.
Karena masih belum ada jawaban Peri Angsa Putih
berpaling. Ternyata Hantu Tangan Empat tengah menatap
tak berkedip ke arah Peri Sesepuh. Dengan wajah
bersemu merah Peri Angsa Putih julurkan kakinya
menendang paha si kakek. Hantu Tangan Empat baru
tersadar lalu cepat-cepat bertanya. "Ya, apa...?"
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol tertawa
cekikikan. "Hantu itu rupanya terpesona melihat pemandangan
ajaib yang dibuat Peri Sesepuh!" kata Wiro.
"Hantu Tangan Empat!" Peri Sesepuh tiba-tiba
berkata karena menunggu tidak sabaran. "Sebentar
lagi matahari akan sampai di titik tertingginya. Aku
tidak punya waktu banyak menunggu. Kau akan mulai
dengan upacara permohonan ini atau bagaimana?!"
Mendapat teguran itu Hantu Tangan Empat memohon
maaf berulang kali. "Maafkan saya wahai Peri
Sesepuh. Saya sudah siap...."
"Kalau begitu segera mulai!" ujar Peri Sesepuh
seraya menggeser duduknya. Celakanya gerakan ini
membuat keadaannya tambah tersingkap. Dua mata
Hantu Tangan Empat jadi tambah mendelik.
104 Peri Angsa Putih 107
"Kek! Mulailah! Kau tunggu apa lagi?!" Peri Angsa
Putih mulai jengkel dan tidak sabaran. Dia khawatir
Peri Sesepuh jadi marah dan meninggalkan tempat itu
kembali ke langit.
Hantu Tangan Empat berkomat kamit. Suaranya
terdengar seperti tercekik dan sebentar-sebentar dia
batuk-batuk sementara dua matanya saja melotot ke
arah Peri Sesepuh.
"Hantu Tangan Empati" kembali Peri gemuk Ku
menegur. "Suaramu terdengar aneh. Tak jelas mantera
yang kau ucapkan. Sebentar-sebentar kau batuk. Ada
apa dengan dirimu?!"
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh.... Saya memang
sedang kurang sehat. Masuk angin...."
"Kalau kau masuk angin harusnya keluar angin.
Bukan melantur membaca mantera!" tukas Peri Sesepuh
yang membuat Wiro, Naga Kuning dan Setan
Ngompol sama-sama menyengir.
"Kurasa Hantu Tangan Empat terpengaruh melihat
Peri Sesepuh yang duduknya tak karuan seperti itu..."
kata Wiro.
"Dia seperti lupa mau berbuat apa. Lupa membaca
mantera. Kalau salah kita bisa celaka.... Bukannya
tubuh kita jadi besar, malah tambah kecil!" ujar Naga
Kuning.
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh. Saya segera
mulai..." kata Hantu Tangan Empat. Dia menunduk
sesaat dan mulai melafalkan kata-kata dalam bahasa
aneh yang tidak dimengerti Wiro dan dua kawannya.
Namun kakek ini hanya sesaat saja tundukkan kepala.
Di lain saat dia kembali mengangkat kepala dan memandang
ke arah Peri Sesepuh. Akibatnya mantera
apa yang harus dibacanya di luar kepala jadi kacau.
Sementara itu setelah beberapa saat dibacai man104
Peri Angsa Putih 108
tera, tubuh Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol
sedikit demi sedikK menjadi besar. Ketiga orang Ku
hendak berteriak gembira saking girangnya. Tapi Peri
Angsa Putih cepat memberi tanda agar mereka berdiam
diri.
Hantu Tangan Empat kembali meneruskan membaca
mantera. Sosok Wiro dan dua kawannya semakin
besar. Saat Ku telah mencapai setinggi lutut orang
orang di negeri Latanahsilam.
"Selamat kita I Sebentar lagi kita akan jadi sebesar
mereka!" kata Wiro pada dua temannya. Ketiga orang
itu saling berangkulan saking girangnya.
"Kalau tubuhku sudah besar, akan kucari anak perempuan
bernama Luhkimkim itu..." kata Naga Kuning.
"Aku akan mencari nenek berdandan medok
yang katanya sudah kawin beberapa kali itu tapi
lakinya mati semual Ingin tahu aku apa kehebatan
perempuan satu itu! Hik... hik... hik!" kata Setan
Ngompol menimpali.
Di atas kursi batu pualam merah Peri Sesepuh
menguap lebar. Dua kakinya dijulurkan di atas rumput
sedang tubuhnya enak saja digeser ke depan. Dua
mata Hantu Tangan Empat berkedap-kedip lalu nyalang
besar. Tenggorokannya turun naik. Suaranya merapal
kini hilang-hilang timbul. Lalu berhenti sama sekali.
Wiro dan kawan-kawan melepas rangkulan masing-
masing. "Apa Hantu Tangan Empat sudah selesai
merapal manteranya? Tapi tubuh kita masih setinggi
lutut begini!" ujar Wiro.
Peri Angsa Putih berpaling.
"Kek...?!"
"Hantu Tangan Empat?!" Di atas kursi merah Peri
Sesepuh bertanya. "Sudah selesai kau membaca mantera
membesarkan tiga makhluk cebol Ku?l"
104 Peri Angsa Putih 109
"Be... belum wahai Peri Sesepuh..." jawab Hantu
Tangan Empat tersendat
"Kalau begitu lekas kau lanjutkan!" Peri Sesepuh
memandang ke langit
"Cepat Kek!" bisik Peri Angsa Putih. Kembali gadis
ini tendang paha kakeknya dengan ujung kaki.
Hantu Tangan Empat kembali merapal. Tapi matanya
masih terus nyalang besar.
'Tutup kedua matamu!" kata Peri Angsa Putih yang
dengan muka merah maklum apa yang terus-terusan
dilihat kakeknya sejak tadi.
"Percuma.... Aku tak bisa meneruskan merapal
mantera itu di luar kepala...."
"Heh, kenapa tak bisa...?" tanya Peri Angsa Putih.
"Maafkan saya. Saya lupa terusan manteranya.
Walau dicoba dan dipaksa tetap saja tidak bisa!" jawab
Hantu Tangan Empat.
"Celaka! Hantu Tangan Empat tak bisa meneruskan
membaca mantera. Sementara kita masih sebesar
ini!" Setan Ngompol berkata setengah menjerit lalu
terkencing-kencing.
"Pasti ini gara-gara dia melihat Peri Sesepuh duduk
mengongkong!" teriak Naga Kuning banting-banting
kaki. "Wiro! Katakan sesuatu! Lakukan apa saja!"
Wiro garuk-garuk kepala. "Nasib kita jelek kawankawan.
Hantu Tangan Empat terpengaruh oleh apa
yang dilihatnya. Dia tak bisa meneruskan membaca
mantera! Berarti keadaan kita hanya sebesar ini! Setinggi
lutut!"
"Celaka!" seru Naga Kuning.
"Sial nasib kita!" ujar Setan Ngompol.
"Bukan kita yang sial! Tapi Hantu keparat itu yang
sialan!" maki Naga Kuning pula.
"Kalau kupikir-pikir bukan si Hantu Tangan Empat
104 Peri Angsa Putih 110
yang sial! Penyebab kesialan ini justru adalah Peri
Sesepuh! Coba kalau dia tidak duduk seenaknya seperti
itu pasti bacaan mantera Hantu Tangan Empat
lancar dan kita akan jadi sebesar mereka!" kata Wiro
pula.
"Waktuku habis!" Tiba-tiba Peri Sesepuh berkata.
Dia menggeliat lalu mengangkat dua tangan. Perlahanlahan
kursi batu pualam merah yang didudukinya
bergerak naik ke atas.
"Maafkan saya wahai Peri Sesepuh..." kata Hantu
Tangan Empat sambil membungkuk. Ketika Peri Sesepuh
mencapai ketinggian sepuluh tombak di udara
Hantu Tangan Empat segera berdiri.
"Keki Apa yang terjadi dengan dirimu?! Sekarang
kau mau kemana?!" tanya Peri Angsa Putih lalu cepat
berdiri.
'Tak ada yang bisa aku lakukan lagi, wahai cucuku.
Aku akan pergi ke air terjun. Bersepi diri di sana barang
beberapa lama...."
"Saat ini mungkin kau sudah ingat lanjutan mantera
itu. Bagaimana kalau kau mengulangi agar tiga orang
itu bisa mencapai besar seperti kita?"
Hantu Tangan Empat menggeleng. 'Tidak mungkin
untuk saat ini wahai Peri Angsa Putih. Selama Peri
Sesepuh tidak hadir menyaksikan hal itu tidak mungkin
dilakukan...."
"Kalau begitu panggil Peri itu kembali. Ulangi lagi
besok sebelum tengah hari!" teriak Wiro.
"Aku khawatir!" berkata Naga Kuning. "Kalau Hantu
Tangan Empat membaca mantera yang salah atau
terbalik-balik, kita bukannya tambah besar tapi bisabisa
tubuh dan muka kita jadi morat marit!"
"Benar!" kata Setan Ngompol pula. "Malah mungkin
hanya bagian tubuh tertentu saja yang besar. Kalau
104 Peri Angsa Putih 111
anuku atau anumu saja yang membesar apa tidak lebih
celaka?!"
Wiro terdiam sesaat lalu tertawa gelak-gelak. Naga
Kuning dan Setan Ngompol ikut tertawa hingga tempat
itu menjadi riuh.
Hantu Tangan Empat berpaling menatap pada
ketiga orang yang kini telah berubah menjadi sebesar
dan setinggi lutut itu. Perlahan-lahan dia usapkan dua
tangannya di depan wajahnya. Serta merta mukanya
kembali seperti semula, wajah seorang kakek tua bermuka
rata. Tangannya yang empat kini menjadi dua
kembali. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi dia tinggalkan
puncak bukit berumput biru itu.
"Kakek Hantu Tangan Empati" Wiro berteriak memanggil.
Hantu Tangan Empat hentikan langkahnya dan
berpaling. "Ada apa...?" tanyanya datar.
"Terima kasih! Bagaimanapun juga kami harus
mengucapkan terima kasih padamu. Kau sudah membuat
kaki kami, tangan, muka, badan.... Apa lagi?" Wiro
berpaling pada Naga Kuning.
"Anu kita!" Jawab si bocah enak saja mungkin
karena masih kecewa dengan keadaan tubuh yang
tidak seperti diharapkan.
"Ya, kau telah membuat tangan, muka, kaki, tubuh
dan anu kami menjadi lebih besar! Kami benar-benar
berterima kasih...!"
Hantu Tangan Empat mengangguk. Lalu untuk
pertama kalinya menyeruak senyum di wajahnya yang
rata itu. "Terima kasih kembali. Mudah-mudahan kalian
bisa mempergunakan anu kalian sebagaimana mestinya..."
katanya.
Wiro, Naga Kuning dan Setan Ngompol jadi saling
pandang lalu tertawa gelak-gelak.
104 Peri Angsa Putih 112
'Tidak disangka hantu tua itu bisa bercanda juga!"
kata Wiro.
"Hai, apa yang kalian tertawakan?r tiba-tiba Peri
Angsa Putih bertanya sambil duduk di rumput di depan
"Kami barusan bicara soal anu..." jawab Wiro sambil
senyum-senyum
"Soal anu? Anu apa?" tanya Peri Angsa Putih.
Ditanya seperti itu kembali ketiga orang itu tertawa
gelak-gelak.
"Hai! Kalian Ini bicara apa? Apanya yang anu?'
tanya Peri Angsa Putih kembali.
"Ya, anunya si anu yang sekarang sudah jadi sebesar
anu!" sahut Setan Ngompol lalu tertawa gelak-gelak dan
tentu saja disertai dengan terkencing-kencing!
TAMAT
BASTIAN TITO
Segera terbit:
HANTU JATILANDAK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar